5. Berbeda

15 4 0
                                    

Mungkin hanya butuh 1 menit untuk mencintaimu. Tapi, butuh beribu ribu hari untuk menghilangkan rasa ini. Melupakan semua yang pernah kita lalui berdua.

"Avi Prameswari!. Bangun! Sekarng itu waktunya pelajaran saya! Kenapa kamu tidur!?"

Suara bu Lia yang keras tersebut berhasil membangunkanku dari tidur pagiku dikelas. Aku benar benar sangat terkejut.

Yah, karena semalam aku memang tidak tidur untuk membaca novel pemberian Damar.

Dan sekarang hukuman yang harus aku terima adalah berdiri didepan kelas sambil memegang salah satu telingaku, selain itu salah satu kakiku juga harus terangkat. Layaknya hukuman untuk anak SD.

Hal ini tentu saja membuatku sangat malu, karena ini adalah pertama kalinya aku dihukum. Sungguh aku tidak akan mau mengulangi tidur didalam kelas lagi. Dan aku juga akan tidur dengan tepat waktu saat malam hari.

Tok.. Tok.. Tok..

"Permisi bu"

'Deg'

Kedatangan Damar membuatku lebih malu lagi. Dia pasti akan menertawakan-

'Astagah aku lupa. Damar kan masih marah padaku'

Dia berjalan melewatiku tanpa melihat aku sama sekali.

Aku tau jika minta maaf padanya mungkin akan sulit. Tapi aku akan mencoba saat dia melewatiku lagi. Aku akan mencoba mengatakannya walaupun harus dengan suara yang pelan agar semua tidak mendengar.

"Avi! Siapa yang suruh menurunkan tangan dan kakimu!?"

Ucap bu Lia berhasil membuat Damar melihatku walaupun hanya sekilas. Yah,  dia sama sekali tidak memberikan senyuman kepadaku, padahal senyuman terbaik telah kuberikan padanya saat ia melihatku tadi.

Akhirnya yang kutunggu tiba, ia berjalan kembali kearah pintu dengan melewatiku. Dengan spontan aku mengucapkan kata maaf padanya secara perlahan. Dan ya, dia sempat berhenti walaupun aku rasa hanya satu detik.

'Yeay dia mendengar' ucapku dalam hati dengan rasa sangat senang.

Rasanya sekarang aku ingin melompat lompat lalu berteriak dengan kencang.

Karena terlalu gembira aku lupa akan hukuman yang kuterima. Aku kembali menurunkan tangan dan kakiku lalu senyum senyum sambil tangan kugunakan untuk menutup mulutku, mataku juga berbinar layaknya mendapat hadiah baru yang sangat indah.

"Avi! Kenapa kamu senyum senyum!? Ada yang lucu!? Kalau kamu menurunkan tangan dan kakimu lagi! Saya akan hukum kamu untuk berdiri dilapangan!"

Yaps. Aku. Terkejut.
Dengan mudah dan seenaknya, guru itu membuatku kehilangan kebahagiaanku, walaupun sedikit!.

Akhirnya bel pulang telah berbunyi dan sekarang aku akan menemui Damar untuk meminta maaf sekali lagi. Siapa tau dia akan memaafkanku kali ini, aku sudah melihat sedikit peluang saat dia berhenti dan mendengarkanku tadi.

"Fajar tunggu!, kamu teman sekelas Damar kan?. Apa kamu tau sekarang Damar dimana?"

"Damar ya?, bukannya dia sudah pulang dari tadi?"

Dengan segera aku mengucapkan terima kasih padanya. Namun aku masih bingung karena tidak biasanya ia pulang secepat ini.

Aku juga gak pernah ngerti dimana rumah Damar. Akhirnya otakku yang cerdas ini mulai mengingat bahwa aku mempunyai nomer ponselnya. Dengan segera aku mengambil ponselku lalu memencet nomor ponsel Damar, kutekan tombol hijau yang artinya aku menelponnya, namun tak ada balasan darinya. Sudah kuulang berkali kali namun tetap saja. Dan akhirnya aku memutuskan untuk meminta maaf besok saja.

Aku berjalan menuju arah parkir untuk mengambil kendaraan.

"Avi tunggu!" ucap salah seorang yang suaranya kukenal.

"Iya Ra ada apa?"

"Nebeng dong. Hehehehe...... " jawab Rara dengan diiringi senyuman yang membuatku sedikit geli.

**
Hari telah berganti dan aku sengaja berangkat kesekolah lebih pagi agar aku dapat bertemu dengan Damar.

Tepat digerbang aku menunggunya datang. Dan ya,  tidak sampai 10 menit aku menunggu, Damar sudah datang disekolah yang cukup mewah ini.

Dengan segera aku menghampirinya, namun saat aku didekatnya semua terasa berbeda. Sepi, sunyi dan rencanaku untuk meminta maaf tidak berjalan seperti yang telah kupikirkan.

Aku kira meminta maaf pada Damar itu sangat mudah karena aku tahu dia menyukaiku tapi ternyata semua pikiranku salah besar. Sejak aku berada didekatnya ia hanya diam, tanpa ada satu katapun yang terucap. Namun aku harus memberanikan diri karena kesempatan tidak datang dua kali tapi mungkin tiga kali.

"Damar aku.... Emm... Aa..ku min.. Ta maaf"

Aku memang tidak berani melihat matanya, aku hanya mengatakannya sambil menunduk. Aku kira ia akan menjawab pernyataanku tadi atau mungkin ia akan mengatakan sesuatu tapi ternyata ia menghiraukanku. Aku terus mengatakannya dan aku juga sudah menjelaskan bahwa aku sangat menyesal. Namun aku rasa semua itu sia sia saja.

Saat hampir sampai dikelas dia langsung masuk begitu saja tanpa memperdulikanku bahkan untuk berpamitan saja tidak ia lakukan seperti biasanya.

'Apa dia semarah itu?' batinku dengan rasa yang sedih.

Aku tidak mungkin mengikutinya hingga dikelas karena kita emang beda kelas. Sampai akhirnya aku memilih untuk memasuki ruang kelasku dan berdiam diri.

Aku memutuskan untuk tidak akan kemana mana agar aku bisa memikirkan cara untuk meminta maaf pada Damar.

Aku nenar benar berada dikelas hingga akhurnya bel pulang dibunyikan. Aku menghampiri Damar untuk mengucapkan maaf sekali lagi namun tetap saja Damar hanya menghiraukanku.

"Apa aku harus mengatakan kepada seluruh dunia tentang kesalahanku? Agar kamu mau memaafkanku?"

Suaraku yang keras membuat Damar berhenti sejenak. dan yah, aku tidak akan melewatkan kesempatan ini untuk mengatakan kepadanya.

"Aku udah capek Dam! Capek minta maaf sama kamu tapi selalu kamu hiraukan!. aku memang pernah mengatakan kalau dulu aku membencimu. tapi, apa kamu pernah tau tentang perasaanku yang sekarang!?. Kadang dalam berjuang 'sabar' memang dibutuhkan. Tapi sabar juga memiliki batas! Dan sekarang kesabaranku sudah mencapai batas Dam. Sudahlah, saat ini aku hanya ingin mengucapkan maaf atas kesalahanku selama ini. Entah kamu mau nerima maaf aku atau enggak. Yang jelas aku udah minta maaf sama kamu! Oh ya satu hal lagi, mulai sekarang aku tidak akan mengganggumu lagi."

Setelah puas mengatakan segalanya aku langsung pergi meninggalkan Damar sendirian.

Aku berlari menuju arah kembali tiba tiba aku bertemu dengan wanita berkacamata yang pernah kutemui. Namun, aku rasa ia sudah jarang kulihat dan sekarang ia dengan tiba tiba datang disini saat aku tidak ingin berbicara atau bertemu dengan siapapun.

"Kak aku mohon jangan ninggalin kak Damar. Aku tau kakak capek. Tapi, kalau kakak sayang, perjuangkan kak. Namun jika kakak cinta maka pertahankanlah kak"

'Astagah kenapa ucapannya sama dengan Rino?, apa iya dia mengerti perasaanku?' Batinku namun tak kuhiraukan.

Aku segera berlari karena air mata ini sudah tak bisa kutahan lebih lama lagi.

~~~

Uhhh.....
Jelas gak sih?
Komen ya biar aku tahu 😄😆
Ohya vote juga biar bisa lanjut 👍

PENYESALAN DALAM BENCITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang