Half one of part

107 5 0
                                    

Unknown castle, Barcelona

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Unknown castle, Barcelona.

Seanna Azni Mauric, seorang wanita yang kini sudah memasuki usia 32 tahun. Seanna berdiri diatas sebuah kastil dipinggirkan pantai dengan pemandangan pantai berselimutkan langit  yang amat jingga, dengan sebatang rokok yang dihisap pelan, matanya menerawang jauh dengan apa yang baru saja dilakukannya.

Don Toreco, rekan Seanna dalam pembantaian sebuah kartel hari ini. Don berjalan dengan pistol FN Five-Seven ditangan kanan kirinya, tampak sangat santai melewati mayat-mayat yang masih hangat dengan darah yang mengalir keluar dari kepala dan organ penting mereka. Don memberikan salah satu pistolnya kepada Seanna dan satu lagi ia masukan kedalam holter sabuk miliknya.

Don berdiri disamping Seanna, mata Don menjelajahi hasil bantaian Seanna hari ini. "Tembakanmu sudah semakin hebat sea." Puji Don sambil menyalakan rokonya dan menghembuskan asap rokok.

Seanna masih dengan mata yang menerawang jauh, dengan mata yang sudah menghangat karena terus menatap cahaya langit sore tanpa berkedip. "Benarkah? Kurasa belum, mereka masih menggelepar sesaat kemudian tewas. tidak sebaik dirimu Don." Seanna menyadari  dari ekor matanya, pergerakan Don yang hendak menembaknya.

Dengan segera Seanna menendang teman yang sudah menjadi lawannya itu. Don terjatuh dengan pistol yang telah berhasil Seanna rebut. "Pergi Sea John sudah tahu apa yang kau rencanakan" dengan segera Seanna berbalik untuk segera melarikan diri, namun tidak Seanna sangka ada seseorang yang menyengat lehernya dengan strum. sebelum wanita itu menutup matanya ia melihat Don menghampiri orang yang menyetrumnya dan menepuk pundaknya pelan.

"Maaf sea, kau memang teman terbaik yang pernah kumiliki, namun kesetiaanku hanya untuk John" itulah kata-kata terakhir yang Seanna dengar sebelum wanita itu menutup matanya.

*****

Seanna POV

Aku berdiri di sebuah ruang, kuputar tubuhku namun tidak ada yang bisa kulihat ataupun kudengar, aku kembali merasakan rasa takut dan putus asa yang sudah lama tidak kurasakan sesak, seolah-olah leherku tergantung dipintu kamar mandi lamaku yang sangat sempit.

Tepat didepanku muncul cahaya yang menyilaukan, cahaya itu membentuk kotak besar seperti layar bioskop yang sering aku tonton bersama cinta pertamaku 15 tahun yang lalu. Seperti kaset rusak yang menyala, layar itu menyajikan kisah hidupku yang dimulai saat ayahku tertangkap sebagai seorang pejabat yang menyuplai narkotika secara besar-besaran masuk ke Indonesia hingga membuat keluargaku dan aku menjadi bulan-bulanan satu negeri,  mengakibatkan hancurnya seluruh anggota keluargaku, ya aku juga termasuk di dalamnya.

Pembullyan yang dilakukan teman sekolahku, putus hubungan dengan Zayden, pengucilan dari lingkungan sosial, Jatuh miskin, kekerasan secara fisik yang dilakukan oleh kakakku akibat dari sangsi sosial dan jatuh miskin, penculikan dan pelecehan.

Better With The LightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang