Semua Terbayar

49 0 0
                                    

Waktu semakin berlalu, rasa ingin membalas perbuatan Roni sepertinya masih berlanjut.

***
Petrik di pinggul pasca sidang masih terasa. akhirnya luluskadang timbul kadang hilang begitu saja.

Kebanyakan santri melanjutkan studi di sekolah menengah atas di kota masing-masing, namun ada juga yang melanjutkan pendidikan SMA nya di Pesantren.

Petrik melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah di kota kelahirannya.

***
Waktu itu, Petrik yang sudah diizinkan membawa motor ke sekolah oleh orang tuanya pergi ke salah satu Mall di kota.

Padahal, Petrik saat itu sedang cabut dari sekolah karena tidak menyukai pelajaran yang diberikan oleh guru fisikanya.

Kenakalan Petrik tidak hanya itu, Petrik sering balapan liar semenjak mengenal bengkel motor dan knalpot.

Walau begitu, Petrik termasuk anak yang masih mendahulukan sholat sebelum balap liar.

***
Kembali ke Mall tadi,
Saat Petrik memarkirkan motor, Petrik bertemu dengan Roni di parkiran yang sama. Seketika itu, Petrik langsung teringat dengan kejadian yang membuat pinggangnya sakit dalam waktu yang cukup lama.

Petrik yang saat itu cabut bersama 3 orang temannya berjalan sendiri menuju Roni.

Petrik langsung melabrak Roni,

“masih ingat saya bang”,

“oh, kamu ri, apa kabar?” rasa takut mulai terlihat dari wajahnya dan Roni yang teringat dengan ucapan Petrik saat di Pesantren langsung pergi dari motornya.

Baru beberapa langkah berjalan, bocah yang badannya tidak bertambah tinggi ini berhasil di tahan teman-teman Petrik.

(plaaakkk, bletak) pukulan dan hamtaman Petrik menuju tubuh Roni.

“kan udah saya bilang, kamu jangan main kesini, sekarang kita impaskan,” ujar Petrik.

“udah Petrik, sakit ini,”

“bodo amat,” (Bletuk, praakkk) pukulan kembali berlanjut.

Ibarat film action, Petrik menatap tajam ke arah Roni, “tapi ingat sob, saya tidak pernah membayar teman saya sendiri untuk menyelesaikan masalah,”
Roni masih menahan sakit di perut setelah dipukul oleh Petrik.

“udah, sekarang masalah kita selesai,” Petrik bersama temannya mendampingi Roni berdiri dan mengarahkannya duduk di atas motornya.

Seminggu setelah peristiwa balas dendam,
Petrik memperoleh pelajaran dari seorang sahabat sebangku di kelas.

Petrik sering mengganggunya, tapi sahabat yang selalu juara kelas ini tidak pernah membalas.

****
Saat dikelas

“joy, wes keren nih”, kata Petrik iseng mengambil handphone dari tangan Joy.

Petrik membawa kabur hp yang telah dibeli Joy dari Jakarta, karena keunikan dari hp tersebut membuat Petrik ingin sekali memilikinya.

“wes, lu … nakal banget”, ujar Joy yang langsung mengejar Petrik.

Petrik yang masih gemuk langsung lelah setelah berlari dikejar,

“hah, dikit doang Joy,”

Seketika itu Petrik langsung bertanya kepada Joy, Petrik yang biasanya cuek dan tidak mau tahu bagaimana perasaan orang lain saat diganggu malah ingin mengetahui reaksi Joy yang selalu menjadi korban kejahilannya.

“Joy, nanya dong,”

“wes, tumben kamu nanya, biasanya kalau tidak mengganggu, palingan geser-geser bangku orang,” Petrikpun merasa malu saat ditanggapi Joy.

“btw, kamu kok nggk pernah marah pas saya ganggu,? tanya Petrik.

“ngapain marah, itu pahala buat saya, tidak perlu adanya dendam,” jelas Joy.

“oh,” Petrik langsung menundukkan kepala.

Ucapan Joy mengingatkan Petrik dengan teman lama di pesantren yang telah dihajar seminggu yang lalu.

Seharusnya Petrik tidak melakukan tindakan balas dendam terhadap orang telah menyidangnya saat di pesantren dulu.

Tidak ada salahnya memaafkan kekhilafan Roni yang masih labil tersebut.

Nasi sudah menjadi bubur, bubur sudah menuju tempat pembuangan terakhir.

Walau sudah terjadi, setidaknya Petrik tidak mengulangi kelakuan yang sama seperti kejadian buruk dulu. Petrik mulai menyadari ada yang salah dengan diri Petrik yang terlalu memendam amarah, sehingga dapat merugikan orang lain.

Lika Likuku Ala PesantrenkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang