Hinata hampir tidak memercayai keadaan yang sedang terjadi padanya. Ia bergumul dalam hati apakah semua ini nyata atau hanya sebatas mimpi indah yang sedikit nakal. Namun benak dan otaknya mengatakan bahwa itu nyata jikalau bukan karena indra pengecapnya mencicipi rasa manis, segar, dan sedikit getir yang disalurkan dari indra pengecap lain yang memenuhi mulutnya. Percikan api menggelitik di bagian dalam perut dan memicu jantung untuk merasakan adrenalin yang menggebu.
Hinata tidak ingat seberapa lama dirinya dibuat membeku di dekapan erat lelaki itu. Rasanya seperti lama sekali sebab ia perlu menghirup udara dengan normal.
Dengan sedikit rontaan tanpa berniat menjauh, akhirnya oksigen bisa didapatnya lagi.
Sekali lagi, Hinata diingatkan bahwa ini adalah nyata, sebab napas hangat yang hampir panas berembus terburu-buru di wajahnya, menyamakan deru napasnya sendiri.
"Ya, ampun," Hinata bergumam malu sambil menelusupkan wajah merahnya di dekapan lelaki itu. "Ini bukan mimpi, 'kan?"tanya Hinata setengah sadar dengan keadaannya. Ia masih belum kembali ke akal sehat sepenuhnya yang bisa bertindak logis. Wajar jika Hinata cukup terkejut pada apa yang baru saja terjadi. Bagaimana mungkin Sasuke yang Hinata tahu betul tiba-tiba mendekap dan memberinya kecupan yang menghanyutkan isi kepalanya?
"Tentu saja bukan, Bunga Matahariku." Dan sejak kapan Sasuke memberikan julukan manis itu pada Hinata?
"Jujur, aku masih sedikit sangsi." Tentu saja semuanya terasa aneh karena sikap Sasuke yang sangat tidak biasa.
"Hm, perlu kubuktikan?"
Jika dulu manusia hanya bisa berandai-andai terbang di udara karena manusia jelas tak memiliki sayap, tetapi berkat kejeniusan Wright bersaudara, angan yang semula hanya mimpi siang bolong dan sebatas dongeng, bisa terwujud dengan terciptanya pesawat. Bahkan sekarng ini ada baju yang dirancang khusus untuk bisa merasakan terpaan angin dengan melayang-layang di udara bebas di atas ketinggian.
Manusia bisa katakan angan-angan hanya sekadar imajinasi belaka yang tak mungkin terjadi. Akan tetapi, selalu ada jalan dan cara jika seseorang memiliki kemauan dan tekad besar untuk mewujudkannya.
Seperti halnya Hinata. Memang dirinya tidak meminta terbang atau pergi ke bulan. Ia punya angan mendapatkan kebahagiaan dari seseorang yang amat didambakannya. Kejadian ketika dirinya yang meminta perhatian, tetapi malah berbuah kekecewaan, menjadi hantaman keras baginya bahwa apa yang diinginkannya selalu tidak sejalan dengan takdir. Ia hampir menyesalkan diri sendiri dengan pertanyaan yang orang-orang frustrasi biasa umbarkan, 'Untuk apa aku dilahirkan?'. Beruntung, itu hanya sekelebat saja di kepalanya, tidak sampai ia utarakan oleh mulut. Sekarang, Hinata mensyukuri dirinya yang tak mengucapkan kata-kata itu.
Angannya menjadi kenyataan. Kendati Hinata masih dilanda kebingungan yang menggerogoti pikirannya, ia jelas sekali tidak mau melepaskan sumber kelegaan hatinya, napas, dan denyut jantung yang menggila. Memang seperti inilah rasanya mendapat balasan dari perasaannya yang disangkanya bertepuk sebelah tangan. Prasangka itu pupus sudah. Hatinya lega luar biasa.
Itu dibuktikan dengan gerakan liar dan posesif di antar belahan bibirnya makin membuat Hinata terjerat gairah yang belum pernah dialaminya selama ini. Hinata berusaha membalas, tetapi ia benar-benar tidak berpengalaman dalam hal berciuman, apalagi seintens itu. Namun ... tak ada salahnya mencoba, 'kan?
"Bagaimana? Kau masih meragukannya? Apa ini mimpi, hm?"
Jujur, kalau saja lelaki di hadapannya itu bukan lelaki yang amat dikasihinya, Hinata yakin akan menghajarnya saat ia melepaskan tautan bibirnya di saat Hinata berusaha seberani mungkin ingin balik mencumbunya.
Hinata hanya memberikan tatapan sebal pada Sasuke.
"Aww, Bunga Matahariku, jangan cemberut begitu," ucap Sasuke sedikit terkekeh geli melihat raut kesal gadisnya, yang tak tahu kenapa sebabnya. Diusapnya bibir Hinata menggunakan ibu jarinya, "Cukup dulu, oke? Aku tak mau bibir manismu ini terluka karena keantusiasanku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky In The Pond
FanfictionCintanya bertepuk sebelah tangan. Sebuah penemuan hebat Shikamaru menimbulkan peluang baru Hinata untuk mendapatkan kebahagiaannya. Tetapi sahabat-sahabatnya memaksa Hinata untuk kembali pada kenyataan. Hinata yang sedang dalam puncak bahagia dipaks...