Semua berawal dari tiga tahun lalu. Di mana aku menjadi sebuah tuduhan atas sebuah kesalahan. Awal mula aku menjadi kesepian dan selalu menjadi korban.Tapi, mereka menganggap aku tetaplah pelaku. Tidak peduli meskipun air mata telah berlinang pilu di hadapan mereka.
Tatapan tajam selalu mengikuti gerak langkahku. Gunjingan pun tidak pernah absen memasuki telingaku hingga rasanya sulit membedakan mana hal baik dan buruk.
Semua sama saja, berakhir dalam kotak negatif yang dominan atas diriku. Apa itu salahku? Iya, kotak tersebut terbentuk karena kelemahanku.
Aku ingin bangkit, namun nyatanya tangan-tangan hitam itu terus menghalangi dengan menarikku untuk tetap di tempat. Jiwaku terkurung, dalam masa kelam yang tidak berujung. Aku hanya bisa memeluk diri, mendongak memandang langit, berharap cahaya mau mengasihaniku.
Sejauh ini aku tidak pernah tau, ke mana kakiku akan melangkah. Aku terlalu mengikuti arus sampai lagi-lagi harus terjatuh ke lubang yang sama.
Meski terselamatkan, itu hanya sehembus angin sebelum hujan. Aku tidak pernah bisa bersenang hati. Kegelapan tidak pernah mau melepaskanku semudah itu.
Lagi dan lagi, aku berteriak, merintih, berharap seseorang dapat menolong walau aku kerap kali menolak.
Tidakkah ada yang bisa melihat goresan ini? Aku terbunuh dalam kenangan dan tidak seorang pun tau. Aku menetap dan selalu kecil. Aku tidak akan tumbuh sekalipun langit menyiramiku dengan jutaan air.
Yang kubutuhkan hanya tatapan hangat, yang paham artinya dijatuhkan hingga dia tak akan meninggalkan atau menyakitiku seperti yang lain.
Kumohon ... dengarkan aku meski aku membisu.
Kumohon ... tataplah aku meski aku membelakangimu.
Kumohon ... peluklah aku meski aku memberontak.Sesungguhnya aku luluh atas kasih sayangmu, hanya saja aku terlalu takut bayanganmu pergi ketika aku sudah terlanjur berharap lalu terjatuh lagi dalam kubangan yang sama.
Maka,
Aku di sini, menunggumu, dengan tetesan darah di dalam tubuhku.
Aku di sini, menunggumu, dengan satu-satunya napas yang kupunya.
Aku di sini, menunggumu, dengan setitik harapan semu.Aku di sini, menunggumu, dengan cinta terakhir yang mungkin bisa membunuhku bila ragamu tak kunjung datang.
Aku merindu.
Tertanda,
N. Lidia
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Hitam
PoetryTentang HITAM yang selalu lemah akan PUTIH. Tentang LUKA yang selalu menemani DUKA.