SEMAKIN Lama ruangan Osis semakin tidak beres, jika pagi tadi Juna tersenyum terus menerus. Kini giliran Adam, pria itu terkekeh di setiap menitnya. Tangannya sibuk menekan satu persatu tombol keyboard, matanya fokus kearah layar laptop. Yang mengherankan, mengapa pria itu terus saja tersenyum.
Ardi masuk, membuat kerutan di dahinya. Dua temannya, Juna dan Adam sedang dalam masa tidak beres. Dua cowok itu terlihat asik dengan dunianya sendiri, mengabaikan Sasa yang sedari tadi memanggil keduanya. Sayang teguran cewek itu sama sekali tidak di hiraukan.
"Mereka kenapa sih," kesal Sasa, cewek itu mencebik tidak suka.
Ardi mendongkak, menatap Sasa sekilas sebelum akhirnya mengangkat bahu. Melangkah mendekati ke salah satu tempat temannya.
Ardi menjatuhkan bokongnya di atas sofa yang di klaim milik Juna. Karena setiap hari cowok itu tidak pernah lepas merebahkan diri di tempat ini, tempat yang paling nyaman untuk melakukan tidur siang.
"Kalian kenapa?" tegur Ardi akhirnya, jengah melihat ekpresi aneh keduanya.
Bukan Ardi tidak senang, hanya saja tingkah mereka benar-benar aneh. Lihatlah Juna yang selalu diam dan tidur ketika masuk ruang Osis. Jangankan untuk tidur, diam saja cowok itu tidak bisa. Cowok itu terlalu asik dengan ponsel yang berada di atas tangannya, bahkan mengabaikan Sasa yang menjadi alasan Juna untuk tetap bertahan di Osis.
Apalagi Adam, Ardi cukup heran dengan tingkah Adam. Cowok itu terus saja tersenyum di sela-sela kesibukannya, bahkan sesekali Adam terkekeh entah mengingat apa. Ardi mendekat, melihat apa yang Adam tertawakan di layar laptop itu.
"Sialan." Ardi hampir saja memekik ketika melihat apa yang ada di layar laptop.
Adam mengerjap, mendongkak kearah Ardi yang sedang mengelus dada.
"Kenapa lo?"
Ardi memutarkan kedua bola matanya malas "Lo yang kenapa. Lo kok, bisa senyum-senyum sementara di depan gambar setan?" kesalnya.
Jelas saja Ardi cukup terkejut, meski ia tidak terlalu takut hantu. Karena saat Ardi melihat layar laptop Adam, kebetulan hantu itu muncul di sana.
Adam menaikan satu alisnya, menengok apa yang di maksud Ardi. Detik berikutnya senyum Adam semakin mengembang, mengeluarkan video yang sedari tadi ia tonton.
"Emang lucu, kok."
Lagi, kerutan di dahi Ardi semakin dalam. Lucu? Orang gila mana yang menganggap film horor itu lucu. Ardi menggelengkan kepalanya, sepertinya kepala Adam baru kejatuhan kelapa sampai aneh seperti ini.
"Jun, lo mau kemana?" tanya Ardi, hampir berteriak ketika Juna bergegas keluar.
"Mau beli roti, laper gue. Kenapa? Mau nitip?"
Ardi terkekeh "Tahu aja lho, titip satu rasa keju ya."
Juna menghela napas, sudah menjadi kebiasaan Ardi menitip sesuatu dan tidak di bayar. Tapi Juna tidak pernah memikirkan itu, toh uangnya tidak akan habis hanya karena roti.
"Hm."
"Jun."
Langkah Juna kembali terhenti, kali ini Adam memanggilnya.
"Apaan?"
"Gue titip air mineral,"
Juna mengangguk "Oke."
Setelah itu cowok itu kembali melangkahkan kakinya yang sempat terhenti ketempat dimana tujuannya. Di dalam ruangan, Adam memandang Juna dengan ekpresi cukup aneh.
**
Kelas XI IPA7 yang sempat hening kini kembali ricuh. Hari ini guru mapel mereka tidak bisa masuk, entah karena urusan apa karena mereka tidak di beritahu. Lagi pula, mereka tidak ingin tahu. Apapun alasannya, hari ini mereka cukup santai karena ulangan mapel itu di undur.
Mereka kembali ramai, seperi biasa Budi akan bermain dengan teman-teman ceweknya. Kali ini ia bukan bermain bekel atau lompat tali. Tapi hari ini Budi asik bermain dengan Caca, mencat kukunya dengan warna kuning kesukaan Caca.
"Aww, cute," pekik Caca, melihat hasil karyanya di jari kuku Budi.
Kedua alis cowok itu terangkat, menatap kukunya yang baru saja selesai di cat oleh Caca.
"Aish! Ini kurang bagus Ca. Lihat tuh, ujung kukunya berantakan gak rapi. Kamu jangan kebanyakan poles, cukup sekali aja udah oke kok biarpun tipis. Dari pada tebel gini jadi kukupun gak nyaman." jelas Budi.
Anak dari pemilik salon menjelaskan panjang lebar. Sementara Caca hanya manggut-manggut saja mendamba ilmu kepada cowok kemayu ini.
Sementara Dinda asik men-stalk ig kpop, melihat video biasnya tanpa rasa bosan. Padahal video yang ia lihat sudah di putar sampe 50 kali. Kenan sendiri sibuk merayu temannya agar di beri uang untuk membeli bensin, padahal cowok itu tidak kehabisan uang.
Eka dan Amora sibuk di bangku mereka, bercerita tentang apa yang terjadi hari ini.
"Gue gak mau!" Eka berteriak, menggebrak meja hingga menghasilkan suara yang keluar cukup keras.
Mereka semua menoleh, memandang Eka dengan tatapan bingung. Bagaimana bisa badak itu mengamuk tanpa sebab, Amora yang ada di depannya meringis.
"Jangan marah dulu, dengerin penjelasan gue." ujar Amor.
Eka mendengkus, kembali duduk di kursinya dengan perasaan kesal.
"Gue gak mau, gila aja lo gue pake baju feminim. Ogah gue, apalagi pake rok-rok selutut model abege jaman now. Gue gak suka, gimana kalo roknya ketiup angin? Nanti gue di lecehkan."
Amora memutarkan kedua bola matanya malas "Ya ampun, lo kayak ngomong sama siapa aja. Kalo di lecehkan ya lo tinju, buat apa lo dapat sabuk hitam kalo ilmu lo gak di pake."
"Gue tahu! Tapi gue tetep gak mau, dan gak akan datang." finalnya.
Malam ini Eka akan ikut hadir di acara keluarga besarnya. Budhenya menyuruh Eka menggunakan dress hitam selutut, dress yang selalu membuat Eka bergidik setiap kali melihatnya.
"Ya ampun Eka, cuma malam ini doang. Jangan egois lho, kasihan orang tua lo yang pada akhirnya di marahin sama Budhe." Amora mengingatkan.
Eka diam, memang Budhe akan melampiaskan kekesalannya kepada orang tua Eka. Terkecuali Mommynya yang selalu kena omelan Budhe ketika Eka membangkang.
"Amora."
Suara seseorang membuat Amora menoleh ke arah pintu. Mendapati Juna yang sudah berdiri disana dengan sekantong plastik. Dahi Amora berkerut, mengangkat tubuhnya untuk menemui Juna di sana.
"Ngapain lo kesini? Bolos ya?" tanyanya.
Juna tersenyum "Kalo gue bolos kenapa? Lo mau ikutan?"
Amora menunjuk dirinya sendiri "Gue? Lo baru aja mau ngajak gue jadi murid gak bener?"
Juna terkekeh, satu tangannya yang kosong menarik tangan Amora.
"Eh, ngapain pegang-pegang?"
Juna menghela napas "Udah ikut aja, nanti juga lo tahu."
"Tapi gue gak mau bolos Juna, gimana kalo ada guru BK mergokin kita? Gue gak mau kena kartu merah, makin di salahin kalo gue bolos sama waketos."
Juna terkekeh "Bawel lo ah, udah ikut aja. Gak akan ada yang nyalahin lo tenang aja. Gue pasti belain lo, karena gue yang ngajak lo bolos." jawabnya, kembali menyeret Amora.
Amora mendesah, pasrah. Tidak bisa melakukan apapun selain mengikuti langkah Juna yang entah akan di bawa kemana.
Seseorang yang melihat pemandangan itu mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, rahangnya mengeras menandakan jika ia marah.
__
Kalo ada typo koreksi ya gak di edit!
VOTE KOMENTAR KALO GK MAU DI GANTUNG!
Sangkyuu:*
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)
Teen FictionProject #Remaja | "Gue gak terima penolakan! Mulai sekarang lo jadi pacar gue." Ini bukan kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca, di mana sang pangeran akan menjemput sang putri, untuk memberikan sebelah sepatunya yang tertinggal di pesta dans...