Bab II

1.9K 233 12
                                    

Setelah kejadian percobaan mesin portal yang Shikamaru buat kemarin, Hinata terus berusaha membujuk si Jenius untuk menjadikannya manusia pertama yang memasuki portal itu. Sulit untuk membujuknya memang, sekalipun Hinata berusaha menjelaskan dengan alasan yang logis, tetapi tidak semerta-merta Shikamaru luluh dengan tekad Hinata itu. Shikamaru memiliki pendirian untuk tidak melibatkan orang-orang yang dikasihinya  sebagai manusia pertama yang akan diantarnya ke dimensi lain.

Ia bisa memakai siapa saja, tetapi tidak di antara keempat sahabatnya itu. Karena sekalipun dirinya diakui jenius, Shikamaru tetaplah manusia yang punya rasa takut dan khawatir. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Hinata jika ia memasuki portal itu? Tak ada yang tahu. Entah akan terjadi musibah atau ... kesuksesan. Jujur, Shikamaru lebih condong pada sisi keburukan dibanding kemujuran. Maka dari itu, Shikamaru masih berkeras hati menolak bujukan Hinata.

.

"Cukup, Hinata. Tolong jangan paksa aku lagi," Shikamaru benar-benar heran sekaligus jengkel dengan sikap Hinata yang cukup berbeda. Baiklah, sedikit banyak ia tahu perubahan sikap yang dialami Hinata pasti berkaitan dengan diresmikannya hubungan antara Sasuke dan Sakura. Shikamaru tentu mengerti jika Hinata sedang berusaha menghindar dari pasangan baru itu sehingga memiliki niat gila itu.

"Anggap saja aku membantumu, ya," kata Hinata lagi. Masih belum mau menyerah membujuk Shikamaru. Mereka sedang mengobrol berdua saja di markas, sedangkan yang lain sedang dengan urusan masing-masing. Hinata memang sengaja datang lagi mengunjungi Shikamaru untuk mencapai tujuannya itu. "Juga, kau tolong bantu aku." Kali ini nada Hinata mulai terdengar sedih.

Shikamaru menoleh sepenuhnya pada Hinata, memberinya perhatian. Kemudian duduk tepat di samping sahabat paling pendiam itu.

"Dengar, Hinata. Aku masih meragukan, belum 100% yakin ada apa di balik ruang itu," ucap Shikamaru pelan, berusaha membuat Hinata mengerti, sekalipun itu adalah ujarannya yang kesekian kali.

Hinata mengalihkan pandangannya ke arah lain, ke mesin portal itu yang sedang dimatikan.

"Pikirku, kenapa aku mengajukan diri karena ... jika kau meminta orang lain, pasti akan ada awak media yang berusaha mencari tahu. Dan bisa-bisa rencanamu ini bocor sebelum waktunya."

"Itu juga cukup masuk akal, Hinata. Sebenarnya aku cukup tahu kalau kau sedang berusaha mengalihkan perhatianmu, 'kan?" akhirnya Shikamaru pun sudah gatal untuk mengucapkan kalimat terpendamnya. Tentu bukan dengan maksud untuk menyakiti Hinata, ia hanya ingin meluruskan pemikiran Hinata.

Hinata sendiri cukup terkejut. Memang tidaklah aneh jika Shikamaru bisa tahu maksud lain Hinata yang mengajukan diri, dan mungkin Tenten pun tahu.

"Kalau kau sudah tahu, itu berarti kau mau 'kan membantuku?" Hinata mengambil kesempatan itu untuk membuat luluh si Jenius. Tentu saja, kelemahannya saat itu ia jadikan sebagai senjata agar Shikamaru mau mengizinkan Hinata pergi ke portal tersebut.

"Tidak, Hinata."

"Kumohon, Shikamaru. Aku yakin aku akan baik-baik saja," balas Hinata. "Kalau pun kau cukup cemas, kau bisa memasangkan alat pendeteksi padaku selama aku masuk ke sana sehingga jika terjadi sesuatu padaku, kau bisa tahu." Ada benarnya saran Hinata. Memasuki portal itu mungkin ada risikonya. Entah apa pun itu. Dan jika memang seseorang masuk ke sana, Shikamaru bisa memasangkan alat pendeteksi. Namun kemungkinannya sejauh ini, tidak bisa menggunakan alat berupa kamera sebab gelombang yang ada di portal tersebut berbanding terbalik dengan sistem yang ada pada kamera. Ia takut itu bisa memicu hal-hal yang lebih buruk.

Mau tak mau, Shikamaru hanya bisa membuat alat komunikasi suara saja serta detektor berupa microchip.

Shikamaru melirik Hinata yang memandanginya penuh keseriusan dan tekad bulat. Gadis itu benar-benar sudah di ambang kekeraskepalaannya. Sulit untuk mengaturnya ke jalur yang biasanya sebab faktor penyebabnya mengenai hati yang ... terluka, kecewa.

Sky In The PondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang