Sebuah Berita

2K 195 1
                                    

"Masak sih jen?" tanyaku tak percaya.

"Iya nal, serius deh" ucap jen membuatku geleng-geleng.

Hebat sekali si raka, sekali bercinta sepuluh ronde.

"Kamu kuat jen?"

"Kamu meragukanku?"

"Aku hanya gak percaya aja"

Aku masih terus takjub.

Dasar dua sejoli, mereka memang gila.

"Gak usah heran kali nal"

"Ya aku masih gak nyangka aja"

"Aku buktinya loh"

"Aku tau jen, tapi beneran deh, kalian kuat banget" ucapku berdecak kagum.

"Kamu emang biasanya berapa ronde?" tanya jen membuatku tersedak.

"Tiga ronde aja, capek banget"

"Lemah banget kamu nal"

"Jen!" seruku melotot tak terima.

"Bercanda nal, gak usah melotot juga" ucap jen cengengesan.

Dasar gila!.

Aku kira dia mengajakku ketemuan untuk membicarakan hal yang penting.

Nyatanya..

Ah, tak perlu ku deskripsi kan.

-----------

"Aku pulang" teriakku penuh senyuman.

Kulihat seorang laki-laki duduk membelakangiku.

Veranda hanya tersenyum canggung.

Ada apa ini?.

Laki-laki itupun mulai menoleh ke arahku.

Deg.

Tidak mungkin!

Bagaimana bisa, dia tau aku ada disini.

Senyum cerahku, hilang seketika.

"Kak rian" ucapku ragu, masih tak menyangka.

"Iya, ini kakak"  katanya dengan suara bariton, yang telah lama tak ku dengar.

Merindukannya? Pasti.

Bagaimanapun, dia adalah satu-satunya saudara kandung yang aku punya.

"Kamu duduk dulu nal" perintah veranda lembut.

Aku mulai duduk di depannya.

Kak rian masih sama seperti lima tahun yang lalu. Hanya rahangnya terlihat semakin tegas.

Matanya yang dulu selalu lembut, kini menatapku penuh dengan kedataran.

Veranda mulai beranjak dari duduknya, aku mencengkram tangannya.

Aku mengisyaratkan nya agar tetap duduk di sampingku.

Veranda menggeleng pelan.

"Biarkan dia pergi, kakak butuh bicara empat mata denganmu" ucapnya tegas.

"Kak.."

"Tidak apa sayang, lagipula aku harus menjaga galen, takut dia ke bangun" katanya memberi pengertian.

Dengan pelan, kulepaskan cengkeraman tanganku.

Veranda mulai berlalu, masuk ke kamar galen. Aku tau, dia sengaja memberikan ruang, agar aku bisa berbicara berdua dengan kak rian.

"Apa kamu bahagia?" tanya kak rian sinis.

"Seperti yang kakak lihat" jawabku mencoba tersenyum.

SACRIFICE (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang