BIRU Part 1

1.8K 40 2
                                    



TUBUHKU semakin tidak berdaya untuk melangkah lebih jauh lagi. Napasku terengah-engah dan keringatku mengalir deras membasahi bajuku. Mataku menatap kosong lautan  pasir yang saujana mata memandang. Sudah hampir setengah hari aku berjalan dan aku belum menemukan tanda-tanda kehidupan.

Langkahku tertatih-tatih melewati pasir yang agak dalam, menyentuh mata kakiku. Desir angin sesekali berbisik seolah-olah menertawakanku.

Ah, sial! Di mana aku sebenarnya?

Aku betul-betul sendirian di sini. Sejauh mata memandang semua kosong dan sepi. Tiada tanda-tanda keberadaan makhluk hidup. Bahkan burung-burung tidak terlihat satu pun di langit.

Aku mendongakkan wajahku. Di atas sana segala-galanya biru, tanpa awan. Matahari semakin tegak di atas kepalaku, bersinar dengan angkuh, panasnya membakar kulitku.

Aku menelan ludahku. Tenggorokanku kering dan perutku keroncongan. Semakin lama tubuhku semakin tidak kuat lagi untuk melangkah lebih jauh.

Tuhan, di mana aku? Kenapa aku bisa berada di tempat sial ini! Tuhan, tolong aku! Batinku menjerit. Sia-sia. Tidak ada yang menjawabku. Kakiku gemetar dan penglihatanku kabur. Aku berusaha untuk bertahan tetapi kodratku tidak mampu mengikuti kata hatiku.

Akhirnya aku tumbang. Aku sudah tidak kuat lagi untuk melangkah. Air mataku mengalir deras dan aku menangis tersedu-sedu.

Tuhan, apakah aku akan mati di sini?

Tiba-tiba ada kekuatan besar yang mendorongku dari belakang. Sangat keras. Aku terpental jauh dan semakin jauh ke langit. Tubuhku melayang! Kegilaan apa ini? Ada apa ini?

Tiada jawaban. Tubuhku semakin jauh melayang melewati garis cakrawala. Aku melihat daratan di bawahku semakin kecil. Aku memejamkan mata dan berusaha berpikir jernih. Apa sebenarnya yang terjadi. Aku tidak mampu mengingat apa-apa.

Tubuhku melayang seperti kapas yang ditiup angin. Tanpa arah dan tanpa tujuan. Sekarang aku betul-betul pasrah pada nasibku. Jika mati adalah jalanku, maka aku akan mengambil jalan itu.

Sayup-sayup aku mendengar suara napas yang berat. Sangat berat. Aku membuka mataku dan mencari sumber suara itu. Sedetik kemudian aku terkejut besar. Aku tersentak seketika. Ada seorang laki-laki berwajah cerah tersenyum padaku. Dia juga melayang-layang sepertiku. Pakaiannya putih bersih tanpa noda sedikit pun. Berbeda denganku yang dikotori pasir.

Ayah?

Aku berusaha untuk mendekat. Laki-laki yang menyerupai ayahku itu masih di situ, melayang-layang. Dia menungguku sambil tersenyum. Lidahku berusaha untuk mengucapkan sesuatu tetapi kelu. Tiga meter. Dua meter. Satu meter dan aku melayang tepat di depannya. Dia mengulurkan tangannya dan aku menyambutnya. Tiba-tiba semuanya berubah gelap.

ooOoo

Terdengar suara gaduh di sekelilingku. Teriakan orang-orang. Aku membuka mataku perlahan. Penglihatanku tidak jelas. Blur. Tetapi aku bisa melihat bayang-bayang di sekitarku. Bayang-bayang orang yang panik. Mereka berlari kesana kemari.

Ada sesuatu mengalir di wajahku. Aku mengusapnya dengan telapak tanganku dan mendekatkan ke mataku. Apa ini? Darah?

Dan sekali lagi semuanya kembali gelap.

ooOoo

Hal yang paling menyenangkan dalam hidupku adalah ketika bisa menghabiskan waktu untuk menikmati keindahan alam. Aku seolah-olah menemukan diriku sendiri. Melihat asalku. Melihat asal semua makhluk.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang