16

9.4K 3.1K 359
                                    

"Itu Joa," ujar Taeyong.

Haechan kaget setengah mati mendengar perkataan Taeyong, tapi perhatiannya teralihkan pada keriuhan ambulans dan orang yang terluka. Bahkan dari jauh dia bisa mengenali kalau itu memang orang yang ia cari selama ini, Lim Joa.

"Haechan, jangan," Taeyong menahan lengan Haechan yang sudah mau menyeberang jalan menuju kerumunan.

"Kenapa? Ahㅡ aku baru sadar, ngapain hyung di sini?" tanya Haechan.

Rahang Taeyong mengeras, sama seperti cengkeramannya di lengan Haechan. "Karena gerak-gerikmu mencurigakan banget tadi."

"Lepas, aku harus ketemu Joa noona," kata Haechan sambil berontak.

"Baru dibilangin tadi udah lupa?" tukas Taeyong tajam. "Jangan bikin masalah, Lee Donghyuk. Kamu pikir gimana reaksi orang-orang kalau liat tiba-tiba kamu muncul di sana?"

Haechan menatap sengit laki-laki yang jauh lebih tua darinya itu. Dia kesal luar biasa, tapi Taeyong ada benarnya. Gegabah menemui Joa di depan keramaian seperti ini adalah definisi nyata 'membuat masalah'.

"Oke, tapi lepas," kata Haechan, menyerah. Dengan gusar ia menatap ambulans yang sudah menjauh dari tempat ini. Sudah sedekat ini, tapi ia gagal lagi.

Taeyong percaya saja, ia melepas cengkeramannya. Tangannya mengulurkan helm pada Haechan.
"Ayo, naik," ujar Taeyong sambil berjalan ke motor yang parkir di pinggir trotoar.

"Ke mana?" tanya Haechan, masih dengan nada kesal.

Sejenak Taeyong diam. Raut mukanya sulit dimengerti. Ia lalu berkata lagi.
"Ada dua pilihan. Pulang atau ke rumah sakit, ayo pilih sekarang," ujarnya.

"Apa??" tanya Haechan, takut salah dengar.

"Cepetan, waktu kita nggak banyak!" Taeyong mendesis tidak sabar.

"Ru- rumah sakit," jawab Haechan ragu.

"Yakin?" tanya Taeyong, seakan tahu Haechan ragu.

Akhirnya Haechan mengangguk yakin setelah menarik nafas dalam-dalam. Buru-buru ia memakai helm lalu naik ke atas motor Taeyong. Tanpa banyak bicara lagi Taeyong memacu motornya ke arah ambulans tadi menghilang. Haechan bertanya-tanya dalam hati, tentang banyak hal.

Pertamaㅡ kenapa sikap Taeyong jadi begini padanya?

Keduaㅡ bagaimana bisa Taeyong langsung tahu mereka harus ke rumah sakit mana?

Pertanyaan di kepala Haechan semakin menjadi-jadi saat Taeyong sepertinya sudah tahu tujuan mereka begitu sampai di rumah sakit. Seakan-akan ini bukan pertama kalinya. Seperti orang bodoh Haechan hanya mengekor temannya itu berjalan di liku-liku koridor rumah sakit.


"Kita ke mana?" tanya Haechan.

"Nanti juga tau," jawab Taeyong tanpa menoleh.

Diam-diam Haechan mendengus. Rasa cemburunya muncul lagi karena heran dari mana Taeyong tahu sebanyak ini tentang Joa? Bahkan lebih dari dirinya yang sudah kenal sejak lama?

"Nah," Taeyong menghentikan langkah kakinya. "Itu, ruangan yang itu."

Haechan menatap ruangan yang ditunjuk Taeyong. Ia tidak mengerti tulisan yang tertera di dekat pintu.

"Maksudnya? Itu ruangan apa?" tanya Haechan.

"Joa pasti ada di sana," Taeyong menghela nafas, tersenyum tipis. "Aku menyesal udah menyanggupi permainannya. Aku nggak mau jadi pihak yang pura-pura kejam lagi."

Dahi Haechan semakin berkerut.
"Hyungㅡ apa sih maksudnya??"

"Tanya langsung ke dia," jawab Taeyong. "Ayo, lima menit. Sebentar lagi jam sarapan habis, jangan buang-buang waktu!"

Dengan mulut terkatup rapat Haechan menatap Taeyong tajam. Ia lalu berbalik, menurut pergi ke ruangan yang ditunjuk Taeyong. Saat dia masuk, tidak ada suster atau satu pun petugas di sana. Hanya ada Lim Joa, dengan infus menancap di tangannya dan salah satu kakinya dibebat perban tebal.

"Hyuk??" tanya perempuan itu, tersentak kaget saat menyadari Haechan berdiri tak jauh dari tempat ia berbaring.

"Hai, noona," sapa Haechan, tersenyum getir.

"Ka- kamuㅡ kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Joa panik.

"Kenapa?" Haechan melangkah maju. "Kaget ya?"

"H-hyuk..."

Haechan dilema. Ia kesal mengingat banyak hal yang disembunyikan Joa darinya, tapi di sisi lain ia khawatir melihat orang yang dia sukai tampak pucat tak berdaya.

"Aku punya banyak pertanyaan," ujar Haechan akhirnya. "Tapi seenggaknya tolong jawab yang pertama dulu."

"A-apa?" gagap Joa.

Tatapan tajam Haechan melembut, ia bertanya lagi.
"Ini kayaknya bukan ruang perawatan biasa," ucap Haechan sambil melihat sekeliling. "Jawab, noona sakit apa?"

"A- aku... aku..." masih saja Joa tergagap.

"Jawab, please," Haechan memohon.

Helaan nafas keluar dari celah bibir pucat Joa. Tanpa menatap Haechan, ia menjawab;
"Hemofilia. Aku sakit hemofilia."


ㅡtbc



Sehubungan cerita tentang cewek hemofilia di chapter ini, kan banyak yg bingung tuh kenapa cewek dewasa hemofilia kok bisa hidup sampe gede(?)

Jadi, sebelumnya aku udah research dan ketemu beberapa sumber yg mengatakan kalau hemofili emang rata2 kenanya ke laki2 tapi ada juga perempuan yang mengidap walaupun langka banget.

Nah kalo hemofilinya ringan, penderitanya masih punya harapan hidup. Jadi mereka harus berobat seumur hidup dan terapi protein gitu. Buat perempuan juga minum obat khusus tiap menstruasi, kan jaman udah makin canggih juga.

Maaf kalo kesannya sok tau, validitas argumenku juga boleh diragukan karena nyatanya aku bukan orang medis. Cuma kebetulan aja sering baca2 jurnal atau artikal kesehatan.

Hilarious ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang