MEMORY GLASS -1

309 51 1
                                    

'Kebetulan' hanyalah untuk mereka yang tidak percaya dengan 'takdir'.
(Audy Kirana)

Kata orang, masa SMA adalah masa paling indah untuk mewarnai usia remaja. Masa dimana orang menemukan banyak kebahagiaan daripada kesedihan. Masa dimana aku dan dia bertemu tanpa menjadi kita. Itu lah aku, Audy Kirana.

"Panas bangett woii, neraka bocor apa ya." ucap Tara yang tengah duduk sambil mengipas rambutnya.

"Mulut kamu harus dilakban kayaknya! Kalau neraka bocor kita udah mati" Kata Fika yang sudah paham betul sifat dari gadis bermulut pedas itu.

"Bodo!"

"Ran, diem aja lo. Masih hidup? Atau lagi puasa ngomong?" benar 'kan? Tara memang suka nyablak kalau ngomong.

"Bukan. Aku lagi deg-degan ini nunggu pengumuman, kira-kira bakal masuk kelas apa ya?"

"Kamu pasti masuk IPA Ran." Tidak seperti Tara, gadis di sampingku ini sangat lembut jika berbicara. Bagimana bisa mereka berdua berteman dari SMP padahal sifat keduanya sangat jauh dari kata sama?

"Cih, iya caya dah gue. Tampang kayak lo pasti masuk IPA kok"

"Ho-oh, kalau tampang kek dia ini Ran, gak yakin deh bakal masuk IPA" kata Fika sambil menunjuk ke arah Tara.

"Lo pernah minum baigon gak si Fik?"

"Enggak"

"Mau gua beliin gak?"

"Gak! aku masih waras dan gak mau minum baigon"

"Bagus, kalau berubah pikiran bilang aja, dengan senang hati akan dedek buatkan"

"Kamu mau buat aku mati!?"

"Abisnya lo ngomong sembarangan, gue pasti masuk IPA!"

"Ya ya ya what ever"

Mereka berdua selalu begitu, dari awal waktu bertemu di mos tiga hari lalu yang kulihat mereka selalu saja berantem seperti barusan.

Kalian pasti bingung ya?
Jadi, waktu mos tiga hari lalu, aku tidak sengaja bertemu dengan dua orang ini, Tara dan Fika. Seingatku waktu itu kami sedang dibagi kelompok untuk bermain game dengan para senior, dan dari situ kami mulai akrab dan selalu bersama.

Tepat. Kami sudah menunggu hampir 30 menit dan sekarang tiba waktunya pengumuman pembagian kelas untuk seluruh siswa SMA Harapan.

Sudah kebayangkan?
Aku, Tara dan Fika harus rela berdesakan seperti sekarang ini hanya untuk melihat kelas yang akan kami tempati nantinya. Tara yang tidak sabaran langsung masuk dan menyempil diantara siswa lainnya, tanpa memperdulikan bagaimana ekspresi semua siswa yang geram padanya. Dari tindakannya aku menarik kesimpulan bahwa gadis berambut pirang cokelat ini memang sangat berani menerobos gerombolan siswa lainya. Wajar saja siapa yang mampu mengalahkan pemegang sabuk hitam taekwondo ini?

"Yes, gue masuk IPA 3 " teriak Tara yang bangga karena dapat masuk jurusan IPA sesuai keinginannya.

___Aku? Masih terpontang panting diantara desakan tubuh siswa lainnya, badanku yang kecil ini hampir saja diinjak oleh siswa yang belum banyak kukenal.

Demi gajah terbang, aku malas berada disini arghh!!

"Gak papa?" Aku mendongak, mendapati sebuah tangan terulur tepat di wajahku.

"Makasih"
ucapku sambil berdiri dan mengibaskan rok yang kotor akibat lantai yang sepertinya belum dipel. Lalu matakau hanya fokus pada seorang laki laki di hadapanku ini, ia tinggi, kulitnya tidak terlalu putih, rambutnya potongan jenis spiky, dia mengenakan tas dilengan sebelah kanannya. Dan- yang menjadi titik perhatian ku sedari tadi adalah, matanya. Tatapannya sungguh tenang, tidak tahu kenapa aku jadi gugup sendiri.

Dia pergi begitu saja, saat kalimat terimakasih ku hanya dibalas dengan mengedikan bahunya. Aku sih tidak masalah karena mungkin dia sedang terburu-buru? Atau kebelet?

