BIRU Part 14

97 5 0
                                    



Suasana dalam kelas agak ribut. Teman-temanku larut dengan dunia mereka masing-masing. Terlihat Bimo duduk di kursi guru, dikerumuni oleh beberapa temanku yang sebagian besar cewek, sedang memasang wajah serius. Matanya menatap tajam wajah mereka satu per satu.

"Setan itu awalnya menjelma sebagai sosok gadis yang sangat cantik. Kalian jika melihat setan yang berwujud manusia itu, pasti jatuh cinta, sumpah!!!" Bimo semakin serius. Teman-temanku yang sedang mendengarkan, menelan ludah.

"Permisi mas... Maaf, mau bertanya, kira-kira ke Sumur Kembar arahnya ke mana ya? Gadis itu bertanya dengan suara yang lembut sekali. Senyumnya manis sekali..." Bimo menekan-nekan suaranya.

"Kira-kira kejadiannya pukul berapa, Bimo?" Tini bertanya dengan antusias. Yang lain mengangguk penasaran.

"Hmmm..." Bimo memejamkan mata sebentar. "Kira-kira pukul satu pagi. Asal kalian tahu, semalam suasana benar-benar berbeda. Sunyi sepi dan dingin sekali." Bimo memeluk tubuhnya. "Jika kalian melihat bulan semalam, warnanya aneh sekali. Warna merah darah" Bimo serius. Hidungnya kembang kempes. Aku yang curi-curi dengar cerita Bimo tidak kuat menahan tawa. Bulan purnama semalam terlihat biasa saja, tidak lebih dan tidak kurang. Bocah ini mulai mengarang cerita.

"Setelah setan itu berlalu, kami tercium bau busuk. Busuk sekali!!! Kalian pasti muntah-muntah mencium bau itu!" Ceritanya semakin seru. Teman-temanku yang lain mulai merapat. Mereka menahan napas.

"Dan...." Bimo memejamkan matanya.

"Wahhhhh....!" Teriakannya melengking memenuhi ruangan kelas. Teman-temanku yang fokus mendengarkan langsung kaget, ada yang melompat di atas meja saking kagetnya bahkan ada yang jatuh terlentang. Cewek-ceweknya pula berteriak histeris. Bimo tertawa terbahak-bahak setelah puas mengerjai mereka. Beberapa detik kemudian, Tini dan beberapa cewek yang lain melempar kapur tulis ke arah Bimo saking emosinya.

Aku hanya menggelengkan kepala melihat gelagat si Bimo. Makhluk yang sedang ketawa terbahak-bahak itu sudah terkenal sebagai pembuat onar di sekolah selain Agus yang sedang...

Aku melemparkan pandanganku ke belakang. Tumben makhluk itu kalem hari ini, pikirku. Terlihat Agus sedang duduk menyendiri di belakang, di sudut belakang kelas, sambil meletakkan buku matematika di depannya, sedikit menutup wajahnya. Dia terlihat serius. Matanya bergerak cepat dari kiri ke kanan. Jika orang lain berpikir bahwa dia sedang belajar, meskipun harus aku akui otaknya encer untuk urusan hitung-hitungan, tetapi sebenarnya dibalik buku matematika itu, terselip novel stensilan karya penulis misterius, Enny Arrow! Lihatlah wajahnya Agus yang kemerah-merahan dan jakunnya naik turun. Keringatnya pula membasahi dahinya. Sesekali dia menarik selangkangan celananya yang.... Ah, sudahlah!

Parah! Parah! Pikirku.

Aku mengalihkan perhatianku pada seseorang  yang duduk pas di samping kiriku. Tangannya lincah mencatat atau sebenarnya menyontek catatanku. Sesekali dia terdiam sejenak, mencoba mencerna isi catatanku itu. Terkadang juga dia senyum sendiri. Lesung pipinya terukir indah menambah indah senyumannya. Dia sepertinya tenggelam dalam dunianya sendiri.

Gadis si bando biru, gelarku untuknya. Bando birunya itu masih menjadi mahkotanya, bahkan aku tidak pernah melihatnya lupa mengenakan bando biru, sejak SD lagi. Ah, aku hampir lupa! Aku harus segera menyelesaikan puisi itu.

Aku mengeluarkan buku catatan sampul biruku dan mengambil pulpen bertinta kuning keemasan hadiah darinya kemarin. Aku membuka halaman terakhir dan membaca susunan kalimat pembuka puisi yang sempat aku tulis di taman tadi. Senyumanku terukir. Ide-ideku mengalir deras. Semuanya akan kutumpahkan dalam puisi ini.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang