chap 6

5.1K 460 20
                                    

.

Malam yang semakin larut menambah dinginnya Suna. Desa ini seperti gurun pasir, jika siang begitu panas jika malam begitu dingin.

Gaara masih menandatangani dua tumpuk kertas yang harus diselesaikan malam ini juga dalam kantornya.

Tak lama sekertarisnya masuk setelah mengetuk pintu.

“Kazekage-sama.. apa anda membutuhkan segelas kopi atau teh?”

“Tidak. Kau pulanglah Matsuri.” Jawab Gaara yang sadar hari sudah gelap.

“Apa tidak saya saja yang meneruskannya? Dan Kazekage-sama bisa pulang lebih dulu.” Tawar Matsuri.

“Tidak.” Singkat Gaara.

“Ah.. baiklah saya pulang dulu.. di depan masih ada teman bercakap-cakap saya akan bersama mereka. Sumimasen Kazekage-sama” Pamit Matsuri.

“Hn.” Tanggap Gaara.

Matsuri undur diri dan mengambil barang-barang yang dibawanya pulang di atas meja.

Matsuri tersenyum, Ia tahu bahwa sang Kazekage memiliki kekhawatiran terhadap Desa ini begitu juga pada orang-orang yang tinggal di sini.

Jadi ia menjelaskan bahwa di depan ada teman-temannya dan memang begitu kenyataannya, karena jika tidak kejadian seorang anbu yang baru pulang misi larut malam akan diberi tugas lagi yakni membawa dirinya sekalian pulang dengan aman, lagi. Hanya gara-gara dirinya nekat menunggu Kazekage sampai tengah malam hampir usai.

Dan beberappa saat setelah Matsuri meninggalkan Gaara. Kini meja Gaara sudah bersih dari tumpukan kertas yang mengerikan karena telah dipindahkannya setelah selesai mengerjakannya.

Bersiap untuk pulang. Memakai mantel tebal yang tergantung juga mengambil guci pasirnya. Melirik kedalam ruangan yang sudah ia gelapkan sekilas dari pintu.

Barulah ia keluar kantor Kazekage setelah menutup pintunya. Beberapa kali mengangguk membalas sapaan para penjaga malam yang bertugas.

Berniat mampir ke penginapan Hinata untuk melihat Sang putri tidur. Tapi selintas memikirkan melihat gadis tidur malam hari itu tidak baik, takut terjadi yang tidak-tidak atau ia yang kepergok warga mengintip gadis tidur. Itu sangat, ntahlah ia tak bisa menjabarkannya.

‘Pulang.. besok bisa di atur’ Pikir Gaara.

Berjalan santai di keheningan malam di karenakan tengah malam tiba jadi suasana sunyi sepi.

Tak memakan waktu lama untuk sampai ke tempatnya jika berlari atau terbang menggunakan pasirnya karena lumayan jauh jarak antara tempatnya dengan kantor.

Tapi ia tiap pulang dari kantor tengah malam memilih berjalan kaki dan menikmati udara malam yang dingin sejuk, ya ia tahu udara malam tak baik tapi kan sambil melihat-lihat keadaan juga tak salah kan.

Mengganti alas kakinya dengan sandal rumah, ia melihat beberapa ruangan yang masih terang dan juga ruangan yang sudah dimatikan lampunya, seperti biasa.

Gaara yang merasa tenggorokannya kering segera berjalan ke arah dapur.

Merasakan ada cakra lain selain para penghuni tempatnya. Gaara mulai waspada meskipun tidak terlalu karena ia kenal cakra itu tapi seakan tak percaya ia terus berjalan ke dapur dengan mata dan telinga yang waspada.

Dapur yang gelap menampakan sedikit cahaya dari kulkas yang di buka, melihat ada bayangan gadis berambut panjang memegang gelas dan mengarahkan ke mulutnya.

Garaa yang berada di pintu keluar masuk dapur menyalakan sakelar lampu di sampingnya dengan tenang sambil menatap gadis sedang minum itu.

Gadis itu memunggungi Gaara. Menatap datar Gaara melihat rambut indigo terurai sedikit kusut juga dengan piyama yang dikenakan gadis itu.

Terlihat gadis itu menggadah dan menutupi sinar lampu yang membuatnya silau.

Berputar pelan agar tau siapa gerangan yang menyalakan lampu tiba-tiba.

Tak..

Untung gelas yang dipegang gadis itu bukan gelas kaca. Terlihat iris lavender membulat penuh menatap Gaara yang sedang berjalan mendekat ke arahnya dan menggapai gelas yang akan jatuh ke lantai karena gadis itu menaruhnya di meja makan terlalu terkejut.

“Hinata.” Gaara memanggil nama gadis itu dengan seringai tipis yang tak kentara di mata.

Hinata yang belum selesai terkejut akan keberadaan Gaara tiba-tiba. Dikejutkan lagi dengan nada rendah yang digunakan Gaara untuk memanggil namanya.

“H-hai’ K-ka-kazekage-sama?” Dengan refleks Hinata langsung terbata-bata menjawab.

“Kau seperti penyusup.” Komentar Gaara.

“G-g-gomen k-ka-kazekage-sama. T-ta-tadi yang t-terpikir oleh s-saya hanya s-segera m-minum jadi lupa m-menyalakan lampu t-terlebih d-dulu.”

“Kau lupa namaku juga.” Koreksi Gaara.

“A-ah.. G-gomen G-gaara-kun.” Jawab Hinata tertunduk menyembunyikan rona merahnya.

“Hn. Ambilkan segelas air.” Perintah Gaara sambil menyodorkan gelas yang dia pegang sedari tadi.

Hinata segera mengambil gelas itu dan mengisinya dengan air dingin lalu kembali menyodorkan pada Gaara yang segera meminumnya.

Hinata kembali membulatkan matanya kala ia ingat bahwa gelas yang di pegang Gaara adalah gelasnya. Dan cara Gaara meminumnya sama seperti Hinata yakni melingkarkan jari-jarinya pada pegangan gelas yang hanya satu.

Otomatis bibir Gaara menempel pada tempat yang sama dengannya.

Hinata langsung menunduk dalam. Wajahnya semerah kepiting rebus hingga telinganya.

“Lagi.” Gaara kembali memberikan gelasnya pada Hinata yang segera mengisikannya penuh sambil tetap tertunduk.

“I-ini G-ga-gaara-kun.” Gelas di terima langsung oleh Gaara.

Segera Hinata berlari sambil berteriak kecil.

“O-o-oyasuminasai G-ga-gaara-kun.” Hinata cepat memasuki kamarnya dan menutup pintu.

Alis Gaara seharusnya ada itu terangkat satu. Tak lama kembali menyeringai melihat gelas yang ada ditangannya. Berjalan tenang ke kamarnya.

Dan Hinata yang sedang menutupi wajahnya yang merah dengan bantal.

‘Ah ciuman secara tidak langsung’ Pikir mereka bersamaan.

TBC》

LAVENDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang