10 - [Dear No One]

230 9 5
                                    

Berharap seseorang akan meraih dan menggenggam tanganku selamanya,
dan seseorang itu adalah kamu.

Ketika pagi mulai menjemput. Malam pun berganti dengan sinar sang surya yang mulai menembus sekeliling. Pagi, pertanda semua aktivitas rutin untuk setiap hari akan dimulai. Sebentar lagi matahari akan muncul ke permukaan setelah tertidur sejenak dari tempat peristirahatan.

Fajar, keadaan di mana ketika cahaya kemerah-merahan tampak di langit sebelah timur menjelang matahari terbit. Waktu ini ditandai dengan cahaya terang yang memancar secara horizontal pada garis cakrawala.

"NAURAA SUBUH!" suara wanita yang umurnya sudah menginjak kepala empat itu tidak pernah absen di setiap pagi.

Mama Naura adalah manusia paling cerewet jika menyangkut tentang Naura. Semua itu dilakukan karena Rianty menyayangi Naura. Putri semata wayangnya selalu saja susah dibangunkan. Padahal Rianty sudah mengingatkan untuk tidur lebih awal agar tidak kesiangan. Jam weker pun rasanya tidak cukup dan membuat Rianty untuk turun tangan sendiri.

Rianty mengguncang-guncang bahu milik putrinya. "Subuhhhh, Nauraaaa!!!"

Perempuan yang tengah tertidur di ranjang tersebut menggelihatkan tubuhnya ke samping sambil menguap. Mamanya pun hanya bisa mengelus dada sabar. Rianty tidak menyangka akan memiliki anak perempuan seperti ini.

"Astagfirullah Nauraaa... Subuh Nak, subuhhh!!! Dosa kamu tambah banyak kalau nggak salat!"

Naura perlahan membuka matanya. Kelopak matanya terasa berat. Samar-samar ia melihat keadaan sekitarnya. Dilihatnya Rianty sudah berdiri di sebelahnya. "Naura ngantuk," setelah itu ia memejamkan matanya kembali.

"UANG JAJAN MAMA POTONG YA?"

Sontak hal tersebut membuat mata Naura langsung terbuka dan membulat sempurna. "Uang jajan Naura kan udah dikit Ma? Masa dipotong sih."

Perempuan dengan rambut yang sedikit berantakan itu beranjak dari tempat asalnya untuk mengambil air wudhu. Sedangkan Rianty hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan putrinya. Mungkin harus dengan cara ini agar Naura tidak meninggalkan kewajibannya.

***

Setelah selesai bersiap-siap, Naura keluar dari dalam kamarnya dan turun ke meja makan. Ia mengambil sepotong roti dan mengoleskan selai cokelat di atas rotinya yang selalu ia jadikan sarapan sebelum berangkat sekolah. Naura lebih memilih sarapan dengan roti atau susu. Ia tidak pernah sarapan dengan nasi atau makanan berat lainnya, alasannya karena perutnya akan mulas.

Tidak lama setelah itu Juan datang menghampiri Naura yang sedang menikmati roti buatannya. Pria itu menarik kursi yang ada di hadapan Naura lalu menyantap nasi goreng yang sudah tersaji sejak tadi. Beda dengan Naura, Juan justru harus sarapan dengan makanan berat seperti nasi. Selain itu, memang papa Naura suka sekali makan. Yang membuat Naura heran adalah meskipun porsi makan Juan banyak tetapi badannya tetap segitu-segitu saja, oh mungkin karena Juan menyempatkan berolahraga di saat hari Minggu.

"Kamu kenyang cuma makan roti aja Dek?" tanya Juan sambil meletakkan gelas minumnya.

Naura mengangguk pelan. "Naura nggak kayak Papa, ih."

"Kamu sekarang udah jarang olahraga sama papa."

"Naura sibuk, Pa. Hari Minggu udah bukan hari libur lagi, banyak tugas apalagi Naura juga udah kelas dua belas, mau ujian."

"Olahraganya kan pagi, lagian papa lihat kamu juga belum bangun. Itu definisi sibuknya kamu?"

Skakmat.

Aku, Kamu, dan TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang