Elang terbangun saat ia merasakan getaran pada handphonenya. Itu tandanya jika saat ini Elang harus segera bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Tapi saat Elang membuka matanya, ternyata keadaan luar jendelanya masih gelap. Dan getaran tersebut merupakan tanda telepon masuk, bukan alarm.
"Woy!" seru seseorang dari dalam telepon saat Elang mengangkatnya. Elang yang masih setengah sadar langsung berjengit kaget. "Eh selow! Gue denger kali."
"Jemput gue, gue tadi SMS lo. Gue udah sampe di stasiun nih," lanjut seseorang tersebut. Elang langsung melihat nama yang tertera di layar teleponnya, ternyata Satya, adiknya.
Adik laknat, pikir Elang.
"Eh, lu jadi adik gausah songong! Mau gua jemput gak?" kata Elang dengan meninggikan suaranya. "Mati aja lo. Kesel gue."
"Buruan, gak usah kesel dulu."
Benar-benar minta di hajar, pikir Elang.
"Gak gue jemput, mampus lu." Elang langsung bersiap-siap untuk menjemput adiknya yang baru saja pulang dari study tour. "Otw!"
Sesampainya disana, ternyata Satya sudah sangat lama menunggu kedatangan sang kakak. Ia terduduk diam di bangku penunggu dengan sesekali menoleh ke kanan atau kiri. Saat ini waktu masih menunjukan pukul setengah tiga pagi, dan itu tandanya Elang baru saja tidur dari beberapa jam yang lalu.
"Lama amat," oceh Satya. Elang langsung membawa barang-barang Satya masuk kedalam mobil.
"Masih untung gue jemput."
Entah mengapa Elang lebih nyaman di panggil tanpa embel-embel 'Bang' atau 'Kak'. Maka dari itu jika Elang dan Satya sedang mengobrol atau apapun itu, mereka seperti teman, bukan seperti kakak-beradik. Umur mereka juga tidak begitu jauh, hanya berbeda dua tahun saja.
"Gue udah nunggu lo dari jam tiga pagi, Lang." Elang yang mendengar perkataan adiknya itu langsung menatap Satya tidak percaya.
"Begonya sama nih, kayak gue. Ini masih jam setengah tiga, tolol!"
"Jam dua maksud gue," ralat Satya.
"Terus, kenapa lo baru nelpon gue jam tiga?" Elang mulai menjalankan mobilnya untuk pulang.
"Gue udah nelpon."
"Gue terpaksa jemput lu, seharusnya gue tidur cepet. Besok gue harus jalan sama Bintang," kata Elang. Namun, Satya menghiraukannya dan memasang headphone untuk berhenti mendengarkan ocehan Elang.
Benar-benar adik laknat.
***
"Tumben pakaiannya rapih," kata Bintang dengan menutup pintu mobil. Elang baru saja sampai di rumah Bintang, lalu ia mengajak Bintang untuk pergi bersamanya.
"Biasa." Elang menjalankan mobilnya.
Kali ini Elang tidak akan memberi Bintang kejutan lagi, tapi ia akan membawanya pergi.
"Aku minta permen karetnya, ya." Bintang dengan mengambil satu permen karet Elang yang ada di dasboard mobil. "Ngomong-ngomong, adik kamu bawa oleh-oleh apa?"
Mengapa harus menanyakan Satya, sih? Elang dalam hati.
"Gak bawa oleh-oleh. Nanti kita kesana sendiri aja," kata Elang dengan jujur. Mana mungkin adiknya akan membawakan oleh-oleh untuknya.
"Nanti kita kesana sendiri, terus pesen kamar. Terus..." Elang sengaja menjeda kata-katanya. "liburan."
Bintang hanya diam. Ia tak tau harus menjawab apa. Apa ia harus senang? Sepertinya iya, ia harus senang.
Elang memarkirkan mobilnya dan menunggu Bintang diluar. Menurut Elang, Bintang bukan tipikal wanita yang manja. Apalagi meminta untuk membukakan pintu mobil yang amat sangat mudah untuk dibuka. Tapi, sepertinya Elanglah orang yang tidak romantis sama sekali. Ia tidak mengerti bagaimana untuk membuat wanitanya senang. Maka dari itu ia tidak membukakan pintu.
Bintang sepertinya faham dengan sifat Elang. Ia keluar lalu berjalan beriringan dengan Elang.
Mereka menuju restoran biasanya. Mungkin setelah sarapan, mereka akan pergi menonton bioskop. Karena jika sudah di mall, Bintang akan meminta pada Elang untuk menonton bioskop.
"Pasti kamu gak ganti baju dulu ya?" tanya Bintang dengan menyeruput jus jambunya.
"Langsung. Habis nganter Satya pulang, gue langsung kerumah lo. Takut lo nunggu," jelas Elang. "nunggu itu gak enak."
"Aku pernah nunggu seseorang," kata Bintang dengan memasukkan handphonenya kedalam saku.
"Perasaan, gue gak pernah buat lo nunggu, deh." Elang dengan percaya dirinya mengucapkan itu.
"Emang yang aku maksud itu kamu, ya?" Bintang menghabiskan seluruh jusnya. "Bukan, tau. Yang aku maksud itu mantan aku."
"Oh."
Bintang terkekeh dengan perbedaan raut wajah Elang. Elang langsung diam. Sepertinya ia tidak mau jika Bintang terus bicara tentang mantan.
"Kok diem sih?" tanya Bintang.
Elang tetap diam. Ia memilih membuka handphonenya dibandingkan melihat Bintang.
"Kamu gak suka? Aku gak ngomongin dia loh padahal," lanjut Bintang dengan sedikit terkekeh.
Elang masih tetap diam.
Kalau ia masih saja diam saat bintang menanyakannya sekali lagi, sudah bisa dipastikan kalau dia sedang ingin buang air besar. Dia sendiri yang bilang, kalau dia terus-terusan diam, berarti dia sedang ingin buang air besar.
"Lang, gak lagi kebelet kan? Toilet disini bau," kata Bintang. Elang hanya membalas dengan gelengan pelan.
"Udah, ah. Jangan ngambek mulu. Mending kita nonton aja," kata Bintang seraya menarik lengan Elang untuk berdiri. Setelah ke kasir, Elang dan Bintang langsung menuju ke arah gedung bioskop.
"Lo mau nonton film apa? Jangan horror ya," kata Elang. Ia menggandeng Bintang, dan membawanya ke poster-poster film yang sedang tayang saat ini.
Bintang tampak sedang memilih-milih film mana yang lebih seru. Mungkin Bintang akan memilih film horror jika Elang--mengizinkan--tidak takut.
"Yaudah, kita nonton yang ini aja." Bintang menunjuk salah satu poster tersebut. Setelah itu ia menuju tempat pembelian tiket bersama Elang.
***
"Eh, gue hampir lupa."
"Kenapa, Lang?" tanya Bintang. Mobil Elang kini berbelok ke minimarket dekat rumah Bintang. Ia pasti lupa membeli stok permen karetnya.
Elang tak menjawab pertanyaan Bintang, ia langsung turun dan masuk kedalam minimarket dengan meninggalkan Bintang.
Dasar pria kekanakan, begitu saja marah.
Bintang juga pasti tidak akan marah dengan sifat Elang yang seperti ini. Ini sudah terlalu sering bagi Bintang. Kini Elang sudah kembali, ia membawa dua bungkus permen karet dan meletakkannya di dasboard mobil.
Setelah sampai di rumah Bintang, Elang tetap diam dan terus membuang muka seperti tidak mau melihat Bintang. "Aku pulang ya," kata Bintang.
"Percuma kalau kita jalan tapi kamu nya ngambek." Bintang mengarahkan tangannya ke wajah Elang, agar ia melihat wajahnya juga.
"Muka kamu tuh gak pantes kalau ngambek. Jelek kalau lagi ngambek," kata Bintang. Elang tetap diam. Sebenarnya ia ingin membuang muka, tapi Bintang menahannya.
"Kalau besok-besok kamu ngajak aku jalan, gausah ngambek lagi ya." Bintang memakai tasnya dan bersiap untuk turun dari mobil Elang.
"Aku sayang kamu," kata Bintang dengan mencium pipi Elang. "Besok jangan ngambek lagi ya."
-
Lucknut
Di part ini kalian bisa tau cara mau nonton film di bioskop. Pertama kalian harus apa, terus kedua
Tutorialnya jelas kan?
-🐣🐤🐥
KAMU SEDANG MEMBACA
ELANG
Teen FictionMungkin menjadi pria dingin adalah keinginan Elang. Tapi apa daya, Elang hanyalah anak nakal yang jauh dari kata sempurna. Elang ingin menjadi dingin hanya karena mencari pengalaman. Elang bukan anak broken home ataupun punya masa lalu yang kelam. ...