Hampa

1.9K 176 18
                                    

"Nal, jangan gini terus lah, kakak gak suka" kata kak rian, sambil menyingkap korden kamarku.

Selama satu bulan ini, kak rian mempunyai pekerjaan baru.

Membuka korden kamarku setiap pagi.

"Kamu itu udah kaya mayat hidup" ucap kak rian kesal.

Selama sebulan ini, aku juga merasa hidup segan mati pun tak mau.

Ternyata ini maksud veranda waktu di taman.

Seminggu setelah itu, ia pergi membawa galen bersamanya.

Entahlah aku juga tak tau, apa penyebab dan alasannya.

Ia meninggalkanku, tanpa sepatah kata apapun.

Yang aku tau, ketika bangun tidur, ia telah tiada tanpa meninggalkan penjelasan.

Hampa?

Hidupku memang hampa tanpanya.

"Nal, makan dulu lah, seenggaknya kamu butuh tenaga untuk bergalau" kata kak rian, membuatku menoleh dengan tatapan datar.

Bahkan, untuk melotot pun, aku sudah tak sanggup.

Lelah sekali aku.

Dan bodohnya, aku masih menepati janjiku pada veranda.

Aku masih sangat mencintainya.

Kak rian benar, aku butuh tenaga.

Setelah minggu pertama veranda menghilang, aku seperti orang gila.

Mencarinya tanpa kenal waktu.

Anak buah kak rian pun, belum berhasil melacak keberadaan veranda.

Dimana dia? Pertanyaan itu, tak pernah absen menghampiri kepalaku.

Apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mungkin dia pergi tanpa sebuah alasan.

"Nal, sini biar kakak suapi" ucap kak risa yang telah berada di kamarku.

Lagi, lagi aku terlalu asyik dengan duniaku.

Kak risapun mulai menyuapi ku dengan telaten.

Aku jadi merasa seperti mempunyai sosok ibu.

"Nah udah selesai, sekarang kamu minum dulu" kata kak risa sambil menyerahkan gelas, dan aku mulai minum dengan perlahan.

Setelah selesai, aku segera menyerahkan kembali gelas yang telah kosong kepada kak risa.

Kak risa beranjak ingin meninggalkanku, aku menarik baju bagian belakangnya.

Kak risa menoleh ke arahku, aku mengisyaratkan nya untuk duduk di sampingku.

Kak risa menurutiku. Segera kupeluk dirinya erat.

Setelah menahan tangis sekian lama, aku mulai menumpahkannya.

"Dia jahat kak" ucapku pilu.

Kak risa memilih diam dan mengusap punggungku.

"Apa kurang pengorbananku kak?" tanya ku menatap kak risa.

Kak risa masih memilih bungkam.

"Dia selingkuh, sampai hamilpun aku masih menerimanya, walaupun itu tanpa sengaja" jedaku menarik ingus.

"Sakit? Tentu saja kak, sangat sakit, tapi lagi-lagi aku menghiraukan rasa sakitnya, aku memilih untuk bertahan. Jika seperti ini, apakah aku masih harus terus bertahan?" tanyaku pada kak risa, yang menatapku dengan genangan air mata yang siap jatuh.

"Bertahanlah nal, sampai kamu tak sanggup lagi, bertahanlah nal, sampai kamu lupa, bahwa kamu sedang bertahan" kata kak risa mengusap air mataku.

"Apa selalu harus aku yang memperjuangkan semuanya sendirian?"

"Nal, percaya sama kakak, tidak ada yang sia-sia, berjuanglah sampai kamu benar-benar lelah" ucap kak risa terus menyemangatiku.

"Aku sudah lelah kak" kataku putus asa.

"Yakin?"

Aku mengangguk ragu-ragu.

"Kakak tau, kamu itu kuat, kamu belum lelah, dan kakak yakin kamu tidak akan menyerah"

Aku menatap kak risa dalam.

Aku memang tidak akan menyerah.

Dimanapun Veranda, aku pasti akan menemukannya.

Kak risa beranjak pergi meninggalkanku, setelah meyakinkanku untuk tetap semangat.

Ku pandangi album yang berada di atas meja.

Segera ku ambil, dan aku membukanya dengan perlahan.

Terpampang wajah galen, yang tengah tertawa gembira.

Sekarang, aku hanya bisa meraba foto itu, tanpa merasakan kehadiran wujud aslinya.

Terpampang wajah veranda, yang tengah menggembungkan pipi bakpaunya.

Aku menciumi foto veranda, dengan penuh perasaan.

Dan ku buka lagi, lembaran demi lembaran, terpampanglah fotoku, yang tengah tersenyum penuh keceriaan.

Seakan-akan aku berkata pada dunia bahwa aku sangat bahagia, bahwa hidupku sangat sempurna.

Lalu sekarang?

Aku hanya duduk sendirian, mengenang masa-masa yang penuh warna.

Memeluk setiap kenangan yang ada.

Menempelkan erat pada ingatanku, agar tak hilang.

Setidaknya, ketika kalian tak ada, Kenangan ini yang akan menemaniku.

Menemaniku dalam semuku.

Menemaniku sebagai bayangan pengobat rindu.

Sampai mereka pulang kembali padaku, karena aku adalah rumah.








TBC.

SACRIFICE (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang