REFLECTION

536 74 26
                                    

Terdengar riuh tepuk tangan dari para tamu undangan menggema sebuah aula perusahaan, tepat setelah Jisoo memberikan sambutan untuk perayaan ulang tahun perusahaan yang kini menjadi miliknya. Sudah hampir empat tahun, Jisoo akhirnya berstatus sebagai pemilik dan penerus bagi perusahaan Sunrise, yang sebelumnya milik ayah mertuanya.

Melalui proyeknya bersama Namjoon di awal pernikahan mereka, Jisoo berhasil menepati janjinya untuk menaikkan peringkat Sunrise menjadi perusahaan terbaik, bersanding bersama Seungri yang sebelumnya selalu menjadi tumpuan bagi Sunrise.

Perusahaannya kini dikenal bukan hanya di kalangan pebisnis saja, namun juga dikenal oleh para publik figur dan masyarakat umum.

Saat ini Sunrise dikenal dengan perusahaan yang penuh dengan seni, karena Namjoon berhasil mengenalkan Sunrise melalui musik hasil karyanya. Dan itu menjadi awal perkembangan Sunrise hingga menjadi perusahaan maju.

Jisoo membungkuk hormat di hadapan keluarga dan para investor, mengucapkan rasa terima kasih atas kepercayaan yang ditujukan untuk Jisoo.

Jemarinya sempat mengusap bagian pipinya yang basah, karena saat membungkuk, setetes air mata jatuh di pipinya.

Satu persatu tamu undangan mendekati Jisoo memberikan ucapan selamat dan turut berbahagia.

"Mommy!!"

Seorang anak laki-laki berteriak riang sambil berlari mendekati Jisoo, diikuti oleh keluarganya yang lain.

Melihat kedatangan seorang anak dengan paras yang serupa dengan suaminya itu, Jisoo berlutut sambil merentangkan tangannya. Kemudian mendekap erat sang anak tersayang.

Tak lama, pelukan keduanya terlepas. Sang anak menangkupkan kedua telapak tangan kecilnya di kedua pipi Jisoo, seraya tersenyum menatap sang ibu, "You are so beautiful, Mom."

"Thank you, ma boy."


.



Di depan cermin meja riasnya, Jisoo terdiam menatap pantulan dirinya. Bahkan setelah Namjoon keluar dari kamar mandi dan menyentuh pelan bahu Jisoo, wanita itu masih terdiam. Entah apa yang sedang ada dalam pikirannya saat itu.

Dalam pantulan cermin itu pula terlihat Namjoon menuju lemari pakaian, mengambil sesuatu dari dalam lacinya. Namun sepertinya bukan itu yang Jisoo lihat dalam bayangan cermin.

Wanita itu sedikit terhenyak saat kedua lengan milik sang suami melingkar di sekitar lehernya. Lelaki itu kemudian mengecup puncak kepala wanitanya.

"Melamunkan apa, hem?" Namjoon menempatkan dagunya di atas kepala Jisoo, kedua pasang mata mereka bertemu di pantulan cermin rias.

"Aku tidak melamun," balas Jisoo sambil meraih jemari Namjoon untuk ia tautkan bersama jemarinya.

"Lalu apa yang kau lihat di cermin?"

Jisoo mengulas senyumnya, sejenak matanya mengarah ke bawah, ia tersipu, "Akhir-akhir ini aku selalu melihat bayanganmu, ketika aku bercermin," jawabnya saat kembali menatap pantulan sang suami.

Senyum bahagia tergambar pada wajah Namjoon, "Mungkin karena sekarang aku adalah bagian hidupmu, dan kau adalah bagian dari hidupku," lagi-lagi Jisoo tersipu malu atas pernyataan Namjoon.

"Terima kasih, kau sudah menjadikanku bagian dari hidupmu, dan kau bersedia menjadi bagian hidupku. Terima kasih karena selalu bersamaku, menuliskan skenario terindah dalam hidup kita," atas pernyataannya sendiri, Namjoon bisa melihat rona merah di pipi Jisoo, membuat wanita itu berkali-kali lipat lebih cantik baginya.

Lelaki itu meraih salah satu tangan Jisoo. Ia menyematkan sebuah cincin di jari tengah wanitanya, bersanding dengan cincin pernikahan yang melingkar di jari manis Jisoo.

"Saat menikah, aku memberikanmu cincin yang dipilihkan orang tuaku. Dan kali ini aku ingin kau memakai cincin pernikahan pilihanku sendiri," lelaki itu mengecup punggung tangan Jisoo. Setetes bulir air mata bahagia wanita itu mengalir di pipinya.

