"Kamu itu kayak Matematika. Aku sama sekali nggak ngerti."
- RIGEL
***
Mata Senja tak henti memandangi setumpuk buku yang baru saja dipinjamnya dari perpustakaan sekolah. Pada sampulnya tercetak tebal huruf-huruf merangkai kata "MATEMATIKA". Salah satu mapel yang paling tidak disukai murid manapun. Termasuk Senja.
"Oke, Ra. Sekarang kita mulai belajarnya, ya," ucap seorang lelaki yang duduk berseberangan dengan bangku Senja.
"Aduh.. tiba-tiba kok pala gue pusing ya, Lan. Aduduh... nggak kuat gue, Lan." Keluh Senja memegangi kedua keningnya yang tidak pusing sama sekali.
"Belum juga mulai udah pusing, itu mah alesan lo aja, Ra. Mau kabur lagi kan lo? Kali ini gue nggak bakal ketipu Ra," ucap Alan menoyor pelan kening Senja dengan telunjuknya.
Senja memang termasuk murid yang pandai di kelas. Dia selalu masuk peringkat 10 besar di kelasnya. Tapi walau bagaimanapun, Matematika adalah momok paling menakutkan bagi Senja. Baginya, lebih baik menghafalkan 1 BAB Sejarah Indonesia ketimbang harus mengerjakan soal maetematika yang sama sekali tak ia ketahui rumusnya.
"Iyaiya, bawel amat." Bibir gadis itu mencebik ke bawah.
"Gak usah manyun-manyun sok imut, lo nggak imut,"
"Bodo!"
Di luar sedang hujan. Dan Senja sedang fokus pada soal dan celotehan Alan tentang berbagai rumus persamaan garis dan logaritma yang sama sekali nol di kepala Senja.
Fokusnya selalu buyar oleh petikan gitar si musisi kafe yang seakan mampu membuat Senja tidur dalam alunan musiknya.
Sore ini Senja harus belajar Matematika kalau besoknya ia tidak mau dapat nol dalam ulangan harian Matematika. Senja ditemani Alan teman akrabnya yang bisa dibilang otaknya lebih besar 75% dari Senja soal urusan hitung-menghitung.
"Nih, diminum dulu, Lan. Tante buatkan Cappucino kesukaan kamu." Seru Anna menyuguhkan secangkir minuman panas yang menguap karena suhu tingginya.
Kalau kalian lupa, Anna adalah Mamah-nya Senja. Ya, saat ini Senja sedang belajar di Altair's Cafe. Cafe dengan gaya minimalis dengan jendela kaca besar yang langsung menampakan pemandangan jalan raya yang saat ini basah diguyur hujan.
"Makasih, Tante. Baik, deh, hehe." Sahut Alan ramah menerima secangkir minuman kesukaannya itu.
"Senja mana?" Tanya Senja pada Anna. Matanya berbinar menampakan wajah puppy-nya.
"Bayar!" Ucap Anna lalu pergi menghiraukan anak gadisnya itu.
Senja hanya bisa mencebikkan bibirnya ke bawah. Tanda ia kesal dengan Mamah-nya yang lebih perhatian pada anak orang ketimbang anaknya sendiri.
****
Rigel masih tak habis pikir dengan kejadian tadi siang di depan WC sekolahnya. Kenapa dia malah dimaki-maki sama si cewek aneh itu? Padahal Rigel cuma ingin bersikap baik padanya. Apa salah Rigel?
Rigel masih duduk diam pada kursi santai di balkon kamarnya. Sesekali melirik benda kecil di pergelangan tangannya. Matanya masih fokus memandang kolam renang yang airnya bercipratan terhantam derasnya butir-butir air langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGEL
Teen FictionAku tidak seperti yang kau kira, aku berbeda. Namun aku benci perbedaan pada diriku. Aku tidak bisa merasakan apapun. Aku monster! - Rigel Langit Jika kau sebut dirimu monster, maka aku mungkin akan tersinggung. Aku mana mungkin mencintai seekor mon...