Chap 2

85 9 2
                                    

***

Hawa musim gugur yang khas terasa sangat menenangkan. Setiap jalan setapak diselimuti daun-daun maple yang jatuh berguguran.
Cuaca sore hari dan mega merah membuat susanan menjadi sangat nyaman.
Seorang gadis kecil tengah berjalan menelusuri jalan dua arah yang setiap jalannya didominasi warna jingga khas musim gugur. Angin berhembus pelan sesekali gadis kecil itu memunguti daun-daun itu dan memasukanya kekeranjang kecil miliknya. Dia terlihat sangat bahagia berjalan sembari bernyanyi-nyanyi. Dia tersenyum sangat manis hingga menampilkan dua lesung pipit disetiap sudut pipinya, Matanya begitu indah memancarkan kebahagiaan yang setiap orang tak dapat merasakannya.

***

Aku terduduk melamun di pinggir danau dekat Istana. Memikirkan mimpi yang sering muncul akhir-akhir ini. Mimpi itu tak kunjung henti-hentinya mendatangiku.

Namun, disaat aku tengah memikirkan mimpi itu tiba-tiba saja sebuah getaran tanah mengagetkanku aku menoleh kesumber suara dan mendapati Tulip tengah datang dan duduk di sampingku. Getaran itu timbul dari langkah Tulip yang besar. ranting-ranting dan daunnya menghalagiku dari sinar matahari yang sejak tadi menerpaku.

"Apa yang kau pikirkan Alice, aku perhatikan sejak tadi kau hanya melamun?" tanyanya yang membuatku mengalihkan pandanganku ke istana yang terlihat indah dengan pemandangan danau yang memisahkanya.

"Aku bermimpi aneh akhir-akhir ini,"
seruku yang masih menatap keindahan istana Pesotomia.

"Hmm, mimpi seperti apa?" tanyanya lagi, sembari meboleh kearah ku.

"Mimpi tentang gadis kecil, yang berada di suatu tempat yang sangat indah. Tempat itu di hiasi pohon-pohoh yang aneh pohon yang daunya berwarna merah, kuning, jingga dan coklat." Tulip terlihat sangat serius mendengarkanku berbicara. Akupun melanjutkan ceritaku tentang mimpi itu.

"Tempat itu sangat indah pohon-pohon di sana menjatuhkan daun-daunnya di tanah sehingga terlihat sangat indah. Tempat itu sangat nyaman dan tenang. Aku melihat seorang gadis tengah berlari ke sana ke mari sesekali dia memungut daun-daun kering yang berjatuhan itu, Dan dia terlihat sangat bahagia."

Tulip mengerutkan dahinya,
"daun - daun yang berjatuhan dan berwarana merah, kuning dan jingga?" tanyanya membuat aku menghentikan ceritaku.

"Kau tau tempat itu?" tanyaku penasaran.

"Tidak, tapi aku pernah mendengarnya. Tempat misteris yang
Memiliki musim yang disebut musim gugur."

"Musim gugur? tempat macam apa itu yang memiliki musim seperti itu," Aku sedikit megerutkan dahiku.

"Iya, aku pernah mendengar mitos tentang musim gugur. Konon katanya musim itu hanya terdapat di suatu tempat yang sangat misterius ta--"

"Bagaimana caranya aku bisa pergi ke tempat itu?" tanyaku antusias.

Tulip menghela nafas pelan mendengar aku memotong pembicaraanya.
"Entahlah, aku juga tidak tahu, tapi mengapa kau sangat ingin pergi ke sana?".

Aku terdiam sejenak, entah apa yang ada dipikiranku aku juga tidak tahu mengapa aku ingin pergi ke sana. Tempat itu seakan memanggilku seperti ada seseorang yang tengah menungguku di sana.

"Aku seperti pernah pergi ke sana, aku hanya penasaran saja kok. Tempat misterius yang memiliki musim aneh yang disebut musim gugur itu."

Tulip memalingkan wajahnya kearah langit,"sebaiknya kau tidak usah penasaran tentang hal itu, tempat itu hanya mitos tak ada yang tahu seperti apa dan di mana tempat itu berada."

Benar juga apa yang dikatakan Tulip, untuk apa aku pergi ke sana tapi, aku merasa ada yang aneh. Tempat itu, dan mimpiku benar-benar terlihat nyata. Tak mungkin itu hanya mitos belaka.

***

Jari-jariku menelusuri setiap sudut lemari buku yang terpampang luas di perpustakaan Pesotomia. Perpustaakan ini adalah perpustakaan terbesar di negeri Pesotomia. Di sini terdapat berbagai macam mantra-mantra yang sulit untuk dihafalkan. Namun, aku datang ke sini bukan untuk mencari mantra.

