"Am I Human?"
-***
Sejak bel istirahat berbunyi sampai sekarang, Rigel masih duduk di bangku kelasnya, sibuk dengan benda persegi di tangan kanannya. Mata Rigel tak henti menyorot layar ponselnya itu. Jemarinya sibuk menekan tombol blokir pada aplikasi Line miliknya.
"Parah lo ya, Zi! Gara-gara lo banyak pesan Line masuk ke hape gw!" Rigel meletakan ponselnya kesal.
"Yaelah, Gel. Tinggal dibales aja si, kasian mereka fans lo," goda Zidan. "Jangan sombong-sombong."
Rigel berdecak kesal. Bagaimana tidak kesal? Karena ulah Zidan yang menjual ID Line Rigel, banyak cewek-cewek labil yang spamchat ke Line Rigel. ID Line Rigel dihargai 25 ribu oleh Zidan. Bisa dibayangkan betapa kesalnya Rigel saat ini.
Rigel kembali menyambar ponselnya yang tergeletak di atas meja kelasnya. Mulai memilah lagi pesan yang baru saja masuk. Dan isinya bisa ditebak, hanya sekedar basa-basi salam kenal yang begitu memuakan bagi Rigel.
"Oh iya, Gel. Tadi ada cewek kelas 10 yang beli ID Line lo. Cakep banget, Gel. Beuh.. lo pasti naksir, Gel!" Ucap Zidan sambil membayangkan wajah cewek yang dimaksud barusan.
"Nggak minat," ucap Rigel dingin.
"Ah lo mah, gak asik!" Zidan melirik kesal sahabatnya ini. "Oh iya, lo kan seleranya yang imut-imut kayak model Senja gitu. Masih sama aja lo kayak dulu."
"Brisik lo, diem!" Lirik Rigel tajam.
Rigel paling tidak suka ada yang mengungkit-ungkit tentang masa lalunya. Baginya masa lalunya adalah kesalahan penulisan dalam lembaran kisah hidupnya.
"Gue tau lo masih belum bisa move on dari Acha. Secara fisik Senja emang mirip sama Acha, tapi jangan pernah lo samain dia sama Acha. Jangan jadiin dia pelampiasan lo." Ucap Zidan lalu menyedot Cimory-nya.
Rigel melirik tajam pada Zidan, ada tatapan benci di sorot mata Rigel.
"Gue nggak suka sama Senja," bantah Rigel, sedetik kemudian ia buang tatapannya ke sembarang arah.
Ada sesuatu dalam diri Rigel yang membuatnya berubah. Sesuatu yang selalu mengganjal di hatinya. Sesuatu yang selalu membayangi pikirannya. Sesuatu yang selalu menghantuinya kala ia akan terlelap. Dan Rigel paham betul apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Rigel sedang tidak baik-baik saja.
***
Pria itu keluar dari ruang operasi, terlihat bercak darah sedikit mengotori pakaian yang ia kenakan.
"Bagaimana keadaan anak saya, dok?"
Kedua sudut bibir pria itu terangkat lalu menatap Bella senang.
"Mungkin ini mukzizat untuk anak ibu. Operasi pada kepala anak ibu berjalan lancar, proyektil dapat dikeluarkan dan pendarahan dapat kami tangani."
Bella menghela nafas lega. Raut wajahnya senang mendengar perkataan dokter, setelah 5 jam menunggu dengan rasa yang tak karuan serta sesak di dadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGEL
Teen FictionAku tidak seperti yang kau kira, aku berbeda. Namun aku benci perbedaan pada diriku. Aku tidak bisa merasakan apapun. Aku monster! - Rigel Langit Jika kau sebut dirimu monster, maka aku mungkin akan tersinggung. Aku mana mungkin mencintai seekor mon...