11

18.8K 4.7K 671
                                    

Fucked up.










Sejak sikap Taeyong berubah -dan secara tidak langsung mempengaruhi mood hyung line yang lain, jam latihan bersama NVT rasanya seperti siksaan bagi Haechan. Sekarang sudah lumayan terbiasa sih, tapi tetap saja dia tidak bisa merasa semuanya baik-baik saja. Apalagi pikiran Haechan masih dipenuhi teka-teki hubungan Taeyong dengan Joa, sekolah, dan minimnya jam tidur belakangan ini.











Langit Seoul cerah sore ini, padahal sudah masuk musim gugur yang berangin. Haechan duduk menyendiri di salah satu sudut terabaikan di komplek gedung agensinya yang ia sayangi sekaligus benci. Biasanya dia mengajak Renjun, tapi anak itu masih punya daftar panjang kegiatan sampai malam -jadi Haechan sendirian.


Haechan menutup mata sambil menghirup dalam-dalam udara lembap di dekat balkon lantai lima. Dalam hati ia menertawakan kelakuannya yang mendramatisir ini.









"Huah!"

Haechan tersentak pelan saat tiba-tiba merasakan sesuatu yang panas menempel di dahinya. Saat membuka mata, tampak Yeri tertawa puas dengan corn dog di kedua tangannya -masih memakai seragam sekolah.

"Sendirian, senyum-senyum lagi," kekeh Yeri. "Jangan gila dulu, Chan. Masih muda."

"Sembarangan," tukas Haechan mengelus dahinya.

"Nih," Yeri menyodorkan corn dog dalam kemasan plastik yang tadi menempel di dahi temannya. "Sama-sama."

"Makasih," kata Haechan sambil menerima corn dog.








Kim Yerim duduk di sebelah Haechan. Wajahnya tidak kalah lelah, makin kentara karena tanpa ditutupi make up sedikit pun. Andai tidak diberi corn dog, Haechan pasti sudah meledek temannya ini dengan sebutan dekil. Dia adalah penyanyi solo di agensi ini, cukup akrab dengan Haechan.

"Ngapain?" Yeri membuka percakapan.

"Baru selesai latihan. Pulang sekolah?"

"Bukan."

"Loh?"

"Pulang dari neraka."

"Hah?" Haechan menatap seragam Hanlim Yeri dengan bingung.

Yeri terkekeh. "Bercanda. Iya, dari sekolah."

Haechan merasakan ketidak beresan. Apalagi melihat penampilan Yeri yang kusut. Sangat manusiawi, Kim Yerim yang terpisah dari Yeri si idol yang sempurna. Well, tampaknya bukan cuma Haechan yang bermasalah.


"Kenapa?"

"Apa?" Yeri balas bertanya.

"Kenapa sekolah bisa rasa neraka?"

"Nggak apa-apa. Biasa lah, cuma di-bully."

"Cuma?" tanya Haechan heran mendengar nada bicara Yeri yang santai.

"Iya. Nggak usah kaget gitu. Udah biasa kok," Yeri mengibaskan tangan.

"Biasa apanya? Jadi selama ini kamu biasa di-bully?" Haechan sudah biasa bicara informal dengan Yeri, walaupun anak itu setahun lebih tua.

"Iya, Lee Donghyuk. Udah lah, bukan masalah besar."

Haechan terdiam sejenak. "Tapi... kenapa?"

"Hm... kenapa ya?" Yeri tersenyum sedih, menatap langit di atas mereka. "Seandainya aku bisa baca pikiran orang..."

"Mereka ngapain?" selidik Haechan.

Yeri menunjukkan lengan jahitan sobek di blazer dan roknya. "Biasa, jahil."

"Biasa?"

"Ya, ini bukan pertama kali."

"Yeri..."


Sambil menggigit corn dog, Yeri menatap balik temannya yang tampak khawatir. Ya, selama trainee tidak sedikit waktu yang mereka habiskan bersama -walaupun setelah debut cukup sulit untuk bertemu. Lagipula interaksi antara laki-laki dan perempuan sangat dibatasi.



"Apa?" tanya Yeri tenang.

"Kamu nggak apa-apa?" tanya Haechan ragu.

Yeri menggeleng. "Kan udah dibilangin, udah biasa."

"Tapi-"

"Percaya deh, ini bukan apa-apa," Yeri tertawa patetik. "Biasanya lebih parah, but I'm fine."

"Beneran?"

"Beneran."




Haechan menghela nafas gusar. Ia mengerti Yeri tidak ingin dikasihani, but still- mana bisa?

"Kenapa sih dulu nggak di SOPA aja? Seengaknya kan bareng sama yang lain," cetus Haechan.

"Hm... aku cuma menuruti perintah aja," Yeri mengangkat bahu. "Kamu tau, kita sebenernya cuma boneka."

Boneka.
Pernyataan bagus, Kim Yerim. Dengan senyum patetik Haechan mengiyakan, memang pada dasarnya manusia di dunia ini cuma boneka.

"Sabar ya, tinggal kurang dari setahun lagi, kan?" kata Haechan. "Semoga bolosnya sering."

"Iya, semoga makin sering bolos," Yeri tertawa kecil.

"Apa sih masalah mereka? Bales aja coba sekali-kali?"

"Dulu aku sering ingin balas dendam, tapi makin lama aku makin sadar -nggak akan ada selesainya kebencian dibalas kebencian," ujar Yeri.
"Kalau ada yang nggak suka sama kita, mungkin memang ada yang salah. Mungkin aku kurang bersosialisasi, mungkin pernah secara nggak sadar berbuat sesuatu yang mereka nggak suka?"

Haechan kaget mendengar perkataan Yeri. Sejak kapan anak ini jadi bijak?

"Oh ya? Jadi selalu ada sebabnya, ya?"

"Ya. Kadang kita harus berpikir dari sudut pandang orang lain."









Sudut pandang orang lain.

Kalimat itu membuat Haechan tertegun. Apa mungkin masalahnya juga bisa teratasi dengan berpikir dari perspektif orang lain?


Lee Taeyong, misalnya?


"Sejak kapan Kim Yerim jadi bijak? Biasanya juga alay," gurau Haechan.

"Nggak tau nih, efek di-bully kali," balas Yeri sambil tertawa. "Udah ah, malu."

"Udah berhasil belum berpikir dari perspektif orang lainnya?"

"Ya gitu deh. Aku berusaha jadi lebih baik dan nggak membuat kesalahan," kata Yeri. "Kalau mereka nggak berhenti, berarti yang salah mungkin otak mereka."

"Savage," timpal Haechan.


Yeri tiba-tiba berdiri, membersihkan debu yang menempel di rok-nya.
"Pergi dulu ya, udah kabur kelamaan."

"Loh, kabur ternyata?"

"Iya," Yeri cengar-cengir. "Jaangan bilang siapa-siapa -soal corn dog juga. Aku masih disuruh diet."

"Oke. Thanks corn dog-nya," kata Haechan.

Sambil mengangguk, Yeri bersiap pergi.

"Oh iya," kata Yeri sebelum berbalik. "Apa pun masalahnya, semoga cepet selesai ya."




Haechan tertegun, menatap Yeri yang melambai lalu berjalan cepat ke dalam gedung. Dia tahu kalau Haechan sedang banyak pikiran, bahkan tanpa Haechan beri tahu...


Haechan menatap tusukan corn dog dengan senyum simpul, Kim Yerim memang salah satu teman terbaiknya.



ㅡtbc

Hilarious ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang