#16

936 57 6
                                    

Gue gak tau apa yang gue rasain, tapi gue gak suka kalau dia bersama yang lain. Walaupun dia bukan siapa-siapa gue.
•~••~•
Ravindra Gavin Arditama

Kini seseorang yang jaketnya terlihat basah kuyup duduk di kursi panjang. Sesekali dirinya menatap ke arah pintu dimana di dalamnya terdapat seseorang yang ia selamatkan beberapa menit lalu. ingatannya muncul dimana dia melihat mobil yang berada di depannya melaju dengan kecepatan di atas rata-rata membelah jalan raya yang saat itu sedang sepi. Dan ketika ada mobil yang menyebrang, mobil di depannya langsung membanting setir.

Mengingat hal itu membuat dirinya meringis karena suara tabrakan yang ditimbulkan cukup keras. Bahkan orang yang ia selamatkan mengeluarkan darah yang cukup banyak. Dia sendiri saat ini mengamati bajunya yang banyak bercak darah.

Setelah hampir dua puluh menit, para suster mulai keluar dari dalam ruangan satu persatu. Diikuti oleh dokter yang menangani gadis itu. Dokter itu menghampiri dirinya yang sedang duduk di kursi duduk.

"Anda kerabat pasien?" tanya dokter yang langsung diberi gelengan olehnya.

"Saya yang menolong dia tadi, dok. Gimana keadannya?"

"Keadaannya sudah mulai membaik sejak saat ini. Pasien sempat kehilangan banyak darah tetapi sudah kami atasi saat ini. Penanganan lebih lanjut akan diputuskan setelah pasien sudah siuman."

"Tapi dia gak papa kan, dok?"

"Saat ini kondisinya membaik. Apakah Anda sudah menelepon pihak keluarga?"

"Sedang dalam perjalanan, Dok."

Dokter itu mengangguk paham dan pergi meninggalkan orang itu seorang diri.

Dirinya menatap lurus ke arah dimana gadis berambut pirang berbaring. Tanpa sadar langkahnya menuju ruangan, dapat dilihat dengan jelas wajah sayu itu. Dirinya semakin mendekat ke arah ranjang dan mengambil kursi untuk duduk di samping gadis yang kini masih menutup matanya.

Alat kardiography masih terus bekerja. Dirinya mendekatkan tangannya ke arah tangan gadis itu. Jari jarinya terulur bergerak mendekati tangan yang saat ini sedang dipasang infus. Gerakannya tertahan karena jari itu menunjukan pergerakan kecil

***

Sedangkan di alam lain, seseorang berdiri di sebuah ruangan yang serba putih. Tanpa adanya satu orang pun di sana. Langkahnya terus bergerak maju walaupun diliputi perasaan cemas.

"Amanda, how are you?"

Dirinya tiba-tiba mendengar suara aneh yang entah darimana asalnya. Dirinya juga merasa asing dengan suara itu.

"Halo? Ada orang?" ujarnya pelan yang malah didengarnya seperti orang berteriak.

"Do you miss me?"

Perkataan itu membuat dirinya terkejut, dengan cepat dia menoleh ke arah belakang. Dilihat seorang gadis yang berpawakan sama seperti dirinya tersenyum. Langkah Manda tanpa disadari bergerak mundur dengan badannya yang tiba-tiba bergetar.

"Apa lo masih takut dengan gue?" tanyanya sambil tersenyum jahat

"Ke--kenapa lo ada di sini?"

"Menurut lo gue akan diam saja? Setelah apa yang lo perbuat sama gue?"

Manda menggeleng cepat dengan kenangan yang kini berputar cepat di otaknya.

"Lo penyebab kematian gue Amanda! Lo pembunuh!"

"NOOO!!" teriak Manda sambil menutup kedua telinganya. Air matanya sudah turun semenjak tadi, ingatan masa lalu kini seperti putaran kejadian ulang.

Seperti disentak, tubuhnya seolah ditarik paksa ke dimensi berbeda. Jantungnya berdebar. Dadanya terasa sesak. Suara suara yang sama pun saling bersahutan.

"Mengingat kenangan pahit, huh?" orang itu pun mengabil langkah mendekati Manda, mengikis jarak diantara mereka.

Manda yang sudah tersadar menatap orang itu dengan wajah ketakutan. Kakinya bergetar hebat. Bahkan kini terasa berat hanya untuk berpindah.

***

Suara alat kardiograf yang berada di samping ranjang tiba tiba berubah seperti musik bertempo cepat. Membuat orang yang berada di sampingnya langsung berdiri dari kursi. Saat dirinya akan memanggil dokter, tangannya digenggam erat oleh gadis yang terbaring di sana. Dilihatnya mata yang masih terpejam, tetapi dia dapat melihat pergerakan mata yang sangat gelisah. Bahkan keringat membanjiri pelipis gadis itu.

"Anjir gimana gue mau manggilin dokter ini," gumamnya pada diri sendiri. Dia dapat merasakan tangannya semakin digenggam erat oleh gadis itu.

Dirinya memutuskan duduk kembali dan menggenggam erat tangan yang saat ini juga menggenggamnya. Tangan satunya terulur untuk menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu.

***

Dirinya terus memaksakan kakinya agar bergerak mundur, menjauh dari orang yang saat ini menatap dirinya dengan smirk khasnya.

"Mau lo apa?" tanya Manda yang saat ini air matanya sudah mengalir membasahi pipinya.

"Mau gue? Lo yang mati!" detik itu juga Manda didorong paksa oleh lawan biacaranya ini.

"AAAAAAAAAA!"

Manda merasakan tubuhnya yang langsung dihempas begitu saja entah menuju mana, yang ia tahu pemanmdangan sekitarnya menjadi putih semua.

***

"Kita akhiri rapat ini." Gavin langsung membereskan semua barang-barang yang berada di atas meja. Anggota lainnya juga turut membantu membereskan sisa barang yang digunakan untuk rapat.

Satu per satu anggota pun pulang karena hari semakin sore ditambah kesan mendung yang sepertin sudah mendekati malam. Gavin kini menyangking tas nya seraya berjalan ke arah pintu.

"Mel," panggil Gavin pada orang yang juga baru saja akan keluar.

"Ya Vin? Kenapa?" Melody menghentikan langkahnya setelah berada di luar ruangan OSIS. Dirinya menoleh dan melihat Gavin yang sedag mengunci ruangan tersebut.

"Lo lihat Manda ga? Gue mau balikin bukunya tapi orangnya ga ada."

Melody yang mendengar itu hanya mengerutkan kedua alisnya, sepanjang rapat tadi diirnya baru mengetahui jika Manda tidak ada di sana. Ingatannya berputar saat kejadian di kantin di mana Manda saat itu tidak terlihat baik-baik saja.

"Gue terakhir ketemu dia di kantin makan bareng. Dia kaya ketakutan gitu."

Gavin menaikkan sebelah alisnya karena merasa aneh dengan yang dikatakan oleh Melody. "Ketakutan gimana maksut lo?"

"Kaya trauma gitu deh." Melody mengendikkan bahu seraya memasukkan alat tulisnya ke dalam tas yang semenjak tadi dibawanya.

"Gue duluan." Gavin berjalan cepat meninggalkan ruang OSIS, tangannya membuka line Manda tetapi sama saja tidak ada jawaban.

"Lo kemana si, Man. Gue khawatir."

***

Agam memegang tangan gadis yang masih berbaring lemah, tangan satunya terulur mengusap kening gadis itu dengan lembut dan menciumnya dengan penuh kasih sayang. Apa yang ditakutinya telah terjadi, dirinya memaki diri sendiri karena tidak menghalangi Manda untuk membawa mobil seorang diri.

Agam sengaja tidak memberitahu kedua orang tuanya terkait kondisi Manda saat ini karena mereka sedang berkunjung ke kerabat yang akan menikah. Dirinya akan mengabari mereka jika sudah sampai di rumah.

"Dia akan kembali lagi."

Ucapan itu terus menerus membuat Agam gusar. Dirinya tidak ingin adeknya menderita kembali seperti dulu.

Cukup dulu.

Jangan terulang lagi.

***

18 Mei 2021

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 18, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Just For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang