Aku menatap manik gelapnya dalam diam. Manik segelap malam yang selalu sukses menarikku ke dalam kepekatan warnanya. Manik setajam elang yang tak pernah lelah membuatku tergila-gila.
Pandanganku kemudian beralih. Kuamati gerak-geriknya saat ia mengacak surau hitam tebalnya dengan asal, menggunakan kemejanya yang sudah berantakan, diikuti dengan celana panjang bahannya. Heran. Kenapa aku bisa terpesona pada pemandangan yang sudah ratusan kali terpampang di hadapanku?
Aku kembali membayangkan bagaimana liatnya tubuh kekar tersebut saat jemariku menelusuri keindahannya. Atau betapa manis bibirnya saat bibir kami bersatu beberapa waktu lalu. Bagaimana jika aku kembali membuka kemeja dan celananya yang baru saja berhasil dipasangnya? Mungkin, kami akan menghabiskan malam kami dengan percin....
Astaga! Tidak, tidak. Aku bukan wanita senakal itu. Tadinya. Namun segalanya berubah sejak aku mengenalnya. Aku berdeham untuk meredakan pikiran liarku, menggenggam pelan selimut yang menutupi ketelanjanganku, dan sedikit bangkit dari tidurku.
"Jangan pergi. Kali ini aja, tetaplah tinggal," pintaku. Aku merutuki kelancangan mulutku saat menyadari ia berhenti dari aktivitasnya untuk menatapku datar. Bodoh. Bisa-bisanya aku mengajukan sesuatu yang tidak mungkin ia penuhi. Rasanya aku ingin memukuli bibirku yang terkadang beraksi sebelum aku sempat berpikir.
Aku menggigit bibir bawahku pelan, dan menyadari tatapan matanya terarah pada bibirku sebelum akhirnya kembali menatap mataku. Menyadari tatapannya yang berubah, juga geraman rendahnya yang begitu kusukai, aku berhenti menggigit bibirku. Sebagai ganti, aku menyentuh tengkukku karena merinding di bawah tatapannya. Mana tau, ternyata itu semakin membuatnya.. er.. bergairah?
"You're teasing me," katanya parau. Dia kembali menuju ke arahku, membuatku mundur menuju kepala ranjang sebagai bentuk refleks. Percuma saja, dia sudah mengurungku. Mata elangnya menatap mataku, kemudian turun ke bibirku, untuk kembali pada mataku. Berulang kali, membuatku tanpa sadar kembali menggigit bibirku.
Tanpa memperpanjang waktu, dia segera menyatukan kedua bibir kami dan menenggelamkanku ke dalam ciuman panas miliknya. Ciuman panas yang tidak pernah membuatku bosan dari awal hingga saat ini. Ciuman panas yang seolah mengandung candu karena aku tidak pernah bisa berhenti menginginkannya.
Dan seperti biasa, ciuman membawa pada hal-hal lainnya. Tangannya kembali bergerilya di tubuhku yang masih telanjang. Tanganku pun tak ingin kalah, mulai membuka kembali kancing-kancing dari kemejanya. Dan saat segalanya semakin panas tak terkendali, ponsel sialan lelaki diatasku berbunyi. Menghentikan aktivitasnya yang sedang menginvasi tubuhku, pun bibirku. Membuatku merasa kehilangan.
Dia menatapku sekilas, sebelum beranjak dan mengamati ponselnya. Sesaat setelah itu, dia kembali menatapku. Aku sudah tau jawaban atas pertanyaanku tadi.
"Tidurlah. Kamu tau aku tidak bisa," jawabnya dengan intonasi datar yang selalu kubenci. Seperti yang sudah-sudah, tanpa merasa perlu menatapku atau sekedar pamit, dia berjalan keluar dari pintu apartment yang digunakannya untuk "menyembunyikanku".
Aku kembali berbaring, menatap langit-langit kamar sebelum teralihkan pada langit-langit malam.
***
"Aku rasa, cukup sampai di sini," kataku setelah malam-malam yang kulalui seorang diri untuk memikirkannya. Dia menatapku, seperti biasa, dengan datar, sebelum akhirnya menghembuskan nafas kasar.
"Kenapa?" tanyanya.
"Aku lelah. Aku juga punya mimpi, untuk menikah dengan pria yang mencintaiku dan aku cintai. Bukan hanya hidup bersama dan berhubungan badan tanpa status dengan pria yang aku cintai namun tidak pernah mencintaiku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, Kita
Short Storycinta banyak bentuknya bukan? mencintai diam diam. mencintai sepenuh hati. mencintai hingga terluka cinta bertepuk sebelah tangan. cinta yang terlambat terucap. (hanya kumpulan cerita pendek)