[34] Decision

58 14 0
                                    

Selepas perkataan Bekhyun mengenai Jihyoung, aku memutuskan diam saja, menikmati alur pesta malam ini. Mataku masih tetap segar menyala menatap orang-orang yang semakin lama semakin berkurang. Pembawa acara, juga rentetan acara lainnya terselesaikan dengan sempurna. Aku yakin, banyak yang kagum dengan acara malam ini.

Jangankan mereka, aku saja terkagum-kagum.

"Ya!" teguran pelan Baekhyun menyadarkanku.

Aku tergagap. "Haa?" mataku menatap irisnya.

"Kau melamun?"

Aku menggeleng pelan. "Ada apa?"

Dia berdiri, lalu menawarkan tangannya padaku. "Kita sudah bisa pulang,"

Aku mengernyit heran menatapnya yang berdiri menghadapku. "Tapi kan..."

"Tamunya tinggal beberapa Yena. Kita pengantin, bukan CS," penjelasan tak pentingnya membuatku jengah. Dia selalu menyadarkanku dengan cara yang sadis.

Aku mengambil tangannya, mencoba berdiri dengan banyak riasan yang melekat pada tubuhku saat ini. "Kita pulang nih?" tawarku.

Dia memutar mata sipitnya. "Astaga. Iya! Kita pulang!" serunya sedikit tertahan.

Aku terkekeh melihat ekspresi geramnya. "Kemana?" kali ini aku serius.

"Kerumahku. Maumu kemana?" dia semakin panas.

"Bukannya rumahmu masih di renovasi?" aku penasaran.

Dia menyentak tanganku dalam genggamannya. "Astaga! Sudah selesai, Bodoh."

Aku terhenyak. Sedikit sakit hati dengan perkataannya.

Tadinya, aku ingin kembali duduk saja, menghiraukan ajakannya. Namun, pembawa acara yang luar biasa menggangu ini, membuat semua mata menatap kami berdua.

"Pengantinnya tak mau pulang juga ya? Masih mau disini ya?"

Bisa kulihat Baekhyun terkekeh saat melihatku memerah mendengar perkataan itu. Suara riuh juga menyahut. Bisa kuyakini itu dari teman-teman sekantornya Baekhyun.

"Kau memang mau disini ya?" tangan Baekhyun kembali terulur.

Dan dengan terpaksa, aku kembali menyambutnya. Menghindari hal gila lainnya yang mungkin akan terjadi.

***

"Baekhyun-ssi! Sebentar!" teriakku sembari repot memasukkan kain gaun yang kugunakan kedalam mobilnya yang lumayan sempit.

Aku sedikit malu, melihat orang-orang yang menunggu kepergian kami didepan lobi hotel. Semuanya menatap tersenyum sembari tertawa kecil melihatku yang kerepotan.

"Astaga!" aku capek sendiri. Kuhempaskan kain gaun yang sedari tadi kugenggam namun kembali terlepas sendirinya, "Baekhyun-ssi! Kita gunting saja, ya?" tawarku bersemangat.

Matanya membola, diikuti teriakan kecil dari ayah dan ibu dibelakang. "Kau gila, ya!" dia keluar dari balik kemudi, kemudian memutar menghampiriku yang masih berdiri tanpa semangat.

"Dasar perempuan jadi-jadian!" kemudian dengan cepat, tangannya menggendongku seolah aku bayi kecilnya, lalu memasukkanku dengan anggun tanpa kerepotan kedalam mobilnya ini.

Jantungku seperti jatuh kedalam rongga perut mendapatinya menggendongku tiba-tiba seperti itu. Pipiku kembali memanas saat mendengar siulan heboh dari orang-orang terdekat yang menunggui kepergian kami.

Dia menutup pintu mobil disampingku pelan, lalu memutar dengan cepat mengambil posisi dibelakang kemudi. Dihidupkannya mesin, lalu membunyikan klakson menandakan kepergian kami dari sana.

AimlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang