Bagian Lima

456 20 8
                                    

NEXT Chapter... hhhaaa akhirnya update lagi, setelah vacuum (gayanya :D) lebih dari 4 bulan, kalau ibarat buku yang ga pernah dibuka, udah penuh debu dan sarang laba2 ni user wattpad wkkwkkwk; btw, terima kasih sekali kepada teman-teman yang masih setia mantengin karya gaje ini. terkhusus yang vomment, yang udah nambahin cerita ini ke list-nya, atau yang hanya sekedar lewat aja. Thank You guys, You are Amazing. maaf kalau ceritanya ga sesuai harapan, still amateur hehehhhehe :D. diharapkan sangat sarannya, ya.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Aku menahan gelakku sedari tadi, semenjak kedatangan kami ke rumah Wak Lan untuk mencari tahu mengenai kebenaran Orang Pendek, entah sudah berapa kali Danu menikmati hentakan ringan koran yang dipegang oleh Wak Lan ke kepalanya, aku hanya berusaha menahan gelakku untuk menghindari tatapan sinis Wak Lan yang tidak senang ceritanya diganggu oleh suara tawa atau dipotong oleh pertanyaaan.

Aku menghapus sudut mataku yang mulai berair menahan tawa, di usianya yang telah memasuki kepala enam Wak Lan masih tampak cukup bugar walau dengan badan kurusnya yang ditutupi banyak keriput hanya dengan menggunakan kaos oblong dengan lambang salah satu partai besar -tipikal baju-baju kampanye yang sering dibagikan partai-partai saat mendekati pemilu untuk menarik minat pendukungnya serta sebuah sarung yang tampak lusuh. Aku kembali menatap Wak Lan dengan khidmat, dia tampak tersenyum memandangi sikapku, sepertinya dia senang ada yang menantinya untuk bercerita. Tentu saja aku tidak mau melewatkan kesempatan ini.

Dua Jam yang lalu, dalam perjalanan menuju Desa Wak Lan,

"jadi Wak Lan itu orangnya gimana?" tanyaku pada Danu.

"Wak Lan?" ujar Danu mengalihkankan sebentar pandangannya dari jalanan menoleh kearahku dari kaca spion sebelah kanan motornya. Aku mengangguk.

"terakhir kali kesana sekitar 3 tahun yang lalu waktu masih sama kakek. seingat aku sih beliau itu orang santai, ya tipe kakek2 periang gitu yang walaupun udah tua tapi tetap gesit" cengir Danu yang kuperhatikan dari kaca spion.

Aku hanya mengangguk kecil, membentuk mulutku seperti huruf yang lama tanpa mengeluarkan suara,

"terus beliau ga keberatan kan kalau kita banyak2 nanya gitu tentang pengalaman waktu mudanya dulu?"

"ya ga lah, beliau sama kayak kakek. seneng banget kalau ada yang antusias sama ceritanya apalagi tentang Orang Pendek itu, pasti ga bakalan berhenti ceritanya ntar tu."

"tapi jangan coba2 dipotong waktu bicara, beliau paling ga suka" jelas Danu. Aku mengangguk kuat tanda mengerti.

Kali ini aku kembali terbahak dan dengan cepat aku kembali mengatup mulutku, kembali mendengarkan Wak Lan dengan khidmat. Wak Lan menoleh padaku sesaat sebelum kembali menengadahkan kepalanya, melanjutkan kembali ceritanya yang terpotong. Hingga Wak Lan menarik napas panjang menutup ceritanya tidak ada diantara kami berdua yang memotong cerita Wak Lan. Kami terdiam sejenak, aku memperhatikan Wak Lan yang turut menoleh kearahku memastikan bahwa ceritanya telah selesai.

"jadi menurut pandangan pribadi Uwak sendiri bagaimana? apakah Orang Pendek itu ada?" tanyaku dengan hati-hati.

Wak Lan terdiam sejenak lalu berdiri beranjak menuju halaman depan rumahnya yang tidak dibatasi oleh pagar dan menengadahkan kepalanya ke arah langit lalu ke arah hutan lebat yang berbatasan langsung dengan sisi kiri rumah Wak Lan.

"jawabannya bisa ya dan tidak" jawab Wak Lan sambil tersenyum ringan. Aku mengangkat alisku dan menoleh ke Danu yang hanya menmngangkat kedua bahunya tanda bahwa dia juga tidak mengerti apa maksud Wak Lan.

Ekspedisi : Orang PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang