CASE 8 - PART 1

610 59 5
                                    

Terror!!!

Danny berlari menuruni tangga menuju lantai bawah rumahnya. Di tangannya telah siaga sebuah pistol yang ia arahkan ke pintu. Seseorang datang ke rumahnya terlalu pagi, ia patut curiga akan hal tersebut.

Perlahan ia membuka kunci dan menarik tuas pintu dengan hati-hati. Saat ia melihat sosok orang tersebut, pistol di tangannya otomatis terarah pada orang itu.

“Wow bos…, aku yakin seorang perampok takkan menekan bel rumahmu jika ingin masuk,” ujar Raz.

Danny menghela nafas lega dan menurunkan pistolnya.

“Kau datang terlalu pagi, aku berhak curiga dan waspada terutama karena Paul pernah berani datang ke kantor untuk menyakiti Kevin, bukan berarti dia takkan berani datang ke sini,” jelas Danny.

“Ya…, kau memang harus waspada pada pria itu. Aku minta maaf kalau datang terlalu pagi. Aku hanya tidak mau terlambat ke kantor setelah menemuimu,” jelas Raz.

“It’s ok! Ayo masuk…,” ajak Danny.

Raz masuk ke rumah berwarna hijau muda tersebut. Semua terasa seperti di sebuah taman dengan dekorasi yang Danny terapkan. Danny duduk di sebelah Raz setelah membawakan dua cangkir Cappucinno dan meletakkannya di meja.

“Mana Kevin?,” tanya Raz.

“Dia masih tidur…, aku belum membangunkannya,” jawab Danny.

“Aku harap kedatanganku tidak menganggumu. Aku merasa tidak pernah punya waktu untuk berbicara dan menjelaskan semuanya padamu,” ujar Raz.

“Menjelaskan apa?.”

“Penolakanku…, waktu itu aku hanya menolak dan tidak menjelaskan apapun padamu. Aku berharap kau masih mau mendengarkan aku sekarang.”

“Tentu…, aku akan selalu mendengarkanmu.”

Raz menghela nafasnya sesaat sebelum meneruskan perbincangan itu. Danny menunggunya.

“Aku meragukanmu,” ujar Raz.

“Apa yang kau ragukan?,” tanya Danny.

“Aku ragu kalau kau sungguh-sungguh bisa menerima kekuranganku. Aku cacat Danny, aku masih berada di kepolisian karena kebijakan darimu, jika bukan kau yang jadi atasanku mungkin aku takkan ada lagi di kepolisian sejak lama,” jawab Raz.

“Oh my God…, Raz…, aku bahkan tak pernah memikirkan apa kekuranganmu. Aku tak pernah berpikir kau orang cacat. Bahkan aku menerimamu untuk bekerja di CPD karena memang kau berbakat dalam bidangmu, cybernatic. Aku menerimamu bukan karena kebijakanku, kau salah paham,” jelas Danny.

“Ya…, aku salah paham. Aku menilaimu dari sudut pandang yang salah selama ini, aku terus saja menyamakanmu dengan wanita lain yang pernah meninggalkan aku. Seharusnya aku tak menilaimu begitu, aku minta maaf Danny,” Raz menatap Danny dengan rasa menyesal.

“Kau tidak perlu minta maaf Raz, aku mengerti. Semua orang tidak bisa dibaca hatinya, begitupula denganku. Jangan terlalu dipikirkan,” Danny meminum Cappucinno-nya.

Raz melakukan hal yang sama, ia meminum Cappucinno yang dibuat Danny untuknya.

“Boleh aku tanya sesuatu padamu Danny?.”

“Boleh, bertanyalah,” jawab Danny.

“Aku tidak siap untuk membangun sebuah hubungan yang hanya sekedar untuk berjalan bersama tanpa tahu ke mana tujuan yang sesungguhnya. Tapi aku sangat siap untuk membangun sebuah hubungan yang serius dan bertujuan tetap.”

Raz mengeluarkan sesuatu dari tas kerjanya, sebuah kotak berwarna hijau daun dan dia membukanya di hadapan Danny.

“Maka dari itu, Danniele Jasmine…, bersediakah kau menikah denganku?,” tanya Raz.

JASMINE [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang