AMORA kesal setengah mati, kekesalan itu masih terus berlanjut hingga detik ini. Tadi pagi, ia harus terlambat ke sekolah karena ban motor yang ia tumpangi bersama Kenan entah kenapa bisa bocor, mereka harus kembali mendapatkan hukuman membersihkan kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, semua murid cewek memandang Amora dengan tatapan sinis. Bahkan telinga Amora bisa saja mengeluarkan asap ketika nama Adam di sebut-sebut dari mulut mereka.
Bagimana Amora tidak kesal, mereka membanding-bandingkan dirinya dengan Adam. Mereka mengatakan jika dirinya pendek, miskin, genit, bodoh, tidak tahu malu. Sial! Lalu seberapa sempurnanya Adam Wijaya yang sombong dan tidak punya sopan santun itu. Kenapa hidup tenangnya bisa seperti ini. Andai saja Amora tidak mengingat siapa yang menyekolahkan dirinya, mungkin Amora tidak akan segan menampar mulut mereka.
Amora memang murid yang tidak terlihat, bukan karena dirinya masuk ke dalam kelas buangan. Tapi Amora memang tidak ingin punya masalah dengan siapapun, meski kelasnya di cap kelas pembuat masalah dan terkenal akan kenakalannya. Tidak dengan Amora yang menyandang murid paling tenang di kelas XI IPA7.
Bukan berarti Amora sosok pendiam, Amora cewek yang jago bela diri. Ayahnya selalu mengajarinya untuk olahraga dan bela diri, agar anaknya bisa menjaga diri di manapun. Wajar saja, ayah Amora seorang guru olahrga meski di tingkat SMP. Anehnya, tubuh Amora tetap tidak tinggi.
Ingat, Amora akan marah dan menghajar siapapun yang berani mengusiknya. Amora memang pendek, tapi Amora masih mampu menendang karung beras 5kg jika cewek itu sedang dalam tahap marah. Bahkan Kenan, cowok korban kekasaran Amora sudah kapok berurusan dengan cewek pendek itu.
"Amora, woi." Eka menyikut lengan Amora kencang.
Amora mengerjap "Apaan sih."
"Amora Olivia, apa kamu tidak mendengarkan yang saya terangkan?" tanya bu Anjani, guru bahasa indonesia.
Amora tersadar, sialan! Ia lupa sedang berada di dalam kelas.
"Maafkan saya bu."
"Kalo kamu masih bengong, keluar dari pelajaran saya." perintahnya, tegas.
Amora menunduk "Baik bu, maafkan saya." sesal Amora.
Setelah itu kelas kembali fokus, tidak sepenuhnya fokus! Ada beberapa orang yang sedang tiduran, make-up, surat-suratan dan lain-lain. Hanya Diki, murid yang serius mendengarkan.
Dua jam berlalu, pelajaran itu sudah selesai di iringi bel istrirahat. Amora mendesah, ia menyenderkan punggungnya di punggung kursi.
"Lo kenapa? Masih marah sama gue?" tanya Eka.
Amora menggeleng "Enggak! Gue cuma lagi kesel sama fansnya si Adam."
Dahi Eka berkerut "Maksud lo?"
"Lagi gosip apaan sih?" tanya Caca, mengambil kursi di sebelah Amora, di ikuti Dinda di sampingnya.
Amora membuang napas beratnya "Ya lo sendiri tahu kalo pangeran es itu punya banyak penggemar. Waktu gue bersihin toilet, mereka ngeliatin gue sinis banget! Bahkan ada yang hina dan ngatain gue genit, gak tahu malu, pendek lah."
"Maksud lo? AdWilovers?" tanya Caca.
"Gak tahu, yang jelas mereka si pengagum Adam Wijaya. Ketua osis yang mereka bangga-banggain." jelas Amora kesal.
"Tapi Mor, kalo mereka bilang pendek. Lo emang pendek," celetuk Caca yang mendapat pelototan dari Eka dan Dinda.
"Lo mau gue hajar ya!" seru Amora.
Caca cengengesan "Sorry."
Satu hal yang sangat Amora benci. Ia tidak suka orang lain menyinggung tinggi badannya. Amora sadar jika dirinya pendek, jadi jangan pernah ingatkan Amora soal tinggi badan yang tidak ia inginkan. Jika tidak, Amora akan melayangkan bogeman mentah di wajah orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinderella (Sudah Ada Di Toko Buku)
Roman pour AdolescentsProject #Remaja | "Gue gak terima penolakan! Mulai sekarang lo jadi pacar gue." Ini bukan kisah Cinderella yang kehilangan sepatu kaca, di mana sang pangeran akan menjemput sang putri, untuk memberikan sebelah sepatunya yang tertinggal di pesta dans...