Mia.
"Mba Mi?" suara seorang perempuan dari balik pintu yang dilanjutkan dengan suara ketukan pintu.
"iyah, masuk" aku menghentikan aktivitasku, otak ini juga sudah hampir ngebul dibuat laporan. Rasanya ingin sekali aku bakar saja berkas-berkas ini dan menganggapnya tidak ada. Ya jika aku mau café ku ini bangkrut karena ulahku sendiri.
Jani. Si anak baru yang membuat Adit hampir gila di dapurnya sendiri. ia muncul dari balik pintu lalu menghampiriku.
"kenapa jani? Duduk dulu" aku menyambutnya dengan senyuman.
"anu mba..." Jani terlihat sangat ragu. Aku memang baru mengenalnya dua bulan, tapi wajah Jani tidak pernah terlihat secanggung ini setelah mengenalku.
"aku mau ngasih ini" Jani menyodorkan sebuah amplop.
Aku membuka amplop putih itu. 'surat pengunduran diri'
"kamu mau keluar?" aku baru membaca judul dari surat itu dan aku kaget bukan main.
"iya mbak, aku ngerasa aku Cuma bisa mengacau di dapur" wajah Jani menunduk, 'semoga ia tidak menyembunyikan tangis' batinku.
"Jani, lihat mata aku" aku ingin semuanya mudah tanpa ada yang disakiti, dalam hal ini merasa di rugikan mungkin. Mata Jani terlihat bberkaca-kaca "kamu dimarahi sama Adit?" aku langsung teringat pada cerita Adit dua hari yang lalu. Dari cerita Adit, aku tahu dialah yang paling risih dengan keberadan anak baru ini.
"engga mbak, sungguuh mas Adit itu baik, kalo aku salah pun dia menasehatiku dengan nada sabar, justru aku jadi engga enak sama mas Adit karena selalu mengacau" jelas Jani.
Ya, Adit memang selalu begitu pada orang lain, tapi tidak begitu padaku. Ia tidak pernah marah pada orang lain kecuali aku dan seseorang dimasa laluku yang bonyok karena membuatku tak sadarkan diri. Ah... mengapa aku meracau sepeti ini, aku kembali fokus pada masalah ini.
"kamu punya background pendidikan keuangan kan?" kataku mengingat-ingat waktu itu ia tidak setuju menerima Jani sebagai asisten koki karena dia tidak memiliki latar belakang tataboga ataupun apapun yang berhubungan dengan itu.
Jani mengangguk malu. Matanya sedikit berkaca-kaca.
"aku sedang kepusingan sendiri dengan keuangan café semenjak Isra cuti hamil, sisa cutinya masih dua bulan lagi dan aku sudah hampir gila. Mau bantu aku?"
Air wajah Jani berubah, kembali cerah dan kabutnya seperti hilang sedikit demi sedikit. Mata berkaca-kacanya sudah hilang seratus persen sekarang.
"setidaknya sampai Isra selesai cuti hamil dan mungkin aku akan mencarikan posisi yang tepat untukmu"
Menurutku, setiap orang pasti punya bagiannya masing-masing, Jani mungkin tidak bisa menjelma sebagai koki walaupun ia sangat ingin, entah apa yang memotivasinya aku tidak pernah bertanya. Tapi ia pasti punya tempat yang tepat di café ini. Lagi pula, Jani tipe perempuan yang tidak macam-macam dan penuh tekat, contohnya saja ia berusaha sebisanya di dapur walaupun hasilnya buruk. Tapi aku harus menghargai usahanya, aku butuh orang seperti Jani disini.
--
Adit.
"bagaimana? Dapur yang kau impikan sudah kembali?" Mia memasuki dapur. Seperti biasa, Aku sudah mempersiapkan opening bersama dua petugas dapur lainnya. Harusanya.
Yang satu adalah Miko, Pria berkulit gelap dan tegak, matanya sedikit sipit dan ada kumis tipis di atas bibirnya itu. Dia memang bukan koki, dia adalah si pembuat kopi yang terhebat di negri ini. Menurut Mia dan aku. Kopi buatan orang Flores ini seperti memiliki sihir. Dan pembuatnya juga, apapun yang kita rasakan tinggal bilang saja padanya, ia akan memberi secangkir kafein yang enak dan terasa sesuai dengan yang dirasakan. Entah dia sekolah di mana untuk bisa menerawang rasa kopi.

YOU ARE READING
MisdirectLove
Romancekamu tahu apa yang lebih nikmat dari secangkir kopi? ada yang bilang cinta ada yang bilang juga persahabatan tapi aku mau keduanya - Adit bukan, aku bukan menunggu hal yang tidak pasti aku hanya bisa melakukan ini bagaimana aku bisa berpindah hati j...