Cinta Sipil 3

293 26 1
                                    

"Maaf, Pak, saya ada perlu sebentar. Diseberang jalan ada yang mencurigakan." Belum juga pemimpin regu mengiyakan, Tono sudah melesat pergi menembus keremangan jalan.

Tangkapan kali ini lumayan banyak, mereka yang bernasib apes berdesakan duduk di dalam mobil dinas.

Angin malam berembus dingin, tetapi tak mampu menyejukkan hati.Tono terus berlari, peluh menetes dari balik topi seragam.

Matanya mencari sosok yang menyusup tak diundang dalam pikiran, ia yakin tadi melihat 'Mbak Yu' sedang antri membeli makanan.

Tidak ada. Sosok berambut panjang itu sudah lenyap. Tinggal seorang pembeli sedang menikmati rokok. Gulungan putih mengepul di udara.

"Cak, lihat cewek berjaket kuning yang tadi beli mie di sini?"

"Nggak, Mas."

Lagi-lagi Tono kehilangan jejak. Dia berharap bisa bertemu. Sangat berharap.

***

"Ton, ayo ikut ke rumah pacarku. Minggu depan aku mau melamarnya." Rustam berkacak pinggang. Tono mengucek mata. Hari Minggu biasanya ia habiskan untuk tidur setelah lima hari bekerja merazia orang tak patuh aturan.

"Aaah ..." Tono menguap lebar.

Rustam sangat berjasa bagi karirnya sebagai PNS. Lulus SMP, saudara jauh dari nenek itu mengajaknya merantau ke Surabaya. Kebetulan Rustam sudah mempunyai kedudukan di kantor Kota Madya,  gampang saja baginya untuk memasukkan orang. Jaman itu tidak perlu menyogok untuk mendapat pekerjaan PNS karena masih dipandang sebelah mata.

Tono diterima sebagai Mawil Hansip setelah setahun penuh digembleng ala militer. Pendidikan fisik dan mental memenuhi hari-harinya. Tahun berikutnya surat pengangkatan PNS turun.
Sementara Rustam sudah punya rumah kecil-kelan, Tono masih tinggal di mess.

"Ayo berangkat." ujar Tono agak malas. Dia hanya cuci muka dan berganti kaos oblong hitam. Rustam tersenyum, mereka berjalan keluar menunggu angkot.

***

Kedua lelaki itu berjalan menuju perkampungan. Angkot yang mereka tumpangi menderu meninggalkan debu.Tono ingat kehilangan jejak 'Mbak Yu' di daerah situ.

Berdebar hatinya,  harapan bertemu penjual salak itu begitu besar.

Kumohon ... kumohon ..., batinnya.

"Itu kos-kosannya, ayo cepat!" Rustam mempercepat langkah menuju kos berpintu coklat yang terbuka. Tono mengekor di belakang.

Rustam langsung masuk kamar setelah bilang 'permisi'. Suara lembut wanita mempersilakan masuk.

Tono melepas sandal. Langkahnya terhenti ketika melihat wanita yang selama ini dicari sedang duduk di atas ranjang sambil tersenyum manis.

"Mbak Yu," Tono mendesis, "mungkinkah dia calon istrinya Rustam?"

Dunia Tono seakan runtuh, apakah rasa yang belum bersemi demikian cepat mati. Sosok yang selama ini menghantui mimpi ternyata milik sahabatnya sendiri.

"Mas Rustam ..." Suara lembut membuyarkan lamunan Tono, seorang gadis berbaju putih mengamit tangan Rustam.

Bukan Mbak Yu.

"Kenalkan, ini Ningrum calon istriku."

Keduanya berjabat tangan. Tono lega luar biasa.
"Mini, ayo sini!" Ningrum memanggil wanita yang duduk di ranjangnya. "Ini Kamini, sepupuku."

Tono canggung, dia menggaruk rambut tebalnya. Kamini masih tersenyum manis. Tidak menyadari bahwa sosok di depan pernah merampas dagangan salaknya.

"Mbak Yu Kamini ..." ucap Tono sepenuh hati, "Saya Tono."

"Inggih, Pak Lik Tono. Saya Kamini."

Mereka berjabat tangan lama, sebenarnya Kamini sudah menarik-narik tangannya namun bergeming. Lelaki beralis tebal itu tetap menjabat erat.

"Pak Lik ..."

"Iya, Mbak Yu."

"Lepaskan tanganku!"

"Nggak mau ..."

"PAK LIK!"

"I - Iya ... Iya ..."

Bersambung

Cinta Sipil (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang