BIRU Part 7

145 13 2
                                    




Mataku masih terpejam tetapi aku bisa mendengarkan suara bisik-bisik di sana. Ada beberapa suara, terdengar juga suara tangisan yang ditahan. Aku berusaha membuka mataku. Berat sekali. Aku melihat bayangan siluet orang-orang yang mengelilingiku. Kurang jelas. Aku memicingkan mataku. Mereka bertopeng!

Di mana aku? Aku meronta tetapi aku tidak bisa merasakan tubuhku. Aku mencoba tenang dan mengumpulkan segala kekuatanku. Satu. Dua. Tiga! Aku mencoba untuk menggerakkan tubuhku lagi dan hasilnya nihil.

Sayup-sayup aku mendengar suara tangisan yang keras dan bayang-bayang itu mendekatiku. Salah satu mereka terlihat memegang sesuatu. Tidak jelas. Sosok itu semakin dekat, aku melihatnya memegang pisau yang dibasahi cairan merah yang menetes.

Darah?! Tidak, Tolong aku! Siapa pun itu, tolong aku!!!

Aku berupaya menjerit tetapi suaraku tercekat di kerongkongan. Air mataku mengalir di pipi. Beberapa detik aku meronta, orang-orang itu memegangku dengan erat. Di tangan mereka terlihat sesuatu yang tajam. Mereka menusukku dengan benda itu.

Tiba-tiba aku tersedot ke alam yang lain. Kosong. Aku hanya melihat lautan pasir yang membungkus daratan dan langit biru tanpa awan.

Bukankah aku pernah hadir di sini dalam mimpiku sebelumnya? Aku semakin cemas. Ingatan mimpi sebelumnya bersekelebat dan membuatku trauma. Apakah aku kembali tersesat di sini. Tuhan, ujian seperti apa ini?

Aku langsung teringat dengan sosok yang melayang-layang dalam mimpiku dulu. Ayah! Aku segera mencari-cari sosok itu. Di mana dia?

Aku berlari dengan cepat. Butiran pasir beterbangan dan membuat mataku perih tetapi aku tetap berlari dan terus berlari. Keringat membasahi bajuku. Mataku tajam menatap segala arah, mencari-cari sosok itu. Mungkin dialah jawaban dari segala pertanyaanku selama ini.

Pakaianku dikotori pasir tetapi aku tidak peduli. Otakku terus berpikir keras sembari mataku menatap ke sekelilingku. Tiba-tiba langkahku terhenti.

Kakiku menendang sesuatu di bawah sana. Sesuatu yang tertanam dalam pasir. Aku menyibak pasir yang menutupi benda itu. Jantungku berdetak kencang. Aku semakin cemas.

Bando? Ini bando biru milik Senja...

ooOoo

Aku terbangun dari mimpiku. Keringat mengalir deras membasahi dahiku. Jemariku gemetar dan jantungku berdetak dengan kencang. Napasku naik turun. Sial! Mimpi apa tadi? kenapa bando itu...

"Kamu sudah bangun?" Seseorang menyapaku dari muka pintu. Di tangannya ada semangkuk sop dan segelas air. Senyumnya manis memperlihatkan lesung pipinya. Dia masih mengenakan seragam sekolahnya, putih abu-abu.

"Sen... Senja..." Aku kebingungan. Senja duduk di sampingku lalu menyentuh dahiku dengan telapak tangannya.

"Alhamdulillah, panasnya sudah turun. Ini aku sudah masakkan kamu sop ayam dan..." Senja mengeluarkan sesuatu yang terbungkus dalam kantong plastik dari saku bajunya, "Ini obatnya..."

"Senja... kenapa kamu bisa...?"

"Gara-gara kamu bermain hujan kemarin sewaktu pulang dari sekolah, jadinya kamu sakit." Ucapnya. Nadanya sengit. Dia memencet hidungku.

"Kamu tidak jijik dengan ingusku?" Aku menggodanya. Dia segera melepaskan picitannya kemudian mengelap jari-jarinya di baju yang aku kenakan. Aku tertawa tetapi suaraku lemah dan tenggorokanku perih.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang