Bagian Dua

660 20 3
                                    

Aku menatapi papan tulis yang penuh dengan angka-angka dengan tatapan yang kosong, aku menghela nafas panjang, rasa bosan telah mengusikku sedari tadi, matematika memang bukan pelajaran yang aku senangi, aku kembali menghela nafas.

Potongan kecil kertas yang dibulat-bulatkan bergulir kearahku, aku menatapi bola kertas kecil yang masih bergulir tersebut hingga terhenti akibat terhambat oleh tanganku, ternyata bukan aku saja yang menganggap bahwa matematika bukanlah pelajaran yang menarik, teman sebangkuku -Andi- telah sedari tadi bermain meriam kertas bersama temanku yang lainnya yang duduk didepannya -Danu- dengan saling melempar bola-bola kertas yang mereka buat dari potongan-potongan kertas buku tulis mereka, sedari tadi aku telah memperingatkan mereka buat tenang, gawat kalau sampai ketahuan Bu Susi, guru mtk kami, yang killer­-nya minta ampun. Saat itu aku baru satu minggu bersekolah disana, aku kenal Andi karena kami teman sebangku tidak lama aku telah menjadi teman dekatnya, dan karena Danu adalah teman dekatnya Andi, maka kami juga jadi cepat akrab, ketika jam pelajaran pertama hari itu adalah matematika, Andi berbuat ulah dikelas karena mengerjai Danu yang tertidur, sontak hentakan Danu yang terbangun akibat sesuatu yang diletakkan Andi dimulutnya yang tidur sambil menganga. Akibatnya seluruh kelas menoleh ke arah kami bergitu pula Bu Susi, dan sialnya aku dan Andi yang tertawa paling keras melihat Danu menyeka-nyeka lidahnya dengan telapak tangan, akibatnya kami di strap oleh Bu Susi hingga ke mata pelajaran berikutnya.

Aku hanya kembali menghela nafas mengingat kejadian itu, dan kembali mengalihkan perhatianku dari duel kedua temanku yang tidak mau berhenti tersebut, aku tidak ingin terbawa-bawa seandainya mereka ketahuan, di bangku depan tampak Tia menoleh ke arah Danu dan Andi dengan tatapan tidak menyenangkannya, lalu menoleh kearahku, aku hanya mengangkat bahu tanda menyerah, artinya bahwa aku telah berusaha namun mereka tetap tidak peduli, lalu Tia kembali menarik perhatiannya ke papan tulis. Begitulah Tia, dia pasti telah tahu betul bagaimana dengan sifat kedua sahabatnya tersebut, Tia satu-satunya teman perempuan yang sering kumpul bersama kami, setidaknya Andi dan Danu selalu memanfaatkan Tia dengan melihat PR ataupun tugas Tia sebelum dikumpul, begitu juga aku, khususnya yang berhubungan dengan mtk.

Tia tahu betul bahwa tidak ada yang dapat menghentikan mereka berdua kecuali tidak ada kertas lagi, ketahuan Bu Susi, atau... Ttettt... Tteet.. aku menarik senyum simpul, bel istirahat, Danu dan Andi bangkit dari bangkunya dan bersorak riang, hasilnya tatapan lasernya Bu Susi langsung mengarah ke sudut kanan belakang kelas, aku menoleh mencari tumpuan pandangan lain, namun tampaknya Bu Susi hanya diam saja hari itu, mungkin karena waktu mata pelajarannya telah habis,

"baiklah, anak-anak minggu ini kita pertemuan terakhir sebelum Ujian Tengah Semester, minggu depan kalian telah minggu tenang untuk dua minggu kedepannya siap menghadapi ujian, selama libur jangan lupa belajar, khususnya geng disudut sana" ujar Bu Susi sambil menunjuk ke sudut kami berada "kalian tidak ingin nilai kalian rendah kan disemester dua ini" tambah Bu Susi masih dengan tatapannya yang tampaknya benar-benar mampu mengeluarkan sinar laser. Kami hanya mengangguk, termasuk aku, secara reflex karena tampaknya geng sudut yang ditunjuk Bu Susi, aku juga masuk hitungannya disana.

Setelah Bu Susi beranjak meninggalkan kelas, maka kelas pun kembali riuh, waktu istirahat. Tia menghampiri meja kami,

"kalian benar-benar, ya. Ga bisa apa kalau ga cari masalah sama Bu Susi?" tanya Tia setibanya di meja kami

"siapa juga yang cari masalah, Tia. Bu Susi aja tuh, yang udah sensi duluan sama kita" ujar Andi merasa bahwa dirinya ga salah

"tetap aja. Emangnya mau nilai mtk kalian jelek?" ujar Tia lagi

"kan ada Tia" tambah Andi singkat, mata Tia membelalak besar menatap Andi, seakan siap menerkam Andi bulat-bulat

"Ya. Kan kita belajar bareng sama Tia" ujar Danu

"Namanya aja belajar, paling kalian bakalan buat contekan dari catatan yang aku buat" Tia benar-benar tahu betul bagaimana sikap mereka, walau tampak jutek namun akhirnya Tia bakalan tetap membantu mereka dalam memahami pelajaran

"udah ah, kantin yuk" ajakku memecah perdebatan mereka

"ha.. betul tuh, Tia mau ditraktir bakso" bujuk Andi, Tia balas menatap Andi dengan selidik, "Aku ga gampang di suap ya" tolak Tia, "kalau nambah es jeruk boleh" tambah Tia dengan cengiran khasnya, kami pun bergerak ke kantin masih dengan gurauan-gurauan garing Andi tentang pelajaran mtk tadi, begitulah persahabatan kami, walau tampak saling jutek namun akhirnya tetap kembali tertawa bersama lagi.

Tidak terasa semester pertamaku disekolah ini telah hampir setengahnya ku lalui, awalnya aku tidak begitu bersemangat dengan sekolah baruku dan pelajarannya karena aku pindah kesekolah ini pada semester dua di kelas dua, aku merasa tertekan duluan bagaimana mengejar pelajaranku dengan yang lain, namun siapa sangka aku dapat beradaptasi dengan cepat, semester dua telah setengah jalan ku lalui, ya semoga saja Papa menepati janjinya, kalau kami tidak bakalan pindah-pindah lagi.

Ekspedisi : Orang PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang