Prolog

485 84 27
                                    

Seakan tidak ada tempat untuk orang yang lemah di dunia ini. Selalu dipandang sebelah mata adalah salah satu alasan kenapa Evan masuk kedalam dunia yang gelap. Di matanya, untuk menjadi hebat tak perlu pintar, hanya dengan meloncat pagar atau dikejar guru itu sudah membuatnya merasa menjadi orang terhebat seantero sekolah.

Tak ada yang ingin Evan cari selain sensasi agar bisa dikagumi. Kata orang, penting untuk mendapat nilai bagus atau menjadi juara satu dikelas karena itu akan menjanjikan kesuksesan di masa depan. Namun bagi seorang Evan Ardian Wijaya itu bukan satu-satunya hal yang menjamin sukses.

Karena di dunia ini butuh keberanian untuk melewati batas menuju kesuksesan. Sama halnya dengan meloncat pagar sekolah. Meninggalkan pelajaran hanya untuk bersenang-senang dengan teman, bukankah itu hal wajar dikalangan pelajar?

"Hey! Kalian mau pergi kemana!?" Teriak Pak Tono, satpam sekolah yang sering menjadi korban keisengan Evan cs.

"Kepo amat pak!" Jawab Evan sambil terus berlari menjauhi Pak Tono yang sudah terengah-engah mengejarnya.

Brakk!

"Aduh!" Seorang gadis terjatuh setelah bertabrakan dengan Evan.

Dengan wajah yang kesal Evan menatap gadis yang masih membersihkan tanah yang mengotori pakaiannya, "Heh! Mahluk astral! Itu mata di pake! Jangan ditutupin gitu! Dasar kura-kura ninja!" Bentak Evan sambil berusaha berdiri.

"Ma-af... saya nggak sengaja." Ucap gadis itu terbata-bata. Namun, saat Evan akan kembali berbicara, matanya langsung terfokus saat menatap langsung mata indah dari gadis yang ia tabrak.

"Maaf..." Ucap gadis itu lagi, tapi Evan masih tidak merespon karena masih menantap ke arah gadis bercadar didepannya itu.

"Van! Kabur Van! Ada Bu Aisyah!" Teriak Rifki menyadarkan Evan dari dunia 'gaib' yang menyelimutinya, sambil menyebut salah satu guru killer yang menjadi musuh bebuyutan Evan.

Tanpa komat-kamit lagi, Rifki langsung menarik tangan Evan dan berlari menuju tembok belakang sekolah.

"Lho, kamu murid baru pindahan itu kan?" Tanya Bu Aisyah saat berdiri dihadapan gadis bercadar yang menjadi 'korban' pertama Evan hari ini.

"Iya bu, saya murid baru, pindahan dari Ponorogo. Perkenalkan, nama saya Kamila Lyra Aulia." Jawab Kamila dengan sopan.

Bu Aisyah mengangguk, hari ini menjadi hari keburuntungan bagi Evan karena Bu Aisyah lebih memilih untuk kembali ke ruang guru menemani Kamila.

---

"Kampret! Gila Bu Aisyah, udah tua gitu masih bisa maratonan." Ucap Rifki terengah-engah. "Hari ini kita mau bolos kemana Van?" Tanyanya pada Evan yang berdiri dibelakangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Van! Woy!" Ucap Rifki sambil menyadarkan Evan dari lamunannya. "Lo mikirin apa sih? Lo nyesel kabur dari Bu Aisyah? Ya elah... Kalo lo nyesel, minta maafnya besok aja pas lebaran." Tambah Rifki sambil menaiki motornya yang memang sudah sengaja ia parkir di belakang sekolah.

"Rif, lo tau gak cewek yang tadi gue tabrak?" Tanya Evan membuat Rifki mengerutkan keningnya. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Rifki mendengar Evan bertanya tentang perempuan.

"Van, lo sehat?" Tanya Rifki dengan wajah datarnya sambil memegang dahi Evan.

"Ah, kampret lo Rif! Gue sehat walafiat! Cabut yuk." Ucap Evan langsung menaiki motornya yang juga terparkir di belakang sekolah.

---

Bel sekolah berbunyi, semua siswa berteriak senang karena akhirnya mereka bisa keluar dari penjara dunia yang bernama sekolah. Baik siswa maupun siswi berhamburan keluar dari gerbang sekolah layaknya semut yang berlari karena terkena tetesan air.

"Mil, lo pulang sama siapa? Gue bawa mobil, mau pulang bareng?" Tanya seorang siswi dengan rambut sebahu, kepada Kamila yang masih merapikan buku-bukunya.

"Gak usah takut ngerepotin, nanti aku naik angkot aja." Jawab Kamila membuat teman didepannya mengendus kesal.

"Ayo dong... Kita kan baru temenan, boleh dong gue tau dimana rumah lo. Gak ngerepotin kok." Ucap Mita meyakinkan Kamila.

"I-iya deh... Aku ikut." Jawab Kamila membuat Mita tersenyum puas.

Kedua gadis itu pun keluar kelas menuju tempat parkir khusus siswa. Mita dengan lihainya mengendarai mobil sedan berwarna putih miliknya. Sepanjang perjalanan menuju rumah Kamila, mereka berdua tak henti-hentinya bercerita mengenai berbagai hal.

Tittt...!

Mita mengerem mendadak sambil membunyikan klaksonnya dengan keras saat ia melihat seorang pengendara motor yang ugal-ugalan di depannya, "Gesrek! Woy Evan! Mau mati lo! Kalo mau mati gak usah ngajak-ngajak!" Teriak Mita saat tahu jika pengendara itu adalah teman kelas 'kesayangannya', Evan.

"Lo nggak apa-apa?" Tanya Mita kepada Kamila yang duduk disampingnya.

"Iya, aku nggak apa-apa." Jawab Kamila masih mengelus dadanya karena terkejut.

Kamila menatap punggung Evan yang terus menjauh mengendarai motornya, "Dia orangnya emang gitu ya? Tadi pagi, dia yang nabrak aku." Ucap Kamila yang sukses membuat Mita terbelalak.

"Gila! Lo tau gak, dia itu iblis nyata paling brutal yang pernah ada. Parahnya lagi, dia sekelas sama kita. Gue saranin, jauhin itu mahluk. Bisa-bisa ntar lo jadi korbannya." Ucap Mita memperingati Kamila.

"Seburuk-buruknya manusia, aku yakin dia begitu karena ada penyebabnya, ada yang mempengaruhi, tanpa kita ketahui. Dan aku yakin, dia bisa berubah." Jawab Kamila sambil menatap Mita yang memasang ekspresi seolah berkata jika itu tidak akan mungkin.







----------

Asslamualaikum... Hai readers! Perkenalkan aku Liza, penulis baru di watty. Dan ini adalah cerita pertamaku. Semoga kalian bisa terhibur membaca ceritaku ini. Jangan lupa tunggu next partnya ya...

Cahaya Di MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang