Cinta Sipil 4

303 25 2
                                    

Siapa yang bisa menduga datangnya segala rasa di dada. Ketika cinta menyapa, seluruh tubuh mengeluarkan pendar bahagia. Wajah jelek menjadi sempurna, badan bau seakan kesturi surga. Itulah sedikit keajaiban cinta.

Tono meringkuk. Memikirkan Mbak Yu Kamini, tangannya memeluk sesuatu yang dibayangkan seperti wanita pujaan.

"Hii ... Tak sampluk lho,  Mas!" seorang pemuda mengibaskan lengan Tono dari perutnya. "Aku ini masih normal! Jangan peluk-peluk sembarangan!"

"Mbak Yu!" Lelaki berhidung sedang itu malah melingkarkan kaki di pinggangnya. Tonjokan keras mampir di pipi, menyadarkan pria berkulit bersih itu.

***

"Mbak Yu sudah punya pacar?" Tanya Tono memberanikan diri setelah satu bulan berkunjung tanpa jeda ke kos Kamini.

Wanita berdahi lebar  menggeleng "Aku nggak berminat pacaran,  Pak Lik."

"Kenapa Mbak Yu memanggilku Pak Lik?" Tono mengalihkan pembicaraan

"Kenapa Pak Lik memanggilku Mbak Yu? Usiaku masih 21 tahun, Pak Lik."

"Kita selisih enam tahun, kamu Mbak Yu penjual salak yang tempo hari kena grebek, kan?"

"Iya, gara-gara itu aku kapok jualan salak. Takut dikejar petugas gila."

Tono menahan napas, membayangkan petugas gila yang ternyata adalah dirinya.

"Aku besok mulai kerja di pabrik udang."

"Nggak apa-apa, Mbak Yu. Dari pada jualan liar mendingan kerja di pabrik saja." Tono gugup. "Mbak Yu,  kalau nggak mau pacaran apa mau menikah?"

Sepi. Kamini menunduk, mendung tiba-tiba menyapu mata, teringat kisah yang membuatnya berakhir di Surabaya.

"Aku melarikan diri dari suamiku."

Jawaban Kamini seperti petir, menghanguskan hati Tono. Ia menatap ujung kepala wanita itu.

"Jadi ... Mbak Yu sudah menikah?"

Kamini mengangguk pelan, "Sudah bercerai, aku tak akan pernah menikah lagi."

"Mbak Yu ..."

"Maukah Pak Lik mendengar ceritaku?"

Tono mengangguk, matanya mengerjap,  merasakan kemarahan dihatinya. Sekali jatuh cinta kenapa kepada janda?

"Saat itu aku masih 18 tahun," Kamini mulai berkisah "anak mantri sunat desa sebelah melihatku bermain air di sungai, dia jatuh cinta padaku. Ayahnya datang melamar,  orang tuaku bahagia putrinya dipinang orang terpandang. Mereka langsung menerima lamaran itu tanpa bertanya dulu kepadaku."

"Gadis desa sepertiku harus patuh keputusan orangtua. Suka tidak suka."

Kamini menarik napas,  menyelipkan rambut panjangnya di belakang telinga.

"Pesta pernikahan digelar tiga hari tiga malam. Pertunjukan wayang kulit semalam suntuk, semua berbahagia dengan pesta itu. Kecuali aku."

"Aku jijik dengan suamiku, padahal dia pemuda paling tampan di desanya. Setahun penuh aku tidak mau disentuh."

Air bening mulai menetes di pipi Kamini, bahunya terguncang. Lama dia terdiam, memainkan jemari lentik hingga ujungnya kemerahan.

"Aku di fitnah berselingkuh oleh perempuan jahat yang dulu mengharapkan diperistri suami, suamiku cemburu dan menghajarku sampai hampir tewas. Bambu dipukulkan ke tubuhku hingga hancur. Malam itu juga aku merangkak pulang ke rumah orang tua, melewati hutan dan rawa yang banyak buaya."

"Matahari hampir muncul ketika aku sampai rumah. Bapak murka melihat anak gadisnya sekarat,  saat itu juga aku di ungsikan ke desa Dampit jauh di pedalaman Malang. Membawaku ke rumah guru spiritualnya untuk menenangkan jiwa. Kata orang pintar itu ternyata aku di guna-guna supaya rumah tanggaku hancur."

Kamini menghapus air mata yang semakin deras mengalir, mengenang penderitaan yang tak pernah diharapkan. Tono bingung harus berbuat apa,  dia hanya mematung sambil menggigit bibir dalam.

"Bapak meninggalkanku di rumah Mbah Purwo untuk membersihkan kekuatan hitam. Keluarga suami datang ke rumah, mereka minta maaf dan ingin mengajakku kembali. Orang tuaku tak sudi,  hari itu mereka bersumpah bahwa tak akan pernah mau melihat atau berhubungan dengan keluarga Pak Mantri Sunat."

"Meskipun miskin, orang tuaku sangat menyayangiku. Aku memerlukan waktu hampir setahun untuk menghilangkan trauma. Setelah pulih, aku memutuskan merantau ke Surabaya ikut sepupu."

"Dua hari aku bingung mau bekerja apa,  akhirnya kuputuskan jualan salak yang dimodali Ningrum. Dasar sial, belum juga laku sudah diangkut petugas edan. Haaah. Hahaha ..." Kamini tertawa sedih, senyum tersungging di bibir tipisnya.

"Terimakasih Pak Lik mau mendengarkan ceritaku."

"Jadi ...," Tono menyela "Kau masih ga-gadis?"

"Aku sudah janda, Pak Lik."

Wajah Tono memerah, dia pusing memikirkan wanita di depannya ini masih perawan atau tidak, mau bertanya lebih lanjut tidak sampai hati.

'Tapi ... Masih gadiskan?!' jerit batin Tono.

Bersambung

Cinta Sipil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang