Bab IV

1.5K 185 6
                                    

Telapak tangan yang hangat disambut Hinata dengan rona merah di area wajahnya. Sejenak pikirannya teralihkan dari kebingungan dirinya yang terdampar entah di mana.

"Konoha," jawab Sasuke dengan senyuman. "Ini di Konoha."

Hinata tercenung mendengar nama tempat yang asing di telinganya.

"Konoha?" tanya Hinata memastikan. Sasuke mengangguk.

Karena kebingungannya semakin parah, Hinata mengamati saksama lingkungan tempat itu, mulai dari pepohonan, bangunan yang ada, tanah, bahkan langit. Hinata sedikit paranoid akibat film anime yang pernah ditontonnya tentang dunia antah berantah yang akan terlihat janggal jika melihat ke langit. Dan begitu kepalanya menengadah memandang langit, ... tak ada yang berbeda layaknya langit di Tokyo saat sore hari. Hinata positif jika tempat ia berpijak saat itu adalah Bumi. Dan Hinata bersyukur akan itu.

"Kenapa? Ada yang mengganggumu?" Perhatian Hinata teralihkan untuk menengok ke arah Sasuke. Hinata ragu harus menjawab apa dari pertanyaan pemuda itu. Jika Hinata mengatakan dirinya tidak familier dengan tempat yang bernama Konoha, pasti Sasuke akan mengira Hinata tidak waras. Dan kalaupun Hinata menjawab jujur jika dirinya datang dari Tokyo menggunakan mesin pengantar ke dimensi lain, itu pun bukan pilihan terbaik. Kedua pilihan jawaban Hinata sama-sama berpotensi membuatnya frustrasi.

Tidak punya solusi lain, Hinata hanya mengangguk, mengiyakan pertanyaan Sasuke. Sesuatu memang sedang mengganggu pikirannya, tapi ia sendiri bingung bagaimana menjelaskannya pada Sasuke.

"Aku hanya ... sedikit bingung, Sasuke. Kepalaku pusing." Ucapan Hinata tidak sepenuhnya bohong. Mungkin saking bingungnya, kepala Hinata tidak siap menerima kejadian yang dialaminya secara fisik dan mental. Hanya dalam kurun waktu sehari-seingatnya memasuki portal-Hinata dikejutkan dengan hal-hal menghebohkan layaknya mimpi di siang hari. Jelas rentetan kejutan itu membuatnya hampir limbung secara mental.

"Kalau begitu, biar kuantar pulang, ya? Aku yakin keluargamu akan sangat terkejut bahagia dengan kepulanganmu kemari." Hinata mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Sasuke. Ia kembali terkejut mendengar Sasuke menyebutkan keluarganya.

Perasaan waswas mulai muncul lagi. Hinata sudah menyadari jika dirinya tengah terdampar di tempat asing ini dan bertemu dengan replika hidup orang-orang yang dikenalnya. Hinata jujur merasa takut jika ia akan diantar pulang ke keluarganya di tempat itu, seperti yang baru saja Sasuke katakan. Hinata cemas akan seperti apakah sosok keluarganya. Apakah sama seperti keluarga aslinya, atau ... sosok-sosok asing yang sama sekali tidak Hinata kenal? Sungguh, pemikiran kedua itulah yang menjadi sumber kecemasannya. Jika seandainya terjadi, anggota keluarganya di Konoha bukan sosok keluarga aslinya, maka Hinata tidak akan bisa membayangkan apa jadinya. Kalau mereka baik, jika tidak?

Maka, Hinata harus tinggal di mana selama ia terdampar di tempat itu?

Tempat Sasuke? Entahlah, itu tidak terdengar menenangkan. Bagaimana jika keluarga Sasuke tidak bisa menerima kehadiannya? Itu juga masalah besar!

Pikiran Hinata mulai buntu mencari-cari solusi dari kecemasannya. Ia baru saja disadarkan oleh kinerja otaknya yang sudah bekerja normal; melihat situasi, mengenal sekitarnya, lalu mulai merangkum keganjilan yang dirasakan, terakhir memecahkan masalah. Sayangnya, otaknya sudah tidak mampu lagi memikirkan solusi bagus. Sumber pemikirannya butuh istirahat.

.

.

Kedua telapak tangan Hinata mulai basah oleh keringat yang disebabkan kegugupan yang dialaminya begitu Sasuke sudah membawa Hinata ke depan pintu gerbang rumah tradisional Jepang. Di samping pintu gerbang kayu itu terdapat ukiran nama keluarga yang mendiami tempat tersebut; Hyuuga.

Sky In The PondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang