Jika Aku Tidak Terlambat, Mungkinkah..?

1.9K 109 3
                                    


13 April, 2010

Kamu menatap red velvet cake kesukaanmu dengan mata berbinar. Selalu begitu bukan, tatapanmu jika bertemu dengan cake kesukaanmu itu? Ah, aku sangat iri dengan cake itu. Kapan kamu akan menatapku dengan pandangan seperti itu? 5 tahun sudah kita bersahabat. Dan aku, si pemalu, menyembunyikan perasaanku di balik status sahabat.

Tanganku bertaut dengan peluh yang mulai muncul di dahiku. Di dalam tautan tanganku, terdapat 2 buah tiket pertunjukan drama, mengingat kamu drama queen yang menyukai hal hal dramatis bukan? Aku merasa badanku bergetar, bingung bagaimana cara mengajakmu dan memberi tiket tersebut.

Baru saja keberanianku terkumpul, aku memanggil namamu, membuatmu menoleh padaku dengan tatapan bertanya.

"Gue mau ngajak...." Tiba tiba saja ucapanku terpotong dengan dering telepon genggammu. Aku mengumpat dalam hati.

"Sorry sorry.. bentar yaa", katamu riang, semakin riang tampaknya setelah melihat caller id di telepon genggammu. Aku menunggu dengan sabar. Dari percakapanmu, aku tau bahwa pria yang akhir akhir ini kau sukai, mengajakmu menonton film di bioskop yang sudah kau tunggu tunggu. Dengan lunglai ku remas tiket yang ku genggam, dan dengan itu kamu juga menatapku dengan tatapan bahagia.

"You know what?! Dia ngajak gue nonton!! Astaga! Ini udah gue tunggu dari lama. Kenapa perlu 3 bulan sih sampe dia ngajak gue gini" katamu bak kereta. Bagaimana bisa aku menghancurkan kebahagiaanmu dengan mengajakmu ke pertunjukan drama tersebut?

****

20 Maret, 2012

Ah, lagi lagi disini. Tempat yang sama, orang yang sama, cake yang sama. Seperti biasa, aku hanya mendengar curahan hatimu. Tentang dia yang terkadang perhatian namun terkadang tidak. Tentang dia yang manis dan menyebalkan disaat yang bersamaan. Tentang dia yang tidak kunjung kunjung menyatakan cinta padamu.

Tau kah kamu? Tiap kalimat yang keluar dari bibirmu mengenai pria itu, menyakiti hatiku yang telah lama sakit?

Hari ini, aku bermaksud menyatakan perasaanku padamu. Entah apa jawabanmu, aku tidak peduli. Rasa ini semakin menyesakkan, tidak terbendung lagi rasanya. Seperti biasa, aku yang pemalu – hanya di depannya- , memerlukan waktu untuk mengumpulkan keberanianku. Belum lagi, kamu masih belum menyelesaikan kisah bahagiamu dengannya yang terdengar seperti kisah horror di telingaku.

"Gue.. mau jujur sesuatu", kataku pelan. Kamu menatapku curiga.

"Jujur apa? Kalo lu yang ilangin tugas akun gue? Atau lu yang udah nyolong makanan di kulkas gue? Ah gue tau! Lu udah kehilangan keperjakaan lu?! Gue ga nyangka", aku tersenyum dan memutar bola mataku. Drama queen as usual, aren't you?

Kalimat yang ku siapkan dari jauh jauh hari sudah siap meluncur, ketika kemudian pria itu masuk ke basecamp kita sejak awal bersahabat. Kalimatku terhenti. Kamu belum melihat pria itu, mengingat posisi dudukmu yang membelakangi pintu masuk. Pria itu, yang 2 tahun ini berada di tengah kita, memberiku isyarat untuk diam. Tangannya menggenggam sesuatu, yang ku yakini sebagai bunga mawar merah, bunga kesukaanmu.

Kamu menatapku bingung saat aku tidak melanjutkan kalimatku, dan bertambah bingung saat sebuah tangan menutupi matanya dari belakang. Hancur. Hanya itu yang menggambarkan perasaanku. Kalian berdua tertawa bahagia setelah pria itu menyatakan cintanya dan memintamu menjadi kekasihnya. Lagi lagi, aku harus berpura pura.

****

24 Desember, 2016

Dan disinilah kita. Berdua di apartemen mu, melakukan ritual kita tiap malam peringatan Tuhan yang kita percayai. Berbicara bersama, bercanda, saling berdebat kecil, hal hal yang 11 tahun mengisi hidupku. Mendekor pohon natal bersama, mengangkatmu untuk memasangkan bintang di puncak pohon itu. Bernyanyi lagu lagu kelahiran Tuhan Yesus, memasak cookies dan masih banyak lagi. Hey, kamu duniaku, tidakkah kamu tau?

Dan seperti sebelum sebelumnya, dengan kurang ajar kamu menceritakan tentang priamu. Pria yang 6 tahun mengisi hidupmu. Bagaimana ciuman pertama kalian, perayaan romantis tiap bulan, dan masih banyak lagi. Ingin rasanya aku melumat bibir penuhmu, karena amarah yang semakin menggunung. Tapi siapa aku?

Aku berusaha mengalihkan pembicaraan, dan pembicaraan tentang priamu teralihkan.

"Hmm.. gue, mau ngomong sesuatu", kataku, pelan. Tangan kananku berada di dalam kantung celana bahanku, menggenggam sebuah benda berbentuk lingkaran berhiaskan setitik berlian di ujungnya. Simple, tapi anggun. Aku jatuh cinta pada cincin itu pertama kali aku melihatnya, dan aku rasa, sangat cocok untukmu.

Sangat nekat bukan? Kamu milik orang lain, dan dengan tidak tau malunya aku berniat menjadikanmu pendamping hidupku. Namun aku tak peduli, lagi lagi tidak. Jika memang kamu menolak, biarkan aku menjauh dan berbahagialah bersama priamu. Itu pilihanmu, sayang.

"Sebelum lu ngomong, gue pengen nunjukkin sesuatu ke lo, sahabat tersayangkuuu", katanya seraya menggelayut manja di lenganku. Aku menampakkan wajah bertanya padamu, namun firasatku mulai buruk.

Kamu, dengan senyum sialanmu yang sangat cantik, mengangkat tangan kananmu dan menggoyang goyangkannya di udara. Awalnya aku tidak mengerti. Namun saat ku lihat benda berkilauan yang melingkari jari manismu, aku terhenyak. Pikiranku kosong. Dan aku berusaha menampilkan wajah –what does it mean- alaku.

"I'm engaged!!!! Oh my God 6 tahun penantian dan ga sia sia! Gue udah berencana bikin konsep......" ucapan selebihmu tak dapat kutangkap oleh indera pendengaranku. Tuhan.. mengapa begitu sakit? Dadaku.. bisakah kau menghentikan detaknya yang semakin menyakitkan?

****

20 Maret, 2017

Aku memandangmu dari kejauhan. Dengan gaun sederhana yang dengan kurangajarnya menyelimuti tubuhmu dengan sangat indah. Senyummu yang begitu lebar. Buket bunga yang kau pegang. Dekorasi yang sangat elegan.

Sudahkah aku bilang, aku lebih dari hancur?

Aku menghela napas kasar. Ini kah saatnya?

Dengan perlahan tapi pasti, aku melangkahkan kakiku menuju keluar gereja seperti aku pergi dari kehidupan sempurnamu, tanpa aku di dalamnya.

Cantikku.. Jika aku mengatakannya lebih dulu.. jika aku mengutarakannya sebelum dia hadir.. mungkinkah aku yang bersanding denganmu di altar itu?

Aku, Kamu, KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang