Chap 6.

39 5 2
                                    

Aku melangkah dengan cepat kesebuah ruangan di rumah sakit. Setelah Ibu mengabarkan sesuatu tentang keadaan kakak perempuanku.
Dengan tergesa-gesa aku membuka pintu ruangan itu.
Jantungku berdetak kencang, apa benar kabar yang dikatakan Ibu, jika kakakku sudah sadar dari komanya.

Ini benar-benar mustahil setelah beberapa minggu lalu ayah mengatakan akan melepaskan Kakakku dan kini dia sadar dari komanya.

Mataku membulat sempurna ketika aku melihat Ibu tengah menyisir seorang gadis. Ya, gadis itu adalah kakak perempuanku yang sudah koma selama bertahun-tahun.

Dia tersenyum padaku, wajahnya sangat cantik. Aku terbiasa melihatnya, terbaring di tempat tidur. Dan kini aku melihatnya tersenyum kepadaku.
Dia sedikit terlihat bingung saat melihatku, Ibu mengusap lembut kepalanya dan tersenyum kepadaku.
Aku yang masih terdiam terpaku melangkah mendekatinya.

"Alice, kau masih ingatkan Rachel dia adikmu," seru Ibu. Alice sedikit menegakkan tubuhnya dengan bantuan Ibu.

"Ra-Rachel?" ucapnya.

Aku menjatukan tasku dan berlari memeluknya.

"Kakak. Ini benar-benar Kakaku, tuhan terimakasih. Terimakasih." Berulang kali aku mengucapkan itu. Kakaku sadar dan kini dia ada bersamaku. Entah kata apa yang harus aku ucapkan, selama sepuluh tahun dia terbaring tak sadarkan diri itu semua karena aku, dia yang menyelamatkanku dari kecelakan itu dan akhirnya membuatnya koma. Aku mengutuk diriku sendiri, setelah kejadian itu keluargaku hancur, aku hancur.

Dan kini, satu hal satu permintaanku terkabulkan. Aku melihatnya sadar dan dapat mengenaliku.
Setiap malam aku terus menangis menyesali semua hal yang terjadi padaku dan kini aku melihatnya baik-baik saja. Setidaknya ada satu orang lagi alasanku agar tetap hidup.
Aku berjanji tuhan aku akan menjaganya tak akan aku menyakitinya lagi.

Aku tersenyum pandanya dan merapikan pakainya yang sedikit berantakan. Aku lirik ibu yang keluar ruangan rumah sakit dia berpesan untuk menjaga Kakakku sebentar karena dia harus mengambil obat.

"Bagaimana sekolahmu?" serunya. yang membuatku mengalihkan pandanganku.

Aku menatap lembut kearahnya." Sekolahku baik, aku punya banyak teman-teman yang baik kepadaku."seruku berdusta.

Aku tidak ingin melihatnya sedih mendengar tentang masalahku di sekolahku. Di mana aku selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh teman -temanku.

"Benarkah?" tanyanya kembali membuatku sedikit gugup.

"Kau ini bertanya yang aneh-aneh, kau kan baru sadar dari komamu. Lagi pula, untuk apa kau bertanya hal itu," seruku, mengalihkan permbicaraan.

Aku menatapnya penuh penyesalan, seharusnya saat ini dia sudah berada di bangku sekolah. Bukannya terbarung lemah di rumah sakit. Entah samapai kapan aku menyalahkan diriku yang lemah ini tak bisa melakukan apapun bahkan untuk saudaraku sendiri.

"Hay jangan menatapku seperti itu. Kau tau aku sangat benci ditatap seperti itu." Dia mengibas-ngibaskan tanganya membuatku terbangun dari lamunanku.

Dia tersenyum dan mengelus lembut rambutku, "kau tau Rachel, kau adalah adiku yang paling baik. Sayang, aku lebih cantik darimu," ucapnya yang mebuatku terkekeh geli. Dia masih seperti dulu, kakakku yang menyebalkan.

"Kau tertidur terlalu lama setelah kau bangun kau masih sangat menyebalkan. Apa yang kau mimpikan saat tertidur lama?" tanyaku, sedikit penasaran tentang apa yang dialami seseorang saat koma.

"Aku pergi sangat jauh, kesuatu tempat yang sangat indah. Dan aku sangat senang berada di sana," serunya yang menatap lama kearah luar jendela.

"Jangan pernah pergi lagi, seindah apapun tempat itu. Tetaplah berada di sini." Aku tersenyum lembut kearahnya.

"Benarkah, kau pikir aku mau terus berada di sini bersama adik yang selalu mengompol dan menangis ketika diledek teman-temanya," serunya yang lagi-lagi membuatku terkekeh geli.

