Cinta Sipil 9 End

332 35 3
                                    

#Cinta_Sipil
Bagian 9 Terakhir

Menjelang siang, suasana Masjid Al-Ikhlas sunyi. Para warga yang menyaksikan pernikahan sepasang manusia yang agak ajaib mendengarkan Ijab-Kabul dengan haru.

"Sah!!" teriak mereka gembira setelah Tono mengucapkan kalimatnya dengan suara bergetar.

Lelaki berkopiyah hitam itu memutar badan, menatap gadis di samping yang sekarang sudah menjadi istrinya.

Dia tersenyum canggung.  Antara ingin memeluk dan malu dilihat banyak orang.

Tono menjulurkan tangan kanannya, disambut Kamini. Wanita itu mencium punggung tangan suaminya sepenuh hati.  Menghantarkan kejutan listrik pada seluruh bagian tubuh Tono.

Setelah do'a untuk kedua mempelai digaungkan, semua yang hadir memberikan ucapan selamat. Bersama mereka menuju rumah Ibu Tono, menikmati hidangan ala kadarnya.

Kamini turun tangan, wanita itu cekatan membantu  kesibukan dapur menyiapkan makanan dan suguhan.

"Pengantin ora oleh di dapur, nanti rasanya pait lho ..." seorang Ibu sepuh mencolek bahu Kamini yang sedang mengaduk kopi hitam.

Kamini tersenyum,  "Nggak papa pait, Mbah. Biar  kapok. Hihihi ...." semua yang di dapur tertawa terbahak. Pengantin yang satu ini memang unik. Dia mudah berbaur, membuat suasana mencair.

***

Malam pun tiba, Kamini dan Tono duduk bersebelahan di atas dipan. Canggung. Mereka menatap ke arah berlawanan.

"Mbak Yu ..."

"Ya, Pak Lik ..."

Tono meraih tangan Kamini, membawa jemari lentik itu ke dada. Debaran jantungnya terasa berdentam seolah ingin melompat dari tempatnya.

"Kamu sekarang sudah jadi istriku. Jangan panggil Pak Lik lagi ya ...."

"Iya, aku tidak akan panggil Pak Lik lagi, Lik No."

Tawanya tertahan, istrinya ini benar-benar menggemaskan. Tono berdiri, menyentuh bahu Kamini. Mencium ubun-ubun wangi aroma mint. Lalu mendekap, meraih tubuh ramping itu dalam pelukan.

Tono merasa istrinya menjadi kaku. Ia teringat kisah Kamini bersama mantan suaminya dulu. Ia lepaskan pelukannya, menatap mata istrinya yang berkaca-kaca.

Wanita itu beranjak, memunggungi suaminya. Dengan tangan gemetar ia lepaskan kebaya putih. Kain itu tergeletak di lantai.

Kamini menyilangkan tangan di dada, isakan membuat tubuhnya bergetar.

Tono terkesiap.

Meskipun cahaya lampu temaram,  ia bisa melihat semuanya.

Bilur-bilur kehitaman memenuhi punggung putih.

Tono membayangkan saat Kamini di hajar mantan suaminya menggunakan bilah bambu. Pasti saat itu punggungnya bersimbah darah terkena sabetan bambu, hingga meninggalkan jejak mengerikan.

Air matanya tumpah.

Gemetar jarinya menelusuri bekas luka, telapak tangannya mengepal penuh amarah. Biadap sekali yang tega menyakiti perempuan tak berdaya.

Sedetik kemudian, ia merengkuh tubuh gigil istrinya. Menangis bersama.

"Mbak Yu ...," bisiknya, "Tenanglah ... Aku akan menunggu sampai kamu siap."

"Tolong jangan menangis lagi, air matamu menyakitkan hatiku."

Tono meraih kebaya, menyelimutkan pada punggung istrinya. Di balikkan tubuh hangat perempuan itu hingga mereka berhadapan.

Wajah Kamini berurai air mata, Tono menghapus bening, memeluknya mencoba memberi kedamaian.

Malam itu, sebuah do'a meluncur ke langit penuh pengharapan. Keinginan untuk menjaga dan membahagiakan orang yang dicintai.

Meskipun tubuh belum tersentuh, namun dua hati telah menyatu.

***

Keesokan harinya mereka pamit pulang. Seminggu lagi Ibu beserta menantu dan anak perempuannya akan berkunjung ke Surabaya dilanjutkan bersilaturahim ke orangtua Kamini.

Lelaki berbadan sedang itu menoleh ke belakang, mengucapkan selamat tinggal kepada rumah beserta penghuninya. Mereka berjalan pelan, melewati rumah-rumah yang kebanyakan terdiri dari anyaman bambu. Pohon rambutan yang berbuah lebat kemerahan ada di setiap pekarangan.

Perjalanan menuju terminal Bawen kali ini terasa begitu indah. Senyum tersungging tak lepas dari bibir dua sejoli yang sedang kasmaran. 

Tono tak sedetik pun melepas genggaman tangannya, takut kehilangan wanita berdagu lancip disampingnya.

"Lik No ..."

"Iya Mbak Yu ..."

"Terimakasih mau mengerti aku."

"Tidak apa-apa, aku akan sabar menunggumu. Tapi jangan lama-lama, nanti aku karatan."

"Hihihi ... Lik No, jangan panggil Mbak Yu lagi ah. Yang mesra dikit gitu ...."

"Baiklah istriku ..., Mintul sayangku."

"Apa tadi,  Lik No?"

"Mintul."

"Lha kok ... Mintul?"

"Iya, Mintul. Mintul. Mintul. Mintul! Aaw!"

Kamini mencubit pinggang suaminya, lelaki itu kegelian. Dia berlari menghindar. Tawa bahagia memecah pagi, menghantarkan dua sejoli berlayar ke samudera kehidupan sebagai suami istri.

Tamat

Terimakasih saya ucapkan kepada semua yang telah membaca cerita ini. Memberi dukungan kepada saya yang nyubi akut untuk percaya diri berbagi tulisan di sini. Terharu saya. Ini cerita bersambung pertama. (Lebay amat).

Sampai jumpa pada cerita selanjutnya yaaa ....

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cinta Sipil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang