Chapter 1

10 0 0
                                    



Mia.

Siang ini mendung, kaca jendela di depanku dipenuhi embun sisa hujan tadi pagi. Dingin.

Cappuccino di depanku masih berasap. siang ini memang begitu dingin, hampir seisi café memesan minuman panas. Aku menengguk sedikit minuman di cangkir krem yang dari tadi menungguku.

Aku memejamkan mataku. Rasanya minuman ini terasa hangat turun perlahan melewati kerongkonganku dan berakhir di lambung.

Aku kembali membuka mata. Menatap jendela yang penuh embun lagi. Aku merasa seperti menanti, menanti seseorang yang pernah berjanji untuk kembali padaku. Seseorang yang berjanji akan pulang.

Bibirku menyelipkan sedikit senyuman mengingat aku masih menunggu selama ini. Bodohkah? Aku memikirkan kata itu setiap hari. Dan aku tidak pernah menemukan jawaban. Menurut Adit ini adalah kebodohan, tapi menurutku, kapan cinta tidak membuat manusia menjadi bodoh?

"boleh gabung?" lamunanku buyar seketika.

Pria muda dengan kemeja putih rapih, rambutnya sedikit panjang namu tidak sepanjang rambut Adit, sedikit berombak, wajahnya seperti mengingatkanku pada sesuatu "silahkan" jawabku dengan senyuman.

Pria itu membalas senyumku lalu duduk di hadapanku, ia membawa segelas espresso, sangat jelas aromanya, aroma yang membangkitkan dan penuh semangat.

Kali ini tatapanku pada sang kaca terbagi. Pria ini membuatku bertanya apa yang ia lakukan di mejaku? Bukankah meja-meja kosong masih berhamburan di setiap sudut café? Tempat ini memang spot terbaik untuk menatap ke luar. Tapi siapa yang ingin menatap jalan raya yang sumpek sedangkan ruangan ini penuh dengan hal-hal yang manis?

"aku mengganggu?" pria itu bersuara lagi. Matanya menatapku lurus.

Aku kembali tersennyum "engga kok" kataku lalu kembali menatap kaca jendela.

Kami kembali diam, lebih tepatnya kau tidak mau terlibat perbincangan yang terlalu banyak. Siang ini adalah jatahku untuk menikmati hujan di siang hari tapa harus merasa kedinginan. Dan aku tidak mau melewatkannya setelah berhari-hari aku disibukkan dengan keuangan café yang hampir membuaatku mau mati.

"Mia Aprilia, pemilik ChoChoffee café" pria itu memecah diam kami.

Aku memalingkan pandanganku padanya. Pria ini terlihat sangat hangat.

Senyumnya terselip dibalik gelas espresso yang ia teguk. "benar?" pria itu melanjutkan pembicaraannya, alisnya terangkat sebelah.

Aku menatap pria itu sedalam mungkin, siapa dia? Apa aku mengenalnya? Apa kita pernah bertemu?

"Alvin" Pria itu mengulurkan tangannya seakan membaca apa yang aku pertanyakan di dalam otakku.

"Mia" aku menyambut tangan Pria bernama Alvin itu dengan senyuman. Dan sepertinya aku memang tidak mengenalnya

--

Adit.

"siapa?" tanyaku, baru pertama kali aku lihat pria itu bersama Mia. Hampir seumur hidup Mia menghabiskan hidupnya bersamaku dan hampir semua temannya aku kenal, aku tidak pernah melihat pria itu sebelumnya. Walaupun aku melihatnya hanya dari kaca pintu didapur, mataku masih cukup sehat untuk melihat dengan siapa Mia duduk tadi.

"pengunjung" jawab Mia singkat lalu langsung nyelonong masuk ke dalam kantornya yang tepat di sebelah dapur, wajahnya lebih bersinar dari biasanya.

Tiga pasang mata menatapku penuh Tanya, sepertinya para koki ini juga sama ingintahunya seperti aku. Aku hanya mengangkat kedua bahuku dan kedua alisku lalu kembali meneruskan adonan pastry yang menunggu tanganku.

MisdirectLoveWhere stories live. Discover now