06 - Insane Family

231 21 6
                                    

-

"Nginep!"

"Lo temenin gue main PS. Gaada penolakan!"

Hei! Bukannya ia punya adik? Lalu untuk apa adiknya?

"Kamu kan ada Satya, jadi mainnya sama Satya aja." Aku berusaha membujuknya. Tapi ini Elang, akan susah jika menyangkut tentang Satya. Ya walaupun kadang-kadang gampang untuk ku bujuk.

"Gak sudi gue!" seru Satya dari dalam ruangan khusus peliharaannya. "Mending gue main sama Boo!" Satya mengangkat salah satu anjingnya dan menunjukan anjing itu kepadaku. Berarti, Boo itu anjingnya.

Elang memutar tubuhku, menjadi berhadapan dengannya. "Tadi aja lo bohong, katanya ngajak gue futsalan. Mana buktinya?"

Dasar pria aneh! Pakai menyalahkan ku lagi! Bukannya dia yang langsung mengajakku kerumahnya?

"Yaudah, aku temenin kamu, tapi gak sampe malem ya?"

"Enggak! Gak bisa! Kan gue bilang lo harus nginep," katanya memaksa.

"Kalo sekarang kamu ngajak aku nginep, besok kita gak ketemu. Oke?"

"Gak jadi kalau gitu," katanya dengan melenggang pergi.

Kini aku dan Elang berada di ruang makan. Sebelum Elang bermain PS denganku, ia diperintahkan untuk makan bersama terlebih dahulu. Kami sudah siap untuk menyantap hidangan yang disajikan, hanya saja menunggu kedatangan ayah Elang.

Pria separuh baya itu duduk dihadapanku. Dengan perawakan yang hampir mirip dengan Elang, hanya saja ia lebih besar. Dan, rambutnya tidak biru.

"Sebelum makan, kita lebih baik berdoa. Sat, pimpin," perintahnya kepada Satya.

Setelah makan, Elang tidak langsung mengajakku ke kamarnya. Karena ayah dan ibunya menahan kami disini untuk sekedar mengobrol.

"Bintang?" tanya Ayah Elang. Semoga saja ayahnya tidak korban film. Aku sudah sering bertemu dengannya, tidak mungkin ia menunggu ku hingga empat belas tahun.

Aku mengangguk sambil tersenyum. "Iya."

"Bintang?" Kini ibunya yang bertanya.

Aku mengangguk lagi dengan tetap tersenyum. "Iya."

"Udah tau masih aja nanya," kata Elang seraya berjalan ke meja pantry, dan mengambil beberapa permen karetnya.

"Kan mastiin bener apa enggak." Elang hanya menanggapi perkataan ayahnya dengan memutar bola matanya.

"Kan udah tau, terus kenapa nanya?" tanya Elang saat sudah kembali duduk di meja makan. "Aneh."

"Pasti dipaksa Elang buat nginep ya?" tanya Ibunya. Kini ia melirik kearah Elang yang terus saja mencibir.

"Iya, Tante. Kok tau?"

"Tau lah," katanya seraya mengetuk-ngetuk meja dengan jari-jarinya. "Kan tadi denger."

Elang mendengus sebal saat mendengar ibunya berkata seperti itu. Ia terus-terusan memutar bola matanya. "Udah tanyanya? Lama amat. Gak berfaedah lagi."

"Awas, hati-hati! Kamu bakal nemu biji salak dibalik kulit rambutan dengan satu buah pisang. Kalau kamu membukanya," kata Ayah Elang. Elang yang tadinya ingin menarikku ke kamarnya berhenti seketika.

Apa maksudnya?

"Yah, plis. Ini Bintang, dia masih kecil. Jangan dibuat gitu ya?" kata Elang dengan nada memohon.

Hei! Ini apa maksudnya?

"Kamu mau main sama Elang kan?" tanya Ayahnya lagi. Aku merasa diputar-putar.

ELANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang