Penyemangat Baru

2.3K 223 7
                                    

Saat ini tengah malam, aku terbangun dari tidurku.

Kupandangi wajah kinal yang tengah terlelap. Pasti dia sangat lelah.

Ku elus pelan pipinya, bahkan dia masih tetap nyenyak tidurnya. Tidak terusik.

Aku beranjak dari kasur dengan perlahan. Ku pegangi perutku yang sangat besar.

Minggu ini adalah prediksi kelahiran anakku.

Dan kinalku semakin protektif. Padahal aku sudah bilang padanya, untuk biasa saja.

Mungkin, dia terlalu takut kalau aku kenapa-napa.

Sampailah aku di dapur, ku tuang air putih ke dalam gelas. Aku mulai meminumnya.

Ku taruh lagi gelas itu pada tempatnya, saat aku ingin beranjak, Kurasakan nyeri pada bagian perutku.

Apakah ini sudah waktunya?.

Dengan mencoba untuk tetap tenang, dan mengatur nafas. Aku mulai berjalan dengan pelan menuju kamar.

"Nal, bangun sayang" ucapku menepuk-nepuk pipi kinal.

Kinal tak bergeming sama sekali.

"Nal, aku mau melahirkan!" kataku dengan keras, dan mencengkram kerah piyamanya.

Kinal langsung terbangun, dengan wajah yang menampakkan kepanikan.

"Aku harus apa? Aku harus apa?" ucapnya berulang-ulang menatapku.

"Tenang sayang, jangan panik, kamu tarik nafas dulu ya" kataku menenangkannya.

Aku jadi bingung, ini yang mau lahiran siapa sih? Aku atau dia.

Kinal menuruti apa yang aku perintahkan.

Aku terkekeh geli, melihat wajahnya yang sangat tegang.

"Sekarang, kamu ambilkan semua perlengkapan yang udah aku siapin, kamu udah taukan?"

Kinal mengangguk kaku, dan mulai berjalan meninggalkanku.

Ternyata, nyawanya masih belum terkumpul semua.

Aku duduk di atas sofa, dan mengelus perutku lembut, agar bayiku tenang.

"Sakit sekali?" tanya kinal dengan membawa tas yang berisi semua perlengkapan.

Aku hanya tersenyum menahan nyeri.

Kinal memapahku pelan-pelan menuju basemant.

"Kamu pucet banget sayang" ucapku saat kami tengah berada di lift.

"Aku takut kamu kenapa-napa" katanya dengan nada yang bergetar menahan tangis.

Segera ku genggam erat tangannya.

"All is well" ucapku berkali-kali.

Kinal mengangguk pelan.

Lihatlah kinalku, aku yang akan melahirkan, tapi malah dia yang terlihat kesakitan.

---------------

"Kamu mau beri nama siapa anak kita sayang?" tanyaku pada kinal yang tengah asyik menimang bayi kami.

"Bagaimana kalau alister galen pratama?" ucap kinal menatapku dan raka bergantian.

Raka memang ada disini bersama jen.

Dan dia menyerahkan nama anaknya pada kinal, katanya kinal jauh lebih berhak.

Dan aku juga tak tau mengapa, bayi laki-laki ku ini sangat mirip sekali dengan kinal.

Hanya bentuk bibirnya saja yang seperti raka.

Sedangkan aku? Hanya pipinya yang menyerupaiku yaitu cabi, selain itu tak ada.

Dari mulai mata, hidung, bentuk wajah, semua hampir serupa dengan kinal.

Entahlah, aku juga tak tau mengapa.

Atau mungkin selama aku hamil, aku selalu memikirkan kinal? Mungkin.

"Artinya apa sayang?" tanyaku padanya.

"Alister berasal dari bahasa yunani yang artinya penjaga. Galen dari bahasa latin, yang artinya tenang. Pratama dari bahasa jawa yang artinya beruntung"

"Wah bagus, kamu tau dari mana?" tanyaku takjub.

"Dari internet" jawabnya cengengesan.

"Sudah kuduga" celetuk jen, yang membuat kinal melotot sebal.

"Tak apa sayang, aku suka" ucapku lembut.

Kinal tersenyum bangga, dan meledek ke arah jen.

Sedangkan jen, wanita itu terlihat menahan kesal mati-matian.

Aku hanya tersenyum, menyaksikan hiburan di depanku.

Raka? Laki-laki itu tengah menimang buah hatinya dengan rasa sayang.

Terimakasih raka, atas ketidaksengajaan, aku memperoleh penyemangat baruku.

"Kamu harus istirahat ve" kata kinal menatapku dalam.

"Nanti sayang"

"Kamu gak capek apa?"

"Gak sama sekali, rasa capekku hilang, karena kehadiran malaikat kecil kita"

"Keras kepala" celetuknya kesal.

"Seperti mu" ledekku padanya.

Bibir kinal maju lima senti.

Sungguh, kinalku sangat menggemaskan jika seperti ini.

Raka dan jen pun pamit pulang. Bayi kami telah dibawa suster ke ruang bayi.

Tinggallah aku dan kinal di ruangan ini.

"Kamu bahagia?" tanyaku menatap wajahnya.

"Sangat"

"Syukurlah kalau kamu bahagia"

"Terimakasih ve, telah melahirkan anak yang sangat sempurna, aku sangat menyayangi kalian" ucapnya tersenyum dan mencium kedua telapak tanganku.

Aku mengangguk penuh haru.

Sekarang, ada satu lagi alasanku untuk tetap hidup.

Yaitu, penyemangat baruku.

TBC.









SACRIFICE (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang