Kau melirik jam di ruang tamu mu, entah untuk yang kesekian kali. Kakimu menghentak-hentak, menandakan kamu sudah menunggu untuk waktu yang cukup lama. Kesabaranmu mulai menipis. Berdiri, mondar mandir mengelilingi ruang tamu. Lalu duduk. Begitu berapa kali, dan ini, entah untuk kesekian kalinya. Melihat ponsel untuk mencari notifikasi yang tidak kamu temukan sedari tadi. Mencoba menghubungi nomor yang kamu hubungi di luar kepala, hanya untuk mendengarkan suara operator sialan yang mengatakan nomor orang yang kamu cari sedang tidak aktif.
Kamu mulai menangis. Entah karena khawatir, entah karena rindu, atau entah karena muak. Kamu berjanji akan membuat dia tau bagaimana lelahnya menunggu, bagaimana gelisahnya menunggu. Dia tidak pernah menunggu bukan? Kamu yang selalu menunggunya. Dari dulu, hingga sekarang. Tanpa kamu sadari, kamu tertidur di sofa itu. Dan beberapa saat setelahnya, dia datang, membangunkanmu dari tidurmu. Wajahnya lelah, kemejanya berantakan, dengan bercak lipstick di kerahnya juga wangi manis dari tubuhnya. Kamu menyambutnya dengan air mata, mengambil tas dari tangannya, memintanya duduk, lalu melepaskan sepatu serta dasi darinya. Kamu menyiapkannya air hangat juga baju ganti untuk kenyamanannya saat tidur. Dia memandangmu penuh penyesalan, meminta maaf dan memeluk tubuhmu erat, seakan takut kehilanganmu. Lalu kejadian itu terlupakan.
Suatu kali, kamu ingin bekerja karena merasa bosan jika di rumah. Setelah perdebatan panjang dengan dia, akhirnya kamu diijinkan bekerja, meskipun di kantor yang sama dengan dia. Kamu memulai harimu dengan semangat, dan menikmati pekerjaanmu dengan sangat. Lalu seorang klien datang ke kantornya dan mengajakmu berbicara. Tampaknya, dia klien baru dan belum mengenal dia, hingga berani menggodamu dan mengajakmu keluar untuk makan siang. Kamu menolaknya, namun dia terlanjur melihat kamu berbicara dengannya. Sesampainya di rumah, kamu harus menerima kemarahan akibat cemburu butanya. Dia menampar pipi mulusmu hingga berdarah, lalu menjambak rambut yang biasanya dia puja. Dia memakimu dengan kata-kata tidak pantas, dan saat air matamu turun, dia tersadar. Dia mencium bibirmu lembut, seraya menangis meminta maaf. Tangannya mengelus kepalamu berkali kali seraya mendaratkan kecupkan lembut di puncak kepalamu. Kamu mengangguk dan mengelus kepalanya pelan. Dan segalanya kembali berjalan normal.
Bulan-bulan setelahnya, kamu sering dilanda rasa pusing juga mual terutama di pagi hari. Kamu melihat stok pembalutmu utuh, dan dengan berdebar kamu mengunjungi dokter kandungan. Air mata bahagia turun dari mata indahmu, akhirnya kamu hamil. Kamu mempercantik diri dan membeli lingerie seksi untuk membuat kejutan padanya. Kamu tidak sabar menunggu kepulangannya. Dari tahun-tahun bersamanya, akhirnya seorang bayi hadir diantara kalian. Kamu mematikan lampu rumah dan menyalakan lilin beraroma untuk menambah suasana. Dia tampak bingung, namun menikmati elusan demi elusan yang kamu lancarkan pada tubuhnya. Bibir bertemu bibir, kulit bertemu kulit. Desahan memenuhi ruangan tersebut. Lalu, setelah kamu memuaskannya, kamu memberinya kabar bahagia itu. Dan reaksinya di luar ekspetasimu. Dia marah, sangat marah. Dia memaksamu untuk menggugurkan kandunganmu, karena ia hanya ingin dirimu. Dia hanya ingin berdua sampai tua nanti, tidak mau perhatianmu terbagi.
Untuk pertama kalinya, kamu melawan. Pertama kalinya dalam hidupmu kamu berani memberontak. Kamu pergi pagi-pagi sekali sebelum ia bangun, dan mengasingkan diri di sebuah tempat terpencil. Kamu merindukannya hingga sakit, namun kamu mencintai bayi di kandunganmu melebihi dirimu sendiri. Dan disitulah dia, mengetuk pintu kayu rumah kecil ini. Seharusnya kamu tau ia akan menemukanmu kemanapun kamu pergi. Kamu menenangkan degup jantungmu yang menggila, lalu membuka pintu itu, hanya untuk melihat dia yang jauh lebih kurus dari terakhir kamu melihatnya, lingkaran hitam di bawah matanya, juga jambang-jambang halus yang memenuhi wajahnya. Dia menangis, berlutut memohon ampun, mengusap perutmu sambil terus mengecupnya dan mengucap kata maaf. Dan selanjutnya sudah pasti bisa ditebak.
Kamu menangis, kamu mengangguk, kamu mengusap kepalanya pelan, lalu menariknya berdiri untuk memeluknya.
**
Ini hanya cerita pendek sekali, lebih kaya narasi yang gambarin bodohnya orang kalo jatuh cinta. Draft nya udah kesimpan lama dan udah pernah aku post di blog dan tumblr juga. Enjoy :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kamu, Kita
Short Storycinta banyak bentuknya bukan? mencintai diam diam. mencintai sepenuh hati. mencintai hingga terluka cinta bertepuk sebelah tangan. cinta yang terlambat terucap. (hanya kumpulan cerita pendek)