"Apa yang kau cari Alice?" Sosok yang sangat aku kenal muncul dari balik tembok.

"Astaga pak Fendor, Anda mengagetkan saya," seruku yang masih sedikit syok melihat Pak Fendor yang tiba-tiba saja muncul dari balik tembok perpustakaan.
Salah satu kebiasaan buruk si tua berkumis itu adalah muncul tiba-tiba dari balik tembok. Dia bahkan tidak pernah menggunakan pintu masuk atau pintu keluar. Dia selalu menembus tembok mana saja yang ingin dia lewati tak perduli di manapun dia berada.

Dan aku yakin si tua berkumis itu pasti dari toilet. Dilihat dari tembok yang barusan dia tewati itu mengarah ke toilet. Astaga, aku mulai berpikir yang aneh-aneh.

"Aku bertanya padamu!" tegasnya yang kini sudah mulai berkecak pinggang. Bola mata yang hampir meloncat keluar itu sedikit membuatku bergidik ngeri.

"A-aku sedang mencari mantra untuk membetulkan sapu terbangku yang sedang rusak. Pak Fendor." Aku menyengir terpaksa, yang membuatnya menghela nafas kencang dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Ayo ikut denganku, aku ingin memberikanmu sesuatu," serunya yang kemudian melangkah meninggalkan perpustakaan dengan menembus tembok. Aku hanya memutar kedua bolah mataku ke atas.
Entah apa yang dipikirkan si tua berkumis itu menyuruhku mengikutinya, sedangkan aku sama sekali tak bisa menembus tembok.
Namun, tak lama dia kembali ketempatnya semula dan menatapku tajam.

"Kenapa kau masih di sini! Bukankah aku menyuruhmu untuk mengikutiku!"

Sekali lagi aku memutar kedua mataku, "apa bapak lupa aku bahkan belum menghafal mantra untuk menembus tembok."

Pak Fendor kemudian mengetuk kepalaku dengan tongkat sihirnya yang membuatku terkejut dan meringis kesakitan. Dan tak lama setelah dia mengucapkan mantra kami sudah berada di suatu ruangan yang lumayan besar.

"Ini di mana pak Fendor?" Mataku menelusuri setiap sudut ruangan. Setiap dinding dipenuhi buku-buku ruangan yang cukup besar untuk bermain bola. Langit-langit atapnya terdapat sebuah lukisan seperti langit malam dan ada lukisan yang cukup besar.

Aku melangkah mendekati lukisan itu, lukisan itu mirip seperti daun kering berwarna coklat. Bentuknya mirip sekali dengan bentuk daun yang ada di bandul kalungku yang kini masih melingkar di leherku.
Kalung berbandul daun, dengan warna perak.

"Maple, nama daun itu, indah bukan?" Aku terbangun dari lamunanku, dan menoleh kearah si tua berkumis itu.

"Daun maple? Aku baru mendengarnya. Daun apa itu?" tanyaku pada pak Fendor yang sepertinya merasakan rasa penasaranku tentang daun itu.

"Itu daun musim gugur, mitos yang yang sering diceritakan orang tua dahulu." Pak Fandor melangkah menuju sebuah peti berukuran besar yang berisi setumpuk sapu terbang.

"Musim gugur?" Bahkan si tua berkumis itu pun tahu tentang mitos musim gugur itu.

"Kau baru mendengarnya?" tanyanya, pak Fendor lalu duduk dan membuka sebuah buku aneh.

Aku melangkah mendekati pak Fendor dan duduk di depanya. Sembari terus mendengarkanya berbicara.

"Tempat itu berada sangat jauh dari sini. Tak akan dapat ditempuh walau dengan terbang dan berkuda."

"Lalu, bagaimana caranya agar bisa pergi ke tempat itu?" Aku tak tahu, perasaan apa ini. Sehingga membuatku sangat tertarik dengan tempat itu. Dan aku merasa ada sesuatu yang membuatku terikat dengan tempat itu. Mimpi itu, anak gadis misterius itu, Musim gugur, daun maple dan hal-hal aneh yang membuatku sangat ingin pergi ke sana.

"Kau pernah dengar mantra terlarang? Mantra itulah cara agar bisa pergi ke sana"

Aku terdiam sejenak, mantra terlarang itu hanya para tetua yang memilikinya. Kalo seperti itu berarti ayah mengetahuinya juga.

Magic AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang