Roberto menepati apa yang ia katakan. Pukul enam lebih empat puluh lima menit, ia sudah berada di pintu rumah Letta. Roberto datang dengan menggunakan celana hitam dan baju kemeja berwarna biru dongker, ia juga telah menata rambutnya dengan rapi menggunakan pomade. Ia datang kemari menggunakan sepeda motornya.
Ting tong..
Suara bel rumah Letta memenuhi keheningan di malam hari ini.
Cleck..
Suara pintu terbuka pun terdengar dan menampakkan sosok wanita yang mirip dengan Letta namun sudah berkepala tujuh dengan daster berwarna merah. Rambut putihnya sudah sangat terlihat dengan jelas, wajah keriputnya sudah dapat di khawatirkan. Entah mengapa walaupun umurnya sudah seperti ini, ia masih terlihat bugar.
"Kau pasti Roberto," ucap Nenek itu.
"Iya, itu benar."
"Masuklah, Nak. Letta akan segera turun, nenek juga ingin sedikit berbincang-bincang denganmu," ucap Nenek itu.
Ketika mereka sudah duduk, di kursi ruang tamu. Sang Nenek menatap pemuda di depannya ini dengan lekat.
Jadi ini pemuda yang Letta selalu bicarakan, batin Nenek itu.
"Orang tuanya Letta dimana, Nek?" tanya Roberto.
"Oh, mereka sudah meninggal karena kecelakaan ketika Letta berumur dua tahun. Sopir truk yang berada di samping mereka kurang tidur, jadi terjadi kecelakaan."
Meninggal? Jadi Letta selama ini tinggal dengan neneknya? Kenapa dia tidak pernah cerita? batin Roberto.
"Oh, maaf saya menanyakan itu," ucap duka Roberto.
"Tidak apa-apa, Nak. Letta juga tidak terlalu memiliki banyak memori dengan orang tuanya, kecuali memori yang di dapatkan dari kaset rekaman yang dilakukan oleh Ayahnya. Dia selalu menangis saat menontonnya."
Tanpa mereka sadari, gadis yang sedari tadi mereka bicarakan tiba-tiba muncul dari tangga.
"Nenek, apakah dia sudah datang?" tanya Letta.
Mendengar suara Letta, Roberto dan Neneknya langsung berdiri seakan menyambutnya. Ketika Roberto melihat Letta, Roberto sungguh tak bisa melepaskan Letta dari pandangannya. Letta terlihat sangat berbeda ketika menggunakan pakaian santai. Ketika di sekolah, Roberto selalu mengira bahwa Letta adalah gadis yang gemuk, namun ketika Letta datang menggunakan tanktop hitam dengan jaket pink serta celana jeans muda casual dan tas selempang kecil hitamnya serta rambutnya di ikat kuda, Roberto dapat melihat segala lekukan tubuh Letta yang sangat indah itu.
"Apakah kau siap?" tanya Letta.
"Ah.. um.., ya. Ya, aku sudah siap," jawab Roberto.
Melihat Roberto salah tingkah, Letta menjadi bingung, "Baiklah kalau begitu, dimana kertas-kertas itu?" tanya Letta langsung ke inti.
"Makan malam dulu, baru aku berikan," jawab Roberto.
Letta menghela nafas kasar, "Baiklah."
Letta pun bergerak mendahului Roberto keluar, namun sebelum itu, Letta berpamitan terlebih dahulu kepada Neneknya. Neneknya berpesan pada Letta untuk berhati-hati, dan berpesan pula pada Roberto untuk menjaga Letta dengan hidupnya.
Tentu saja Roberto mengiyakannya.
"Jadi, kita makan malam dimana?" tanya Letta begitu sudah duduk di belakang Roberto.
"Pegangan dulu," balas Roberto.
"Aku sudah berpegangan ke belakang," balas Letta.
Roberto menghela nafas kasar. Ia kemudian menoleh ke belakang dan meraih kedua tangan Letta yang kemudian ia tempatkan melilit perutnya. Hal tersebut otomatis membuat jarak Letta dengan Roberto menjadi lebih dekat serta jantung Letta yang kini berdegup kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kau Milikku[ON-GOING]
Novela Juvenil#2 Sanjaya FOLLOW AKUN INI JIKA TIDAK INGIN KETINGGALAN. Sebelumnya: Pemuda Romantis Bagaimana jika kita jatuh cinta dengan sahabat masa kecil kita? Apakah itu salah? Itulah apa yang dirasakan Ricko pada Abi, sahabat masa kecilnya. Hidup bertetangga...