"Rana. Gapapa kan ada yang sakit gak?" Fika terlihat begitu panik melihat ku.

"Siapa yang udah buat lo jatoh? bilang sama gue Ran." Tara menghampiri aku yang tengah membersihkan rok yang kotor.

"Gapapa kok. Yampun lebay banget ya kalian hehe tapi makasih loh udah perhatian berasa punya pacar"

"Pacar? Kamu udah punya pacar Ran?" Sahut Fika disamping ku dengan nada bingung.

"Punya."

"Hah siapa!?"
Tara menyahut dengan nada heran.

"Kalian hehe" jawbaku sambil menyengir.

"Yaelah Ran, bikpal deh kirain lo beneran punya pacar syok aja gue, lo udah ngelangkahin gue duluan."

"Nunggu kamu punya pacar itu Tar, bagaikan nungguin Naruto nikah sama Squidward. Lama."
Kata Fika.

"Si cumi. Mana mungkin juga mereka nikah, lobang aja beda."

"Otak kamu harus di laundry deh kayaknya." Balas Fika lagi, dan aku hanya memperhatikan saja.

"Ntar, nunggu si Dora nikah sama bapaknya kangguru, baru gue laundry."

"Mereka gak bisa nikah, jenisnya beda!"

"Bisa lah ka--"

"Udah udah berantem mulu deh, tadi aku udah liat kelas dan aku masuk 10 IPA 3, kalian gi--"
Aku belum sempat meneruskan kalimat, kedua gadis itu sudah terlalu senang dan histeris layaknya mendapatkan tiket konser black pink.

"Kita sekelas" Fika menarik tubuhku dan kami berpelukan sambil meloncat kegirangan tanpa memperdulikan pandangan sekitar koridor.

"Sekelas gimana?" Tanyaku masih bingung

"Gue, Fika dan lo sekelas, yang artinya kita akan menghabiskan setahun ini dengan sama sama terus, karena kita sekelas "

Aku tidak berfikir sampai kesitu sebelumnya. Aku, Tara dan Fika sekelas? Aku percaya semesta memang punya cerita unik untuk kisah SMA ku, buktinya sekarang aku sudah mendapatkan teman baik. Aku bersyukur dua orang ini sudah memberikan perhatian lebih layaknya sahabat.

"Tadi aku ketemu cowok didepan papan pengumuman" Kataku membuka obrolan sesampai di kantin.

"Siapa namanya?" Fika kembali duduk setelah memesan es teh dan semangkuk bakso.

"Aku gak nanya" jawabku sambil menikmati sesuap bakso yang sangat lezat.

"Dia ada bilang sesuatu sama lo?" Kata Tara sambil mengambil satu bakso dari mangkuk ku.

"Gak ada"

"Terus, kenapa bisa lo ketemu sama tuh cowok? Dalam rangka apa?"

Aku menatap kedua orang ini, "Dia cuma nolongin aku waktu jatuh dipapan pengumuman, habis itu dia pergi"

"Orangnya gimana? Tinggi? Cakep? Atau putih gitu?" Tanya Tara bertubi-tubi.

"Hm ganteng si" kataku sambil mengunyah bakso.

"Kok si?"

"Habisnya dia gak ada senyum sama sekali, jadi kadar gantengnya berkurang deh" kataku sambil mengunyah bakso.

"Hadeh, ada ada aja deh lo Ran"

"Siapa tahu, besok kamu ketemu dia lagi" ujar Fika.

Aku bergumam, "Mana mungkin Fik, sepertinya ia jarang terlihat disekolah ini."

"Dah dah jodoh gak bakal kemana kok Ran" ujar Tara seenaknya saja.

"Memangnya siapa yang berharap jodoh?" Kataku tidak terima.

"Hanya Tuhan yang tahu"

Bel masuk berbunyi, aku dan kedua temanku ini langsung berdiri dan menuju ke kelas. Sesampainya dikoridor aku sempat berhenti sebentar, karena aku melihat laki laki yang membantu aku sewaktu pengumuman pagi tadi. Ia sedang terlihat berbicara dengan seorang perempuan__ah mungkin saja temannya atau mungkin pacarnya. Wajar saja, cowok ganteng dimana dimana pasti banyak yang disukai perempuan.

Memory GlassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang