Jani.
Jatuh sakitnya mba Mia membuat mas Adit sehancur ini? Bukankah mba Mia hanya keleahan? Lalu apa yang membuat mas Adit seterpuruk ini?
Aku menatapnya dari meja pengunjung. Hari ini aku memilih bekerja di toko. Rasanya booring bekerja di tempat itu-itu saja.
LED ponselku berkedip. Tanganku rasanya enggan sekali melihat apa isi pesan itu. sebelum melihatnya pun aku sudah tahu siapa yang mengirim pesan. LED ponselku terus berkedip dan terus memaksaku untuk membuka pesan.
Tanganku meraih ponsel yang dari tadi tergeletak di samping kopiku. Aku membukanya. pesan dari orang yang harusya aku panggil papah.
'Jan, kapan mau pulang? mamah mu sakit, apa kamu tidak kasihan padanya?' alasan papah yang sudah aku terima berkali-kali hari ini. Aku menghela nafas panjang. Rasanya lelah seperti ini. Aku pergi bukan sepenuhnya marah pada mereka, aku hanya ingin menjalani hidupku tanpa tekanan dan berada bersama mereka membuat aku tertekan.
Air mataku menetes, rasanya perih sekali tiba-tiba teringat peristiwa itu. peristiwa mamah memarahiku dan membentakku untuk pertama kalinya seumur hidupku.
"engga Jani! Engga ada hubungan seperti itu" wajah mamah sangat merah. Matanya penuh amarah bagai kobar api dan juga kebimbangan.
Aku menunduk, air mataku sudah tumpah berjam-jam yang lalu. Bibirku tidak bisa berkata apapun, hanya bisa mengigil dan mengigit kesal bibir bawahku.
"mamah sama papah engga akan ngerestuin hubungan kalian" mamah berteriak sambil menunjuk-nunjuk wajahku. Suara mamah meraung dalam telingaku dan aku langsung tak bisa mendengar apapun.
"tapi maah" bibirku masih bergetar hebat dan t9idak sanggum melanjutkan kalimatku, aku hanya ingin membela diri. Aku hanya ingin bertanya ini kesalah siapa.
"jani, dengar! Kamu engga boleh punya hubungan seperti itu dengan kakak mu sendiri"
"kakak? Mamah engga pernah bicara apapun tetang kakak. Bahkan aku tidak tahu kalo aku punya kakak" kataku masih dengan isak, mataku semakin terasa panas.
"cukup Jani!" mamah berbalik lalu masuk kedalam kamarnya meningglkann aku yang masih pilu luar biasa. Masih dengan tangis, masih dengan rasaku yang tidak tahu harus dibawa kemana.
"Jani" lamunanku berhamburan.
Aku menghapus air mataku menyambut orang yang kini duduk dihadapanku. Mas Adit. Apa yang akan ia katakan bila melihat aku seperti ini.
"kamu" mas Adit menghentikan kalimatnya dan terus melihat mataku.
"cerita sama aku Jan kalo kamu butuh teman untuk bercerita. Kita disini saudara bukan?" kata Mas Adit dengan senyumannya. Matanya masih tak berbinar namunmasih mampu membuatku luluh. Ya, aku luluh.
Aku diam. Sibuk menatap matanya. Rasanya dia menyimpan banyak pilu, seperti aku. Kami sama, kai memiliki hal yang terpendam jauh.
"Hei, jangan bengong" kata Mas Adit lagi. "etalase sudah penuh yang menandakan tugasku sudah selesai, sekarang aku siap mendengarkan ceritamu" Mas Adit melipat kedua tangannya dimeja. Matanya siap untuk mendengarkan.
Aku tersenyum tipis. Sepertinya aku semakin luluh padanya.
"aku Cuma-" bibirku berhenti bergerak. Rasanya aku bingung harus mulai dari mana. Terlalu panjang, terlalu penuh dan terlalu padat.
Mas Adit masih menungguku disana, dengan wajah penuh penasaran.
"inget mamah papah aku aja mas" kataku singkat.

YOU ARE READING
MisdirectLove
Romancekamu tahu apa yang lebih nikmat dari secangkir kopi? ada yang bilang cinta ada yang bilang juga persahabatan tapi aku mau keduanya - Adit bukan, aku bukan menunggu hal yang tidak pasti aku hanya bisa melakukan ini bagaimana aku bisa berpindah hati j...