Jika di ingat dulu saat kami masih kecil aku selalu berlari dan menangis mengadu kepadanya jika ada teman yang tengah menggangguku.
Aku tak pernah menceritakan apaun masalahku kepada Ibuku karena aku yakin itu akan membuatnya sedih. Karena itu aku selalu bercerita semua masalaku kepada Kakakku.

Dia akan bertingkah seperti Ibuku ketika ada anak laki-laki yang menggangguku. Kakakku tidak tomboy tapi dia sangat kasar. Dia akan membalas siapapun yang menggangguku dengan caranya sendiri. Dialah kakaku Alice, dia sama sekali tidak berubah sifatnya masih sama seperti dulu.

***

Aku melangkah menuju sekolah, mulai saat ini aku berjanji tak akan membolos lagi. Aku akan mencoba menghadapi apapun yang terjadi di sekolah. Lagipula sebentar lagi kenaikan kelas, aku harus meningkatkan nilaiku. Mungkin nanti aku akan meminta ayah untuk menambah jam lesku agar aku semakin fokus dalam pelajaran.
Sedikit demi sedikit aku akan merubah sifat-sifat buruku.

Aku menatap gerbang Sekolah yang terbuka lebar. Demi Ibu dan kakakku aku harus melewati apapun masalah yang aku hadapi nanti. Lagi pula mungkin aku hanya akan bertemu Berta dan pengikutnya dan itu bukan masalah besar.

Aku melangkah melewati gerbang sekolah dan berjalan menelusuri kolidor. Di setiap jalan aku melihat tatapan aneh yang diberikan teman-temanku kepadaku. Mereka berbisik seakan ada yang sedang mereka pergunjingkan.
Entah, perasaanku saja atau memang aku yang sedang mereka gunjingkan.
Aku merasakan getaran handphon di sakuku dan aku membuka sebuah pesan.

Mataku membulat sempurna saat aku melihat foto-foto yang menampakan tubuhku beredar di semua media sosial. Siapa yang tega melakukan ini menyebarkan foto-foto mesum yang menampakan separuh tubuhku tanpa pakaian bersama Will.

Aku menatap sekelilingku dan melihat seluruh siswa menatap hina diriku. Ini pasti perbuatan Berta, tapi dari mana dia mendapatkan foto-foto ini. Aku mengepal kuat tanganku dan melangkah pergi. Namun, seoarang pria menghentikan langkahku.

"Nona Rachel Katherine, bisa ikut keruangan saya!" tegasnya yang menatap sangar diriku.
Dengan perlahan aku menganggukan kepala dan bergegas melangkah mengikutinya.

Tak selang beberapa lama aku keluar dari ruangan Bu Bella. Bahkan aku sudah mendapatkan peringatan, dan ayah pasti sangat marah dengan semua hal ini. Bukan hanya karena Foto-foto yang tersebar melainkan juga dengan nilai-nilai ku yang entah menagapa menjadi turun setelah aku masuk kelompok belajar Berta.

Seharusnya aku tidak masuk kelompok Berta. Jika aku yang harus mengerjakan semua tugas-tugasnya dan akhirnya tugas-tugasku menjadi terbengkalai.
Aku menghela nafas kesal dan melangkah pergi memcari Berta.

Sosok gadis yang sedari tadi aku cari akhirnya aku temukan. Dia tengah berbincang-bincang di kantin bersama pengikut-pengikutnya.
Tanpa berpikir panjang aku segera mendekati gadis itu.

"Apa maksudmu menyebarkan foto-foto itu Berta?" ucapku yang membuatnya menghentikan aktifitasnya bergosip dengan teman-temanya.
Seketika seluruh penghuni kanti diam dan suasana menjadi hening.

"Kenapa? Kau menuduhku yang telah menyebarkan foto-foto itu?" tanyanya yang benar-benar membuatku geram.

"Apa salahku padamu, mengapa kau begitu membenciku?" Airmataku mengalir. Entah sampai kapan Berta terus saja berbuat jahat kepadaku aku begitu lelah dengan semua hal ini.

Berta tersenyum sinis kearahku yang benar-benar membuatku kesal. Bahakan dia tidak merasa bersalah sama sekali.

Aku menjerit kesakitan ketika Berta melangkah dan menjambak rambutku.

"A-apa yang kau lakukan lepaskan aku," ringisku.

"Aku akan beritahu mengapa aku sangat membencimu. Karena aku benar-benar jijik melihat mukamu. Wanita murahan!" serunya yang mungkin dapat terdengar oleh seluruh isi kantin.

Aku yang di hempaskanya di lantai hanya dapat terdiam. Air mataku terus saja mengalir. Aku benci diriku yang lemah, bahkan untuk mengadapi Bertapun aku tidak bisa.

"Ada apa ini!!!" Suara berat terdengar menggelegar.
Kepala sekolah datang bersama beberapa guru.

"Kalian berdua ikut denganku!".

***


Magic AutumnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang