Kami berdua masih dalam keadaan paling mengenaskan yang pernah ada. Minseok mengebut semampunya dan aku hanya bisa membantunya dengan menatap cemas kebelakang, berharap Baekhyun tak mengikuti.Lagian, mana mungkin dia ingat bagaimana mobil Minseok dan nomor platnya.
"Sepertinya dia tak mungkin mengikuti kita," aku berusaha menghibur diri. Aku masih saja sibuk dengan mengatur pernafasanku kembali normal.
"Ya! apa daritadi kau melihat kebelakang karena memikirkan hal bodoh itu?" dia menoleh sebentar kearahku, lalu kembali fokus membelah jalanan Seoul yang mulai tampak sepi.
Kulayangkan pukulan kecil ke rambutnya yang dipenuhi anak-anak keringat,"Seorang Baekhyun mungkin saja melakukannya. Kau tak tahu sih, apa yang dibicarakan,"
"Aku tak mau tahu lagian," potongnya.
Mataku mendelik menatapnya,"Aish, kau ini. Paling hebat dalam hal memotong perkataan orang," lalu aku kembali duduk normal, menatap kedepan. Berusaha untuk berhenti khawatir dengan hal-hal gila yang mungkin saja terjadi.
"Yena-ya, aku haus," matanya melihat ke pinggiran jalan,"Kita berhenti disana ya, sebentar saja," ucapnya sembari meminggirkan mobilnya.
Minseok melepas seatbeltnya, lalu mengambil beberapa lembar uang dari laci kecil di mobilnya,"Kau mau apa?"
Aku berfikir sebentar,"Aku mau ikut aja," entah kenapa bibirku mengatakan hal lain dari perintah yang dikirim otak kecilku.
Padahal aku ingin mengatakan susu pisang tadinya.
Dia menatapku penuh tanya. "Kau masih takut?" diletakkannya telapak tangan besarnya itu di keningku.
Kutepis kasar, lalu kutatap wajahnya yang terkekeh pelan itu,"Kau fikir aku akan demam disaat seperti ini?"
"Who knows? Kau pernah demam saat semester satu karena takut dimarahi dosen, ingat?"
Pikiranku kembali dilayangkannya pada ingatan beberapa tahun lalu. Hal paling memalukan dalam sejarah pertumbuhan hidupku.
"Ya!" hampir saja kulayangkan tangan ini kalau tak ditahannya.
Dia menangguk cepat,"Baiklah, baiklah. Kubelikan susu pisangmu. Kau menunggu didalam. Kalau ada apa-apa, hubungi aku," diperlihatkannya, tepat didepan mataku, ponselnya yang masih menyala,"Aku membawanya," lalu dia keluar menuju kedai kecil dipinggir jalan.
Suasana mobil kembali hening. Buluku masih meremang, kalau saja aku mengingat kejadian tadi dimana kami berlarian seperti adegan didalam drama. Untung saja yang mengejar kami hanya satu, itupun hampir saja kami tertangkap.
Aku yang tadinya hendak mengecek, pesan LINE dari siapa yang membuatku dan Minseok masuk kedalam hal sial itu.
Namun, suara motor menganggu pendengaranku. Kucuri pandang melalu spion mobil, melihat ulah siapa yang membunyikan motornya di jalanan sepi ini.
Pantas saja suaranya semakin ribut. Dia parkir dibelakang kami.
"Siapa sih yang menciptakan motor berpol----"
Mulutku terdiam dan mataku membola, tatkala aku melihat orang yang menaiki motor tadi membuka pelindung kepalanya.
"ASTAGA! BYUN BAEKHYUN!"
Dia, dengan cepat berlari mendekatiku didalam mobil. Untungnya, tanganku sudah terlebih dahulu menggapai dan menekan kunci otomatis di bagian pintu kemudi.
"YA! BUKA PINTUMU, SIALAN!" dia menendang ban belakang lalu berkeliling, membuka satu persatu pintu yang ada.
Kututup wajahku dengan jacket Minseok yang syukurnya masih ada digenggamanku, lalu kucuri pandang kearah luar. Berharap Minseok tidak keluar dari kedai itu dan berjalan santai kesini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aimless
FanfictionTaukah kalian rasanya bagaimana, saat khayalanmu menjadi nyata? Namun, tak seindah dan tak seburuk pemikiranmu. Bisa jadi lebih buruk dan tak indah sama sekali. . . . Selamat datang dalam duniaku, dunia Fantasiku.