5. Dia

4.4K 577 10
                                    

Jadi disinilah mereka sekarang. Setelah pekikan membahana dari Min Yoongi sukses membuat Min Ah dan Jimin mati kutu.

Pria Min itu tadi masuk ke ruangan Jimin beserta para pemegang saham. Rencananya mereka akan mengajak Jimin untuk pergi mensurvei proyek baru mereka.

Namun apa yang dilihat Yoongi sungguh diluar perkiraan. Adiknya sendiri sedang asyik berciuman dengan sekretaris yang bahkan baru bersamanya beberapa jam. Sungguh memalukan.

"Jelaskan padaku." Yoongi bertanya pada dua sejoli yang sedang duduk didepannya sambil menundukkan kepala.

"Kami-- kami--"

"Kami apa, Jim! Kau tahu, kau telah menjatuhkan harga diriku!"

"Tapi, hyung. Kami hanya berciuman ringan. Lagipula bukannya itu lumrah terjadi?"

"Tidak untuk seorang bos yang baru mendapat sekretaris tiga jam yang lalu. Dan kau bilang apa? Hanya? HANYA?!" Yoongi berteriak kesal.

"Aku tidak pernah mengajarkanmu berbuat seperti itu. Sekarang kau bilang hanya berciuman, lalu hanya tinggal serumah, setelah itu hanya tidur bersama. Otakmu itu dimana, hah?!"

"Maafkan aku."

Yoongi membuang napas kasar. "Aku tidak mau tau, sekarang urus semua ini. Setelah ini pasti akan ada skandal tentangmu. Aku tidak mau sampai Min's Group mendapatkan dampak dari kebodohanmu."

"Lalu apa yang harus kulakukan?"

"Nikahi saja dia."

Min Ah yang sedari tadi diam langsung memekik, "APA?!"

"Hyung apa kau gila?!" Kali ini Jimin buka suara.

"Kalian harus menikah. Atau setidaknya bertunanganlah supaya kalian punya alasan nanti."

"Tapi hyung, apa katamu? Menikah? Jangan membuatku tertawa."

"Aku tidak sedang membuat lelucon. Urus masalahmu. Aku pergi."

"T-tapi, Pak--" Min Ah mencoba mengejar Yoongi, namun hasilnya nihil.

"Sudahlah, percuma kau lakukan itu," Jimin berujar.

Min Ah mendelik tajam. "Ini semua karena kau! Apa maksudmu menciumku tadi, hah?! Dan hey, apa kakakmu itu sudah gila?!"

"Yoongi hyung memang seperti itu. Harga diri adalah segalanya. Ia tidak mungkin membiarkan satu kesalahan kecil merusak semua image-nya di publik."

"Lalu? Kita harus apa?"

Jimin terdiam sejenak. "Hyung benar. Mungkin nanti akan banyak tersebar gosip tentang kita."

"Benar. Dan itu semua karena kekurang ajaranmu!"

Jimin berdecak. "Bisakah kau berhenti berteriak? Baiklah maaf, ini memang salahku. Aku juga sedang memikirkan jalan keluarnya."

"Terserah. Selesaikan masalah yang kau buat. Aku akan mengundurkan diri dari perusahaanmu," putus min Ah.

"Lalu misimu?"

"Apa?"

"Oh ayolah, Choi Min Ah. Jangan pura-pura bodoh. Aku tahu kau pasti sedang dalam misi khusus, kan? Kalau tidak mana mungkin kau akan susah-susah menyamar menjadi sekretarisku seperti ini?" Jimin menjelaskan.

Min Ah membuka mulutnya, ingin menjawab 'tidak' atas semua tuduhan pria itu. Namun ia mengurungkan niatnya. Toh, apa gunanya berbohong pada Jimin, pria itu pasti akan tahu juga pada akhirnya.

"Kau benar. Aku memang dalam misi khusus untuk membunuhmu."

Jimin menyunggingkan senyum miringnya. "Oke, kau bisa membunuhku lain waktu. Tapi sekarang...





.... Ayo tinggal bersama."

***

Min Ah memasuki kediamannya dengan wajah kesal luar biasa. Ia mengganti high heels-nya dengan sandal rumahan.

Kang Jennie yang sedang menonton drama di televisi melihat teman seprofesinya itu pulang dengan wajah berantakan langsung membuka suara.

"Kau kenapa?" tanyanya sambil memasukkan keripik kentang dupangkuannya ke mulut.

Min Ah menghempaskan diri di sofa sebelah Jennie. Ia mendesah berat. "Kepalaku pusing."

"Kau mabuk? Atau sakit? Eh, tunggu memangnya kau bisa sakit?"

Min Ah memukul paha Jennie pelan. "Kau sungguh menyebalkan."

"Lalu kenapa?"

"Kau tahu, si semut gila itu, dia mengajakku untuk tinggal bersamanya."

Jennie tersedak keripik kentangnya dan terbatuk-batuk. "Kau apa?!" pekiknya masih terbatuk.

"Jadi tadi dia tiba-tiba menciumku tanpa sebab dan gilanya adalah, CEO Min dan kolega bisnisnya datang dan memergokiku dan pria itu. CEO Min marah, lelaki gila itu menyuruhku untuk menikah dengan Jimin. Bukankah lelaki itu sungguh sudah tidak waras?"

"Kenapa dia menciummu?"

"Aku juga tidak tahu," Min Ah mendesah pasrah. "Bagaimana ini? Kenapa sulit sekali untuk membunuh pria itu? Aish!"

"Aneh juga sih kalau kupikir. Apa jangan-jangan dia sudah merencanakan semua ini? Mungkin saja dia sengaja supaya dia bisa menangkapmu dengan mudah," ujar Jennie.

"Entahlah aku tidak tahu. Aku benar-benar bingung sekarang. Pria bajingan itu mengajakku untuk tinggal bersama dengannya untuk sementara waktu, setidaknya sampai gosip itu mereda. Haruskah aku menerima tawarannya?"

"Eumm, kalau menurutku kau terima saja. Siapa tahu saat kau bersamanya, kesempatan untuk membunuh pria itu semakin besar."

"Begitukah menurutmu?"

Jennie mengangguk.

"Lagipula jika dia macam-macam kepadamu, kau bisa dengan mudah mencongkel matanya!" ujar Jennie antusias.

"Dia bukan pria brengsek, kok."

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Hanya, menebak mungkin??"

***

Hujan deras yang mengguyur kota pada malam itu tidak menghentikan perkelahian antar dua orang yang berbeda jenis kelamin itu.

Si gadis dengan beringas terus menyerah si pria, tidak peduli tubuhnya telah remuk redam. Ia menghujam belatinya ke arah si pria yang telah tersungkur di tanah.

Pria itu dengan lihai menghindar dari serangan si gadis. Ia berguling ke kanan lalu bangkit dan langsung mengunci pergerakan si gadis dalam hitungan detik.

Si gadis mengerang. Tubuhnya ditindih dan bibir tipisnya sukses mencium aspal jalanan yang terlah banjir oleh air hujan.

"Kau kalah," ujar si pria sambil menodongkan belatinya tepat di leher sang gadis.

"Lepaskan aku!"

"Tidak, terima kasih. Menangkapmu itu sulit, jadi kenapa aku harua melepaskanmu sekarang."

Si gadis diam. Ia menjatuhkan kepalanya dia atas aspal. Tiba-tiba ia merasa matanya panas dan mengeluarkan setetes air mata yang langsung hilang terbawa derasnya hujan.

"Kumohon," suara gadis itu berubah parau.

"Kumohon kali ini saja, lepaskan aku."




To be continued...

Illegal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang