Cinta Sipil 5

280 29 0
                                    

Ragu-ragu adalah gerbang setan yang terbuka lebar, makhluk pembenci ini akan mudah menggerogoti jiwa yang bimbang. Mengombang-ambingkan perasaan hingga membuat keputusan yang keliru.

Rupanya kebimbangan menyergap Tono. Antara meneruskan cinta atau tidak. Hanya karena status pernikahan.

Apa kata ibunya bila memperistri janda,  padahal banyak gadis yang suka. Bahkan sampai sekarang, ada beberapa gadis tetangga yang masih mengharapkan di desa asal.

Bapak Tono sudah meninggal tujuh tahun silam, meninggalkan warisan berupa sawah dan ladang untuk ke tiga anaknya. Sejak kecil, Tono ikut kakak perempuan yang menikah dengan kepala sekolah sebuah SMU Negeri Semarang.

Lelaki kalem itu akhirnya mengikuti agama kakak ipar. Setiap hari Minggu pagi mereka beribadah di Gereja yang letaknya agak jauh di Salatiga. Mereka juga yang menyekolahkan Tono. Kala itu, sekolah merupakan sesuatu yang mewah dan tak terjangkau.

***

"Jangan bermain-main dengan Kamini!" ancam Ningrum diam-diam ketika ia berkunjung, "Dia sudah cukup menderita! Kalau kamu tidak serius, sebaiknya enyah saja dari kehidupannya!"

Tono bergidik mengenang kejadian kemarin, Ningrum benar-benar menakutkan. Ia sangat menyayangi Kamini.

"Bagaimana ini,  Rustam ..." Tono duduk di kursi kayu teras rumah sepupunya, "Aku suka sama Mbak Yu Kamini ... tapi dia janda."

Rustam mendengus "Memangnya kenapa kalau janda? Yang penting kamu sreg dan yakin hidup bersama selamanya, saling menyayangi. Beres! Nggak usah mikir gadis atau janda. Rasanya sama saja." Ia diam sejenak lalu tergelak, suara tawanya terdengar 'har har har' menggema. Merasa lucu dengan ucapannya sendiri.

Tono melengos "Beda lah, Rus ... Aku kan juga ingin merasakan perawan."

Rustam menonjok bahu Tono "Terserahlah! Itu pilihan. Kamini juga belum tentu mau sama kamu."

"Ck! Iya juga, sih. Dia kan enggan menikah lagi."

Kedua lelaki itu asik dengan pikiran masing-masing, menatap jalan berdebu tertiup angin. Kemarau kali ini lumayan panjang. Membuat tanah kerontang. Dari teras rumah sebelah,  seorang gadis manis memekik senang.

"Mas Tono!" Rini melambaikan tangan, rok selutut berkibar. Setengah berlari ia mendekat.

"Lama nggak ketemu," senyumnya mengembang, memperlihatkan dua lesung pipi, "Kok sekarang jarang main ke sini, Mas?"

Tono canggung "Iya, aku banyak kerjaan, Rin."

Gadis itu mendekati Tono, duduk di samping lelaki yang diam-diam disuka. Padahal selama ini Rini sering mengirimkan sinyal-sinyal cinta tetap dia sepertinya tidak menanggapi. Ingin mengungkapkan rasa dulu tetapi malu.

Rustam beranjak, perutnya tiba-tiba melilit minta dikeluarkan isinya. Suara 'tiuuut' terdengar jelas,  disusul bau bangkai yang membuat napas berhenti. Serentak kedua lajang itu menutup hidung.

"Huek!"

Tinggal Tono berdua bersama gadis tetangga sebelah.

"Mas ...."

"Iya ...."

"Cewek kriteria Mas itu seperti apa?"

"Yang bisa menerimaku apa adanya."

"Halah, masa sih? Mas Tono yang nggak mau menerimaku apa adanya gitu ...."

"Maksudmu?"

Rini memukul lengan Tono pelan. Benar-benar lelaki ini tidak ngeh dengan pancingan terang-terangan.

Sebenarnya lelaki berkumis tipis itu mengerti maksud Rini. Namun dia sama sekali tidak tertarik. Hanya Mbak Yu Kamini yang bisa membuatnya kelimpungan. Kamini yang sederhana, lugu, cantik.

"Pak Lik," Tono seolah mendengar suara lembut memanggil. Nada yang sangat dikenalnya "Pak Lik Tono ...."

Lelaki berkaus biru mencari sumber suara, lehernya menoleh ke arah kiri. Terlihat Kamini dan Ningrum sudah berada di depan pintu.

"Mbak Yu!" Tono berdiri cepat-cepat, menjauh dari Rini sehingga lututnya terbentur meja.

"Mas tidak apa-apa?" Rini reflek menyentuh Tono,  namun tangannya ditepiskan dengan kasar.

Wajah gadis itu memerah, malu luar biasa. Penasaran dengan orang yang bisa membuat lelaki idamannya menjadi kasar.

Rini menatap tajam Kamini yang melihat kejadian itu dengan wajah datar. Tempo hari, ia mendapat undangan pernikahan Rustam dan Ningrum. Firasatnya berkata kalau wanita di samping Ningrumlah alasan Tono bersikap seperti itu.

'Pasti dia yang mau merebut mas Tono dariku. Awas ya!' Rini melemparkan pandangan mematikan.

"Mbak Yu, Ningrum,  monggo masuk. Rustam ada di dalam." Tono menggiring dua wanita itu melewati pintu, tak menghiraukan Rini yang susah payah mengatur napas. Dadanya naik turun menahan amarah.

Bersambung

Cinta Sipil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang