"Kenangan itu ibarat es batu, kalo nggak disimpan di tempat yang benar dia akan meleleh dan hilang ditelan waktu." - Rigel Langit
- RIGEL
***
Pria itu kini berdiri di depan pintu gerbang rumah yang sebentar lagi akan jadi rumahnya itu. Sepertinya dia sedikit tidak percaya kalau rumah yang ada di hadapannya ini adalah rumah barunya.
"Bunda yakin ini rumahnya?" Tanya pria itu tanpa menoleh ke arah ibunya.
Bella, nama ibu dari si pria , menoleh sekilas lalu melanjutkan aktivitas menurunkan barang bawaan berupa tas dan koper dari dalam mobil.
"Kenapa? Besar, kan?" kata Bella tersenyum.
"Ini sih udah kayak istana, Bun!" Seru Aira, adik si pria yang kini sedang melongo memperhatikan rumah barunya.
Pria berumur 16 tahun yang bernama lengkap Rigel Langit itu menoleh ke arah Sang Bunda.
"Gimana bisa Bunda beli rumah sebesar ini?" Rigel mengerutkan keningnya bingung.
Bella yang sedang sibuk menurunkan barang-barang dari mobil tak menggubris pertanyaan anak sulungnya itu.
"Udah, deh. Gak usah banyak tanya! Cepat bantu Bunda!" Kata Sang Bunda sambil berkacak pinggang.
Tanpa menunggu komando yang kedua, anak-anaknya langsung membantu menurunkan barang dari mobil.
Bella harus menurunkan barang-barang di depan gerbang karena sang juru kunci rumah tersebut, belum datang untuk memberikan kunci gembok gerbang rumahnya.
"Aduh ... Mana sih, Kang Atep?" Kesal Bella. "Udah jam 8 kok belum datang?"
Kang Atep sudah sepakat akan mengantarkan kuncinya pukul 07.30. Tapi sampai jam di tangan Bella menunjukkan pukul 08.00, orang yang ditunggu tak kunjung datang.
"Bun, itu tetangga kita?" Tanya Rigel.
Rigel memperhatikan seorang gadis yang keluar dari rumah di seberang rumahnya. Dia tampak terburu-buru menutup gerbang, dengan roti yang masih tersumpal di mulutnya.
Sepertinya dia terlambat berangkat sekolah, bisa dilihat dari seragam OSIS putih abu-abu yang dikenakannya.
Yang diamati sepertinya merasa diamati lalu menoleh ke arah Rigel, menyingkirkan roti di mulutnya lalu tersenyum.
"Pagi," sapa si gadis kemudian beranjak pergi.
Rigel hanya menganggukkan kepalanya, pandangannya belum lepas dari gadis itu yang kemudian hilang bersamaan dengan ojek yang ditumpanginya itu.
"Iya, itu Senja. Anaknya Tante Ana, temen Bunda," Terang Bunda.
Bella masih celingukan mencari orang yang sedari tadi membuatnya jengkel. Bagaimana tidak, sudah 30 menit Bella menunggu tapi si pembawa kunci itu tak kunjung datang.
Sementara itu kini kedua anaknya sedang berkeliling mengamati lingkungan tempat tinggal barunya. Mereka tinggal di komplek perumahan yang bisa dibilang sangat mewah.
Setiap rumah memiliki luas minimal 30×30, dan rumah paling besar di komplek itu memiliki luas 50×50 yang tak lain adalah rumah yang sebentar lagi akan dihuni Rigel sekeluarga.
"Wah ... Kak, kayaknya rumah kita yang paling besar, deh?" Kata Aira.
Dari mana Bunda dapet uang buat beli rumah sebesar ini? Rigel menggumam dalam hati, dia masih tidak percaya dengan rumah barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGEL
Teen FictionAku tidak seperti yang kau kira, aku berbeda. Namun aku benci perbedaan pada diriku. Aku tidak bisa merasakan apapun. Aku monster! - Rigel Langit Jika kau sebut dirimu monster, maka aku mungkin akan tersinggung. Aku mana mungkin mencintai seekor mon...