Putih.
Semua yang kulihat hanyalah warna putih.
Ah tunggu, ada sebuah pintu disana.
Aku berjalan mendekati pintu itu. Sejenak aku ragu untuk membukanya. Namun kuyakinkan diriku, siapa tahu ada seseorang dibalik pintu itu yang bisa memberitahuku tempat macam apa ini.
Aku membuka pintu itu. Tak kusangka, sebuah taman bunga dengan berbagai macam kupu-kupu berwarna-warni menyambutku.
Aku melangkah perlahan, menikmati harum bunga yang menenangkan. Namun yang membuatku bingung adalah, kenapa tidak ada satupun orang disini.
Aku kembali melangkah. Beberapa kali kulihat kupu-kupu yang hinggap di kelopak bunga. Sangat cantik.
Tiba-tiba aku melihat seorang pria dengan setelan putih-- tunggu! Aku baru sadar kalau diriku juga mengenakan pakaian serba putih. Sebenarnya ada apa ini?
Lelaki itu berjalan mendekatiku. Perlahan tapi pasti, aku bisa melihat wajahnya.
Park Jimin.
Pria itu disana. Suamiku.
Jimin berhenti di persis dihadapanku. Pria itu tersenyum manis sampai matanya terlihat hanya segaris. Aku membalas senyumnya.
"Aku menunggumu sedari tadi," ujarnya.
Aku mengernyit. "Huh? Menungguku untuk apa?"
Jimin menggenggam tanganku. Ia mengusap punggung tanganku dengan ibu jarinya. "Untuk pergi."
"Pergi?"
"Sudah saatnya kita pergi."
"Kemana? Hanya berdua? Ji Ah bagaimana?"
Jimin tersenyum sendu. "Kita tidak bisa membawanya."
"Kenapa?"
Jimin tidak menjawab. Ia menunduk menatap genggaman tangan kami. "Min Ah," Ia mendongak. Menatapku. "Maukah kau pergi denganku? Maukah kau pergi ke tempat yang lebih baik denganku?"
Sejenak aku termenung. Jadi ini saatnya? Akhirnya kami akan pergi?
Aku tersenyum. "Maafkan aku, Jim. Maaf. Karena kau mengenalku, kita jadi seperti ini." Aku menunduk dalam.
Jimin menangkup pipiku dengan sebelah tangannya. "Hey, jangan bodoh. Aku sangat bahagia karena bisa bertemu denganmu."
Aku mengigit bibirku.
"Aku tidak pernah menyesal. Sedetik pun tidak pernah. Jadi kumohon jangan menyesali pertemuan kita." Aku melihat keseriusan terpancar dari matanya. "Meski tidak berakhir indah, tapi aku bahagia karena bisa menghabiskan waktu singkatku bersamamu. Kumohon jangan bicara dan berpikir seperti ini lagi, mengerti?"
Aku mengangguk. Setetes air mata jatuh dari mataku. Jimin menghapusnya dengan ibu jarinya.
"Jadi sekarang, apa kita bisa pergi?" Jimin bertanya lagi.
"Apakah semua akan baik-baik saja? Ji Ah? Bagaimana dengan dia?"
"Percayalah, dia akan baik-baik saja. Kita akan selalu bersamanya. Melindunginya."
Aku mengangguk. Berjalan mengikuti Jimin dengan tangan kami yang masih saling menggandeng. Pergi menuju sebuah cahaya terang diujung jalan.
Sebelum kami melangkah. Aku menoleh sebentar kebelakang. Disana aku melihat Jennie, Namjoon, Jungkook, Yoongi, dan So Hee yang sedang menggendong Ji Ah. Mereka tersenyum kepada kami.
Aku dan Jimin melangkah bersama menuju cahaya itu. Dan saat itu kami tahu, urusan kami di dunia telah berakhir.
Selamat tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Illegal
FanfictionWas #446 friendship Was #246 parkjimin Seharusnya aku tak pernah berurusan dengan gadis itu seumur hidupku. Entah ini suatu anugerah atau kemalangan. -Park Jimin Tidak seharusnya ini terjadi. Apa kau dan aku akan memiliki kisah yang lebih indah jik...