"Aku mencintaimu," Namjoon kembali mengecup puncak kepala Jisoo.

Jisoo mengadahkan kepalanya, menatap lamat suaminya yang tengah menunduk, membalas tatapannya.

"Aku juga mencintaimu."

Namjoon menempelkan bibirnya di atas bibir Jisoo. Bersamaan, mereka menutup matanya, meresapi setiap sapuan lembut yang diberikan pasangannya.





Memori dalam otak Jisoo kembali berputar mengingat salah satu perlakuan manis dari Namjoon kepadanya. Terlebih setiap kali dirinya melihat pantulan di cermin.

Bayangan Namjoon dan seluruh kenangan indahnya selalu terbias dalam cermin bersama dengan pantulan dirinya sendiri.

Meski hanya dalam bentuk bayangan di cermin atau dalam setiap mimpinya, Jisoo cukup bahagia, karena ia bisa merasakan cinta dari lelaki itu selalu berada di sampingnya, menemani setiap langkah hidupnya.

"Mommy~"

Jisoo tersadar dari lamunannya saat mendengar suara lirih dari anak laki-laki terduduk di tempat yang dulu menjadi tempat suaminya tidur. Sesekali anak itu menguap lebar.

"Good morning ma boy!!"

Jisoo tersenyum sambil beranjak dari meja riasnya menuju tempat anak itu berada. Ia mengelus rambut dan mengecup anak kesayangannya.

Satu hal lain yang membuat dirinya selalu bahagia adalah kehadiran anak semata wayang di hadapannya ini. Anak laki-laki yang kuat dan selalu menguatkan hati Jisoo ini, telah menggantikan raga Namjoon yang tiada.

Tidak hanya melalui mimpi atau pun bayangan di cermin saja Jisoo bisa melihat sosok Namjoon. Ia juga bisa melihat sosok yang sangat ia cintai itu dalam diri anak lelakinya.

Di tengah keterpurukan saat nyawa Namjoon tidak bisa lagi diselamatkan karena kecelakaan yang menimpa lelaki itu, janin yang tanpa ia ketahui sudah berada dalam rahimnya itu justru mencoba untuk bertahan meski dalam kondisi yang lemah, memberikan kekuatan pada Jisoo.

Dalam segala bentuk kesakitan yang  Jisoo hadapi, lagi-lagi anak semata wayangnya itu kembali menguatkan dirinya untuk tetap bertahan dan menjaganya, meski tanpa laki-laki yang seharusnya selalu berada di sampingnya.

Pada akhirnya pun, anak itu harus terlahir dalam kondisi yang sangat lemah. Meski begitu anak itu tumbuh dengan baik, atas segala cinta dan kasih yang ia berikan untuk buah cintanya bersama Namjoon.

"Ayo kita mandi! Setelah itu sarapan. Grandma sudah menyiapkan sarapan spesial untuk Minjoon."

Anak yang disebut Minjoon itu justru menundukkan kepalanya. Mungkin ia masih mengantuk.

"Minjoon-ah, kau ingat hari ini kita mau kemana?"

Pertanyaan Jisoo itu membuat sang anak menegakkan tubuhnya dan membuka matanya lebar.

"Daddy! Kita akan ke tempat Daddy!!" Minjoon antusias jika diajak ke rumah penyimpanan abu ayahnya.

Di usianya yang baru menginjak lima tahun, ia sudah mengerti bahwa ayahnya sudah tiada. Dan dengan mengunjungi tempat itu, sepertinya ia merasa bahwa sang ayah dekat dengannya. Maka Minjoon akan bercerita banyak hal di hadapan foto yang diletakkan bersama dengan guci bertuliskan Kim Namjoon.

"Come on, Mommy!!"

Jisoo kembali tersenyum, menyusul Minjoon yang sudah berlari, masuk ke dalam kamar mandi.

Anak laki-lakinya itu sering kali membuat senyum bahagia Jisoo mengembang. Selama Minjoon bahagia, maka itulah tumpuan kebahagiaan Jisoo selama hidupnya.

Dan melalui Kim Minjoon, cinta Namjoon untuk Jisoo akan selalu mengalir, menemani hari-harinya.


END

🎉 Kamu telah selesai membaca [BTS WINGS SERIES] REFLECTION -RapMonster- 🎉
[BTS WINGS SERIES] REFLECTION -RapMonster-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang