Pemuda dibawah Hujan

189 50 32
                                    

     Langit menggelap, bersamaan dengan detik jam yang merangkak semakin lambat. Tak bergairah untuk hidup, tak bergairah pula untuk mati. Pikiranku melayang, membayang, mengawang, menuju memori dimana aku bertemu denganmu.

     Sembilan musim lalu, ketika aku pertama kali melihatmu. Dengan inderaku aku meraba, dengan hatiku aku merasa. Bahwa kau sosok yang berbeda. Tapi memangnya, apa yang diketahui oleh anak kecil sepertiku kala itu ? Aku hanya merasa menemukan teman baru, bukan teman hidup. Maka, aku berkenalan denganmu sebagai i'tikad baikku untuk dapat akrab denganmu. Rasanya, ada dorongan dalam hatiku untuk segera dekat denganmu. Takut, kalau-kalau ada predator bengis yang akan merenggutmu. Maka, sebagai tindakan pertamaku, aku memberanikan diri untuk memberimu sinyal bahwa aku ingin berteman denganmu.

     Kita belum akrab kala itu, belum pula cair dalam gelak tawa. Masih pemalu, berdiam seolah jika kita melakukan sesuatu yang mengejutkan sedikit saja, salah satu dari kita akan kabur.

     Tetes pertama dari tangisan langit telah jatuh menabrak jendela yang sedari tadi aku pandangi, seakan-akan ialah yang bertanggungjawab atas kegamangan hati ini. Bagaikan perang, sebatalion tetes air menyerbu jendela di depanku, seakan-akan membenarkan tuduhanku bahwa jendela itu benar-benar bersalah. Hujan yang awalnya hanya gerimis, makin lama makin membesar. Seperti rasa, awalnya mungil tak bermakna menjadi besar membahana.

     Kuhirup napas dalam-dalam. Samar-samar tercium aroma hujan yang datang tanpa diundang. Petrichor. Begitu orang orang menyebutnya. Bau khas yang membuat orang terlena, larut akan memori dan kenangannya sendiri. Seperti aku kini.

     Hawa dingin mulai terasa. Mencekam, menusuk tulang. Diramaikan oleh blitz dari kilat semesta dan tak lupa suara guntur dengan genderang perangnya. Menggetarkan semua jiwa yang tak siap akan kedatangannya. Maka, disinilah aku, dengan jantung berdebar, di bawah hujan, mengenangmu. Yang pernah singgah di hatiku.

AlegoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang