"Hyung."
"Hyung."
"Hyung."
"Lee Taeyong hyung!"
Seruan Haechan bergema di lorong kosong menuju lobi utama.
Ini sudah hampir tengah malam ㅡsehari berselang sejak Haechan melihat Taeyong keluar dari de Amapola dengan satu-satunya perempuan yang ia sukai lebih dari teman.
Lim Joa.
Malam ini Haechan nekat datang ke gedung latihan karena tahu Lee Taeyong si perfeksionis sering latihan hingga larut malam ㅡsendirian.
Dan saat ini urat-urat di pelipis Haechan berdenyut menahan rasa kesal.
Lee Taeyong ini tuli atau apa?
"TAEYONG HYUNG!" seru Haechan lebih keras dari sebelum-sebelumnya ㅡmasa bodoh dengan beberapa staff yang kebetulan masih kerja lembur.
Setidaknya sekarang Taeyong menghentikan langkah kakinya. Ia berbalik dan Haechan segera menghampirinya.
"Hyung!" panggil Haechan lagi sebelum Taeyong berubah pikiran.
"Ada apa Chan?" tanya Taeyong datar.
"Dipanggilin loh dari tadi," Haechan berusaha bersikap biasa.
Taeyong mencabut benda yang menyumpal telinganya.
"Handsfree," ucapnya singkat. "Sorry."Ingin rasanya Haechan mendengus sarkastik. Sekeras apapun musik yang didengar, mustahil Taeyong tidak merasakan ada orang yang mengejarnya.
Tapi ini bukan saatnya memperkeruh suasana.
"Pulang Chan, udah malem," ujar Taeyong datar lalu berbalik dan berjalan lagi.
Haechan mendesiskan umpatan pelan lalu mengejar Taeyong.
"Hyung," ujarnya sabar. "Kita sama-sama tau ㅡkita harus ngomong berdua, iya kan?""Ya ngomong aja sekarang," jawab Taeyong tak acuh.
"Serius hyung," tekan Haechan. "Nggak capek apa sama masalah kita ini?"
Taeyong berhenti, lalu menatap Haechan dan tersenyum muak.
"Kita?" tanyanya. "Aku nggak merasa kita punya masalah. Kamu aja yang emang bermasalah."
Haechan meringis merasakan sakit pada hatinya.
Bermasalah katanya?
Cih, dia pikir siapa yang selama ini keras kepala?
"Hyungㅡ"
"Udah lah, Chan," ujar Taeyong. "Ngapain sih masih mau ngomong sama sampah kayak gini?"
Haechan tercekat melihat Taeyong mengucapkan kata sampah sambil menunjuk dirinya sendiri, jelas menyindir.
Selama ini dia berusaha tampak kuat, tapi nyatanya orang yang selalu menguatkan diri selalu berakhir memiliki hati yang rapuh.
"Hyung," suara Haechan bergetar, matanya berkaca-kaca. "Kenapa sih nggak mau percaya?"
Taeyong tampak agak merasa bersalah, tapi dia tetap keras kepala.
"Karena kamu nggak punya bukti," jawab Taeyong singkat.
"Emang kamu pikir aku sebenci itu sama kamu? Pernah aku keliatan sejahat itu? Hah?" tanya Haechan sambil menggosok kasar matanya dengan ujung lengan jaket.
Helaan nafas berat keluar dari mulut Taeyong.
"Kamu masih terlalu muda, Chan," ujar Taeyong. "Aku udah hidup cukup lama dan belajar kalau musuh kita kadang bersembuyi jadi orang-orang terdekat."
"Maksudnya?" tanya Haechan.
"Aku udah pernah berteman sama berbagai macam orang. Dan aku belajar kalau kita nggak bisa percaya sama siapapun, apalagi kasih kesempatan kedua ㅡbullshit," Taeyong tertawa getir.
Haechan tertegun.
Apa itu yang namanya trauma?
Apa Taeyong pernah sangat tersakiti sampai ia tidak mau mempercayai siapapun lagi?
"Jadi itu alasannya ㅡsekarang Taeyong hyung jadi menutup diri sama semua orang?" tanya Haechan.
"Bukan menutup diri," Taeyong menggeleng. "Tapi membatasi."
"Bahkan berlaku buat kita ㅡNVT maksudnya?"
Taeyong berdecak.
"Chan, aku tau kita harus solid. Tapi juga harus realistis," ucap Taeyong.
"Aku menghargai kalian sebagai temen dan rekan kerja, itu karena profesional. Tapi kamu pikir kenapa Kris hyung, Luhan hyung, Sulli noona, dan yang lain akhirnya memutuskan pergi?"Haechan hanya diam ㅡpercakapan ini benar-benar sudah out of topic.
"Karena nggak selamanya kita akan selalu berhasil menjaga ego," sambung Taeyong.
"Ngomong apa sih, hyung..." tukas Haechan.
"Ckㅡ maksudnya aku bukannya berharap band kita bernasib sama seperti sunbae-sunbae kita," kata Taeyong.
"Aku cuma mau kamu sadar, ada kalanya kamu harus berpisah sama orang-orang yang kamu kira akan selalu bersama kamu."Haechan bingung, tapi sepertinya ia mengerti ㅡTaeyong sudah malas berurusan dengannya.
"Tapi nggak bisa dong generalize orang-orang kayak gitu," sanggah Haechan. "Mungkin kamu pernah dikhianati sama temen sendiri sebelumnya ㅡtapi kamu harus tau, aku nggak sebrengsek itu!"
Ekspresi Taeyong tidak berubah, tetap dingin.
"Apa buktinya?"Bukti, bukti, bukti.
Kenapa selalu itu yang diungkit Taeyong?
Haechan tidak mungkin menceritakan hubungannya dengan para sasaeng itu.
Tapiㅡ apa kira-kira Taeyong kenal dengan Joa?
Atau kejadian di de Amapola hanya kebetulan saja?
"Pulang, Lee Donghyuk," ujar Taeyong sebelum melangkah ke pintu keluar. "Nggak usah menganggap ada masalah diantara kita, lagi. Nggak perlu."
Apa maksudnya?
"Apa itu artinya sikap hyung bakal berubah? Jadi baik-baik aja kayak dulu?" tanya Haechan.
Taeyong berhenti, tapi tidak berbalik. Suaranya bergema dalam keheningan, "Tergantung."
Haechan membeku dengan mata membulat sementara Taeyong melangkah semakin jauh ke luar gedung. Tangannya mengepal karena perasaannya campur aduk.
Tergantung, katanya?
Haechan sadar, sekarang dia hanya punya dua pilihan;
bersikeras meyakinkan Taeyong kalau semua hanya salah paham.Atau,
mencari tahu apa yang Taeyong lakukan dengan Joa kemarin.Tidak ada hal yang kebetulan, kan?
.
.
.
.
.
ㅡtbcini lama-lama makin angst drama duh.
tbh aku belum terlalu mendalami karakter haechan, ini cerita yang gegabah.
Bodo amat cringe, yang penting ditamatin wkwkwkwk 😂😆😆😆
KAMU SEDANG MEMBACA
Hilarious ✔
General Fiction❝Ketika cinta pertama sang vokalis band jatuh kepada fansite master-nya.❞